Sabtu, 31 Juli 2021

Dor... Dor... Dor!

Muhammad Yasir
 
Dor... dor... dor! Seorang pelacur berumur 29 tahun tergelepar di lantai sebuah kafe – kata lain dari lokalisasi di Pal 12 yang tidak perlu engkau tanyakan kepadaku di mana itu berada – begitu saja. Darah bersimbah di dahi, dada, dan kakinya tanpa kata-kata terakhir. Sontak, pelacur-pelacur di dalam kafe itu berhamburan keluar tanpa bicara sekatapun!


 
Pemilik kafe, seorang lelaki jangkung, klimis, dan memikat, keluar dari ruangannya dan menanyakan apa yang sudah dilakukan seorang bajingan yang berani-beraninya mengambil nyawa salah satu pelacur terbaiknya.
 
“Dia meminta lebih! Sementara aku... aku hanya punya beberapa lembar rupiah!” Kata si bajingan, tanpa menyesal.
 
“Kau membunuh pelacur terbaik di sini, bangsat!” Teriak si pemilik kafe. “Kau... sungguh. Apa yang akan kukatakan kepada para pejabat yang menyukainya?! Sungguh pula, tidak ada ampun bagimu. Inilah pelajaran yang setimpal untukmu!”
 
Begitulah. Si bajingan akhirnya meregang nyawa di tangan si pemilik kafe dan para petugas pengamanan.
 
Sehari sebelumnya. Miarna, si pelacur, bertamu ke rumah si pemilik kafe untuk mengungkapkan bahwa dia ingin berhenti menjadi pelacur, karena seorang mandor berdarah Jawa bagian Timur, ingin menikahinya apa adanya. Mendengar itu, si pemilik kafe menggeleng kemudian memberikan peringatan kepada Miarna bahwa menikah hanya akan membuatnya kehilangan kebebasan sebagai seorang perempuan, sebagai pelacur. Menikah, katanya, hanyalah istilah lain dari menjual dan membeli diri seseorang. Akan tetapi, Miarna memiliki pendapat lain. Baginya, si pemilik kafe berbicara demikian karena dia si pemilik kafe. Keuntungan jauh lebih besar dia dapatkan ketimbang para pelacur.
 
“Jadi... anggap saja aku menjual diriku kepada mandor kebun itu, Bran. Atau... terserah kau hendak mengatakan apa.”
 
“Jika kau bersikeras, aku mengakui kekalahanku. Tapi, Miarna, katakanlah bahwa kau akan tetap bekerja malam ini. Dua orang penting, seorang pejabat dan seorang lagi pimpinan perkebunan, akan ke kafe malam ini. Aku ingin kau melayani keduanya dengan istimewa. Dan, tentu, aku akan membayarmu lebih. Bagaimana? Oh! Kau adalah yang terbaik di kafe. Jangan tolak, kumohon.”
 
“Hanya malam ini?!”
 
“Benar, Miarna. Hanya malam ini.”
 
Menjelang malam, langit berwarna oranye. Kerikil-kerikil di sepanjang jalan merah-darah membentang, bernyanyi, ketika truk-truk melintas kesetanan. Debu yeng terhembus angin, menempel di jendela kafe. Gerombolan burung teburak, bergegas masuk ke dalam semak; kegelapan membuat mereka rentan ditembak para pemburu. Dua, tiga orang pelacur mulai sibuk merias diri, menunggu kedatangan kaum derma. Di utara kafe itu, kanal limbah berbau busuk mengalir ke sungai-sungai utama dan perlahan-tapi-pasti membunuh orang-orang di selatan. Dan, dari kejauhan cerobong baja menderu sepanjang hari.
 
Aku akan pergi ke sana tengah malam ini. Betapa rindu aku pada kau, Miarna, tetapi para buruh di sini adalah bahaya yang mesti kuwaspadai. Mereka tidak akan melepas senjatanya ketika berpergian atau bekerja. Apakah di antara saudara sekalian membaca koran seminggu lalu? Para buruh berdemonstrasi di halaman kantor perkebunan untuk menuntut hak mereka – sesungguhnya, aku memihak pada para buruh itu, karena perkebunan membayar mereka begitu murah dan saudara sekalian tahu, tidak sedikit buruh mati karena sakit tapi dipaksa bekerja atau mati digigit ular kobra atau keracunan pestisida! Tidak seorang pun petugas perkebunan berani mendekat. Mereka hanya berdiri harap-harap cemas di pintu masuk kantor. Akan tetapi, tidak lama setelah beberapa orang orasi, sebuah truk berwarna hitam berhenti di tengah-tengah massa. Kemudian para serdadu berpakaian dan bersenjata lengkap turun satu per satu.
 
“Siapa pun di antara kalian yang menolak berhenti, akan ditindak tegas!” Kata si pimpinan serdadu.
 
“Jangan takut, Saudara sekalian! Kita datang ke sini, melakukan ini, demi pemenuhan hak kita sebagai orang asli dan buruh! Selama ini, perkebunan telah menindas kita sedemikian rupa, hingga kita telah kehilangan waktu dan tenaga untuk hidup sedianya, sebelum perkebunan dibuka dan merampas apa yang telah diwariskan para leluhur kita! Jadi, jika di antara saudara sekalian ada yang mundur, maka surga leluhur tidak akan menerima mereka!” Teriak salah seorang pemuda di tengah-tengah massa.
 
Dor... dor... dor... dor... dor... tolong! Dor... dor... dor... berani-beraninya! Dor... dor... dor... bangsat, ini rasakan! Dor... dor... dor.. sudah kami peringatkan jangan meneruskan demonstrasi ini! Dor... dor... dor! Dor... dor... dor... begitlah! Begitulah! Dor... dor... dor... 40 orang buruh mati di tempat dan 10 orang serdadu mati di pos jaga dan dalam bak truk. Demikianlah, Saudara sekalian, orang-orang mati demi mentega, margarin, sabun, shampo, dan kosmetik untuk kehidupan yang jauh di sana.
 
Saudara sekalian, setelah kejadian itu banyak para buruh ditangkap dengan tuduhan pembangkangan. Namun, penembakan itu tidak pernah diadili dan lenyap begitu saja menjadi kenangan belaka, karena kabar meninggalnya seorang selebritis atau dokter gigi yang kaya-raya jauh lebih penting. Oh! Aku berpikir untuk segera berhenti menjadi mandor kebun, setelah aku dan Miarna menikah.
 
Di kafe, setelah malam tiba tanpa bulan di langit, Miarna tampak baru saja selesai bersolek. Lihat! Betapa cantik dia di antara pelacur lainnya. Wajar, jika pejabat, pimpinan perkebunan, dan mandor kebun menyukainya dan berani membayar mahal. Bibirnya yang merah dan sesekali berkilau, mana mungkin tidak membuat birahi orang-orang yang berhadapan dengannya tidak bangkit dan bergelora. Tapi Miarna adalah secercah cahaya dan emansipasi perempuan yang dilupakan. Atau, barangkali, Miarna tidak semenarik seorang selebritis yang tidak laku di televisi, tetapi laku ketika berkamuflase di gerakan penyelamatan lingkungan. Oh! Lihatlah, Miarna! Bersiaplah membayar mahal untuk setiap tetes keringatnya!
 
“Mereka akan datang dalam sejam,” kata si pemilik kafe. “Berikan pelayanan terbaikmu kepada mereka, Miarna. Aku tahu, kau adalah seorang yang dapat diandalkan. Aku ingat... ah! Bagimana kita malam itu... kau! Bagaimana pun, penyelamat kafe ini! Terima kasih, Miarna.”
 
Miarna tersenyum manis. Kerling matanya seperti bara api di musim hujan, cahaya lilin dalam ruangan yang gelap, warna-warni pelangi di langit kelabu.
 
“Tapi tepati janjimu. Ini adalah kali terakhir aku di kafe ini.”
 
“Aku akan menepatinya, Miarna. Baiklah, aku akan ke ruanganku dulu. Minumlah bir barang sebotol sembari menunggu.”
 
Di salah satu sudut kafe, seorang lelaki berperangai serdadu, gagah, dan agak tampan tidak sekali pun mengalihkan pandang matanya dari Miarna. Ini kali pertama dia datang ke kafe itu. Sesekali pula Miarna menoleh ke sudut itu dan lekas-lekas mengalihkan pandang matanya. Si lelaki, setengah mabuk, bangkit dari kursi dan tanpa sengaja tangannya menyenggol botol wiski. Dan membuat Miarna terkejut.
 
“Berhati-hatilah, Bung!” Kata Miarna.
 
“Oh! Siapakah kau, sesungguhnya?” Tanya si lelaki.
 
“Miarna, namaku. Aku akan pergi sekarang.”
 
“Tunggu! Duduklah sebentar dan temani aku bicara! Boleh?”
 
Miarna bergeming.
 
“Aku akan membayarmu lebih.”
 
“Aku dibayar bukan untuk bicara, Bung.”
 
“Ah! Aku tahu itu. Ikut denganku!”
 
“Maaf, aku milik beberapa tamu malam ini. Kembalilah besok!”
 
Si lelaki tersinggung dan marah. Kemudian berkata, “Aku sudah menembak 10 orang manusia. Kau meragukan keperkasaanku?! Kau...”
 
“Aku milik beberapa tamu malam ini. Tolong, jangan membentak dan kembalilah besok!”
 
“Beraninya kau... kau tahu aku seorang pimpinan serdadu?! Akan kubuktikan!”
 
Dor... dor... dor! Malam menjadi begitu dingin.
 
Surabaya, 2021.

http://sastra-indonesia.com/2021/07/dor-dor-dor/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito