Rabu, 27 Januari 2021

Bayangan Mbah Yai

Jadid Al Farisy
 
Ketika sedang asik menikmati kepulan asap kretek dan seduhan secangkir kopi hitam di teras rumah, sebuah mobil sedan berhenti di depan pagar. Tiga orang lelaki bersarung dan berkopyah keluar dari pintu mobil yang cukup mewah itu. Dua orang berjalan ta’dhim di belakang seseorang yang nampak berwibawa.
 
Aku masih belum beranjak dari kursi rotanku. Siapa gerangan yang bertamu sepagi ini? fikirku. Ketika kira-kira sudah sampai lima langkah dari pintu pagar, barulah aku berdiri menyambut para tamuku tersebut. Salah seorang dari mereka mengucap salam dan tersenyum. Seolah sudah lama mengenaliku. Aku pun membalas salam dan tersenyum pula padanya.
 
“Masih ingat aku ta, Kang?” tanya seorang berkopyah putih. Aku masih diam mematung karena belum bisa mengenalinya. Aku mengrenyitkan dahi. Kulihat ia kembali tersenyum. Sepertinya sengaja memberiku jeda untuk mengenalinya. Sebenarnya aku tidak begitu asing lagi dengan tamu yang sepantaran denganku ini. Setelah beberapa lama memeras memori otakku, fikiranku langsung tertuju pada putra bungsu mbah yai Sholeh.
 
“Gus Syukron, ya?” aku menyahut sambil melempar senyum, tamuku tersebut mengangguk.
 
“Alhamdulillah, ternyata masih ingat juga, Kang” Gus Syukron menjabat tangan dan merangkul pundakku. Untuk beberapa saat kami saling bertanya kabar. Kami bernostalgia mengenang keakraban tempo dulu. Lebih-lebih antara aku dan gus Syukron memang sudah seperti saudara sendiri. Perbincangan kami pun berlanjut di ruang tamu.
 
Setelah saling bercerita panjang lebar, beliau pun mengutarakan maksud kedatangannya ke rumahku bersama dua santri senior yang saat ini menjadi pengurus di pesantrennya.
 
“Pokoknya sampeyan harus ikut nulis, Kang,” seru gus Syukron menodongku. Aku menanggapinya dengan tersenyum santai.
 
”Wah, Gus, apa nanti ndak malah ditertawakan orang yang membaca, lha wong saya ini tidak mahir menulis dan mengarang. Dulu waktu masih sekolah, menulis surat izin saja minta bantuan teman. Hehe…” kelakarku menjawab permintaan gus Sukron.
 
“Ah, kang Rafif ini bisa saja, tetap suka guyon seperti dulu.”
“Lha kalau ndak gitu, saya khawatir cepat tua, Gus” Kembali candaku disambut senyum dan tawa tamu-tamuku.
 
“Njenengan boleh menulis tentang apapun, Kang. Selagi masih berhubungan dengan dunia pesantren kita ini. Kang Rafif ini kan termasuk santri senior yang masih menangi zaman almaghfurlah Kiai Sholeh ketika masih sugeng, pastilah mempunyai segudang pengalaman yang bisa kita jadikan bahan dalam sebuah buku yang akan kami susun,” terang Adnan, salah seorang tamuku yang sepertinya ditunjuk keluarga ndalem sebagai penanggung jawab.
 
“Leres Kang, apalagi njenengan ini juga pernah ngawulo di ndalem. Jadi akan sangat menarik jika njenengan mengulas tentang sesuatu yang mungkin tidak semua para santri mengetahui. Semacam sisi lain dari kehidupan pesantren yang kami harapkan bisa menjadi sumber inspirasi bagi para pembaca,” tutur tamuku lain yang bernama Ghofur. Aku masih diam sesaat, karena memang belum mempunyai gambaran yang pasti dengan rencana pembuatan buku tentang pesantren Al Munawwar. Tapi untuk ngestuake permintaan gus Syukron dan para tamuku itu, aku mengiyakan saja.
 
“O…iya-iya, do’akan saja semoga jari-jariku ini mendapat ilham, dituntun untuk bisa lancar menulis.” Kembali jawabanku disambut dengan senyum dan tawa ketiga tamuku tersebut sehingga suasana menjadi sangat cair.
***
 
Sejak aku menyatakan kesanggupan untuk ikut menulis dalam buku yang rencananya akan dilaunching pada acara haul mbah yai Sholeh yang ketiga bulan depan, aku sekarang mempunyai aktifitas yang sebelumnya belum pernah kulakukan. Sudah tiga hari ini aku meluangkan waktu untuk mencoba mulai menulis. Ya, meskipun sampai hari ketiga ini belum nampak hasilnya.
 
Aku memilih waktu malam hari untuk memulai aktifitas menulisku. Karena siang hari harus mengurusi usaha peternakan ayam potong di area tegalan pinggir bukit kapur. Meskipun sudah ada beberapa karyawan, tetap saja untuk urusan dengan para tengkulak dari luar daerah, aku sendiri yang harus turun tangan mengaturnya.
 
Agar mata tetap terjaga dan bisa diajak kompromi, tidak lupa secangkir kopi hitam pahit sudah kusiapkan. Tak lupa pula kretek kesukaanku untuk menanggulangi jika sewaktu-waktu ditengah-tengah menulis tiba-tiba mampet ide. Ah, jangankan mampet ide di tengah tulisan, untuk menulis huruf pertama saja rasa-rasanya sangat sukar sekali. Memang urusan menulis lebih sulit dari yang kubayangkan sebelumnya.
 
Kusulut kretek yang sedari tadi kutaruh di samping tumpukan kertas. Kunikmati kepulan asap tembakau sembari berharap muncul semacam ilham atau petunjuk sebagai bahan tulisanku. Dalam proses menulis, aku tidak menggunakan komputer atau laptop. Jujur saja, aku tidak bisa menggunakan kedua alat elektronik itu meskipun di rumah juga ada, karena memang milik adikku yang anak kuliahan. Salah satu jenis elektronik yang bisa dan sering kugunakan adalah HP dan kalkulator. Maklumlah, bakul ayam potong.
 
Sekian lama kusulut sebatang demi sebatang kretek kesukaanku. Kuimbangi dengan sruputan kopi hitam pahit yang kubuat sendiri. Puntung rokok menggunung di asbak. Tidak terasa sudah satu cepet habis. Parahnya, tak sehuruf pun mampu kutulis.
 
Asap rokok kuhembus ke langit-langit kamar. Membentuk lingkaran dan bentuk-bentuk abstrak lainnya. Memang bagi pecandu rokok sepertiku, suasana seperti ini sungguh menenangkan fikiran. Biasanya saat-saat trance seperti ini segala macam ide brilian bisa tiba-tiba saja muncul. Tapi aneh saja disaat aku membutuhkan imajinasi untuk menulis tentang pesantren, tak kunjung juga kudapatkan kekuatan itu.
 
Untuk sekedar melepas lelah, kusandarkan dengan santai punggungku di kursi. Kupejamkan kedua mataku meski sebenarnya sama sekali belum mengantuk. Anehnya, bayangan mbah yai Sholeh terlihat jelas di depanku. Sedikit tersentak, kubuka mataku. Kuarahkan pandanganku ke atas dinding. Foto mbah yai Sholeh terpampang jelas di sana. Aku masih ingat foto itu dengan bangganya kupasang ketika tahun pertama aku nyantri di pesantren Al Munawwar asuhan beliau. Tiba-tiba saja rasa kangen pada mbah Yai menyeruak di hatiku.
 
Sampai saat ini, kesabaran dan ketawadhu’an beliau belum kutemui tandingannya. Tidak jarang dengan kearifan beliau, banyak para santri yang dulu terkenal mbeling di pesantren kini menjadi orang yang berguna di masyarakat, paling tidak, mereka tidak menjadi sampah masyarakat. Aku sangat yakin itu semua berkat do’a dan juga sentuhan cinta dari beliau.
 
Kubuka satu cepet rokok lagi di sakuku. Kusulut dan kunikmati sensasinya sambil kuteruskan mengenang kisah bersama mbah Yai. Dawuh-dawuh beliau seolah hidup. Hingga saat ini banyak para alumni yang masih terngiang pitutur bijak beliau. Masih terekam jelas bagaimana mbah Yai menyelesaikan masalah yang kelihatan sukar diatasi menjadi gamblang penyelesaiannya.
 
Bagaimana bisa terlupa, kisah seorang santri pencuri ayam di kampung sekitar pondok yang tertangkap basah di tengah malam oleh warga sekitar. Hampir saja santri itu dihakimi masa. Namun karena para warga masih memandang dan menghormati mbah Yai Sholeh sebagai pengasuh, masyarakat langsung membawa santri tersebut sowan langsung ke ndalem beliau.
 
Sesampainya di ndalem, kemarahan para warga langsung bisa teredam dengan sikap tenang mbah yai. Memang Luar biasa aura kewibawaan beliau. Dengan tersenyum ramah, mbah yai berucap lirih, “Matur nuwun sanget laporannya ngge, bocah ini biar menjadi urusanku secara pribadi. Kalian pulanglah dan istirahat. Besok sudah harus kembali mencari nafkah untuk keluarga. Bekerja dengan ikhlas itu juga ibadah.”
 
Mungkin banyak yang mengira santri tersebut akan diusir dari pesantren. Para santri senior dan pengurus pondok pun banyak yang tidak bersimpati dengan santri itu. pasalnya, memang santri itu sudah terkenal paling bengal dan susah diatur. Namun semua perkiraan meleset. Santri itu malah dijadikan abdi dan dipersilahkan bertempat tinggal di ndalem beliau.
 
Mengingat kisah itu, aku tidak bisa menahan diri. Air mataku tumpah. Rasa kangen membuncah tanpa bisa kutahan. Untuk beberapa saat, aku sesenggukan. Hingga bisa menjadi seorang pengusaha seperti ini. Semua berkat kesabaran mbah yai Sholeh dalam membimbing jalanku. Jalan terjal menyesatkan yang pernah kualami. Seandainya waktu itu aku jadi diusir dari pesantren, tidak pernah bisa kubayangkan kehidupan yang akan kutempuh. Yang pasti, ditengah gelapnya lorong yang kulalui, secercah cahaya menuntunku menuju jalan kebenaran. Ila Ruhi mbah yai Sholeh, lahul fatihah…
 
Setelah beberapa saat, aku kembali menghadap tumpukan kertas kosong. Namun aku sadar, aku memang tidak punya bakat menulis. Tapi aku bisa bertutur tentang suri tauladan mbah yai. Sebuah kisah nyata yang pernah kualami. Sudah kuputuskan, biarlah para santri penulis yang akan menyalin ceritaku menjadi sebuah kisah yang lebih hidup dan mampu menghidupi nyala jiwa yang tlah padam akan penerang jalan. Besok, pagi-pagi sekali, aku harus sowan ke pondok dan juga ke maqbaroh mbah yai.
 
Lamongan, Januari 2021

http://sastra-indonesia.com/2021/01/bayangan-mbah-yai/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito