Minggu, 10 Oktober 2010

Mencari sastra yang berpijak di …

PERDEBATAN SASTRA KONTEKSTUAL
Susunan: Ariel Heryanto
Penerbit: CV Rajawali, Jakarta,
1985, 501 halaman
Peresensi: Sapardi Djoko Damono
http://majalah.tempointeraktif.com/

ARIEF Budiman adalah seorang tokoh yang unik dalam dunia pemikiran kesusastraan di Indonesia. Pada akhir 1960-an, ia menerbitkan gagasan mengenai metode kritik sastra, yang dinamakannya Ganzheit, yang kemudian melibatkan beberapa pihak dalam serangkaian diskusi dan pembicaraan. Ada yang “mendukung”, ada yang “menolak” gagasan tersebut, tapi rangkaian pembicaraan itu memberikan gambaran mengenai adanya “aliran-aliran” dalam kritik sastra kita, yakni yang umumnya dikenal sebagai Ganzheit dan “Rawamangun”.

Sekitar satu generasi kemudian, kembali Arief menyodorkan gagasan yang menarik perhatian, yakni mengenai sastra kontekstual. Lebih dari gagasannya mengenai metode Ganzheit, sastra kontekstual ini dalam waktu singkat telah mengundang komentar banyak pihak. Orang tentu bisa saja membayangkan rangkaian komentar itu sebagai sesuatu yang berlangsung seru, dan, karena itu, menyebutnya sebagai “perdebatan”.

Nah, buku yang disunting Ariel Heryanto ini merupakan bunga rampai yang dimaksudkan sebagai rekaman “perdebatan” tersebut. Yang dikumpulkannya mencakup makalah, karangan di berbagai media massa, wawancara, dan berita.

Kalau sewaktu melontarkan gagasan mengenai Ganzheit, Arief disaudarakan dengan Goenawan Mohamad, maka dalam sastra kontekstual ini ia dianggap sekubu dengan Ariel Heryanto. Tentu ada bedanya: Goenawan tidak pernah secara bersemangat membicarakan gagasan itu, apalagi berniat mengumpulkan komentar dan pembicaraan tentang Ganzheit, sementara Ariel dengan semangat tinggi menawarkan gagasan tersebut, dan salah satu wujud tawarannya adalah bunga rampai ini.

Ariel punya andil dalam penyusunan gagasan ini, karena itu merasa berkewajiban secara aktif menyebarluaskannya. Perdebatan Sastra Kontekstual ini dibagi menjadi delapan bagian. Bagian kesatu merupakan pendahuluan, yang disusun Ariel Heryanto. Karangan sepanjang sekitar 30 halaman itu berusaha memaparkan lahirnya gagasan sastra kontekstual, yang lahir kira-kira pada akhir 1984, yakni ketika berlangsung Sarasehan Kesenian di Solo.

Dalam pendahuluan ini disinggung Ariel bahwa pada sarasehan itu, sebenarnya Arief tidak mempergunakan istilah tersebut - istilah itu dipergunakan Ariel. Yang menarik, kata Ariel, istilah sastra kontekstual yang dipakainya tidak persis sama dengan yang kemudian menyebar luas atas jasa Arief Budiman.

Menurut editor, ada tiga faktor penting yang memungkinkan meriah dan larisnya perdebatan sastra kontekstual selama belahan pertama tahun 1985, yakni momen historis, penampilan seorang Arief, dan dukungan media massa.

Bagian kedua berisi sebuah tulisan Ariel dan tiga buah karangan Arief, yang oleh editor digolongkan sebagai umpan pertama perdebatan “sastra kontekstual”. Bagian ini boleh dianggap sebagai landasan bagi rangkaian pembicaraan selanjutnya - di antara karangan Arief terdapat makalah untuk Sarasehan Seni di Solo, 1984, Catatan Kebudayaan Horison yang berjudul “Mencari Sastra yang Berpijak di Bumi: Sastra Kontekstual”, Januari 1985.

Bagian ketiga digolongkan sebagai umpan kedua, berisi tiga karangan, sebuah oleh Arief dan dua buah lagi dan Ariel. Bagian ini boleh digolongkan sebagai semacam lanjutan pemikiran Arief dan Ariel. Bagian keempat merupakan sejumlah laporan atau berita yang dimuat di beberapa media massa cetak mengenai gagasan “sastra kontekstual”.

Bagian kelima berisi beberapa tanggapan terhadap gagasan umpan yang dimuat dalam bagian pertama dan kedua. Dalam bagian ini dimuat karangan Umar Kayam, “Sastra Kontekstual yang Bagaimana?”, yang merupakan tanggapan terhadap gagasan Arief dalam Sarasehan di Solo, dan “Catatan Kebudayaan” Horison. Di samping itu, terdapat juga karangan-karangan lain, di antaranya dari Hendrik Berybe, Afrizal Malna, dan Veven Sp. Wardhana.

Bagian keenam berisi karangan Arief, yang berjudul “Sastra Kontekstual - Sebuah Penjelasan”, sebuah uraian mengenai gagasan yang telah menimbulkan beberapa salah paham itu, dan “Sastra Kontekstual: Menjawab Kayam”, yang merupakan jawaban atas “kesalahpahaman” Kayam. Pada bagian ini, Ariel juga berusaha menjelaskan gagasannya lebih lanjut.

Bagian ketujuh berupa rangkaian karangan Arief dan Ariel sebelum ramai-ramai sastra kontekstual ini. Antara lain, dimuat karangan Arief “Metode Ganzheit dalam Kritik Seni, yang pernah menghasilkan serangkaian pembicaraan itu.

Bagian kedelapan berisi tiga tulisan yang digolongkan sebagai tulisan pendorong, yakni karangan Goenawan Mohamad, “Sebuah Pembelaan untuk Teater Indonesia Mutakhir” karangan Rendra, “Sastra dan Masyarakat”, dan tulisan Emha Ainun Nadjib, “Sastra Independen”. Dari jenis karangan yang dimuat dalam bunga rampai ini terkesan bahwa masalah yang ingin dijangkau editor terlampau luas.

Akibatnya, pembaca sulit memusatkan perhatian pada pokok masalah yang ingin ditawarkannya. Hal ini mungkin disengaja, karena editor mungkin beranggapan masalah sastra kontekstual memang luas jangkauannya. Tetapi mungkin juga hal itu disebabkan editor sebenarnya tidak tahu betul apa yang ingin disodorkannya, sehubungan dengan gagasannya sendiri, dan gagasan Arief, yang kemudian dikenal sebagai “sastra kontekstual”.

Menurut editor ada perbedaan antara ia dan Arief mengenai gagasan ini. Bainya, “satra kontekstual” terutama berarti pemahaman atas kesusastraan dengan meninjau kaitan mutlak kesusastraan itu pada konteks sosial historisnya. Sedangkan Arief, katanya, beranggapan bahwa sastra semacam itu adalah karya sastra yang sesuai dengan konteks sosial-historis masyarakat di sekeliling tempat terciptanya karya sastra itu.

Sebenarnya, Arief merumuskan gagasannya itu dengan berbagai cara. Toh rumusan tersebut tetap saja bisa menimbulkan salah tafsir dan salah paham. Dan justru itulah yang menghasilkan “perdebatan” ini. Begitu rumitnya pemahaman, dan begitu khawatirnya terhadap salah tafsir, sehingga salah seorang penanggap, Nadjib Kertapati Z., menulis “pemahaman yang sekaligus panutan saya ini bagi Arief bahkan mungkin merupakan kesalahpahaman baru”.

Perdebatan mengenai sastra kontekstual ini digambarkan editor sebagai “meriah dan laris”. Itu bisa dimaklumi karena dalam pelbagai pembicaraan muncul sejumlah istilah, yang seolah-olah tak henti-hentinya kita bicarakan: Barat, kiri, universal, borjuis, elite, keindahan, dan sebagainya. Kata-kata itu punya konotasi yang beragam dalam benak kita, dan merupakan landasan bagus untuk “perdebatan”. Tidak heran dalam serangkaian pembicaraan tersebut muncul pula ejekan, sindiran, dan bahkan caci maki. Mungkin sekali tentang suatu istilah yang- memiliki pengertian berbeda bagi masing-masing pihak.

Dalam pendahuluannya, Ariel membuat pengandaian: “seandainya seorang Arief Budiman tidak hadir dalam Sarasehan Kesenian 1984, dan tidak mempersoalkan sama sekali pembicaraan dan sarasehan itu, akan terlahirkah perdebatan seperti ’sastra kontekstual’?” Ariel menjawab, mungkin ada. Kita mungkin menjawab, mungkin tidak ada. Tapi, yang sangat menonjol dalam “perdebatan” ini adalah sosok Arief, yang sewaktu Sarasehan di Solo membuat apologi, “terus terang dalam sastra dan seni pada umumnya saya lebih berperan sebagai pengamat dari jauh. Karena bidang perhatian saya, seperti yang Anda ketahui, sekarang ini lebih banyak pada permasalahan politik dan ekonomi.”

Toh, Arief merasa gembira berada di tengah-tengah sastrawan dan seniman karena, katanya, memperoleh “sesuatu yang tidak saya peroleh dari kesibukan-kesibukan saya dalam diskusi-diskusi tentang masalah-masalah sosial ekonomi.” Dalam sebuah wawancaranya, Arief juga menunjukkan semacam apologi. Katanya, “Sebenarnya saya akan tinggalkan kesenian. Agak kesal juga, karena saya mesti menjadi juru bicara sastra kontekstual yang sesungguhnya orang harus lebih banyak bertanya kepada Ariel Heryanto, yang lebih mumpuni di bidang itu.”

Tetapi, meminjam istilah Kayam, Arief punya “pengikut”, tidak sedikit yang tertarik mengikuti gagasan-gagasannya, meskipun - seperti yang tampak dalam bunga rampai ini - tidak jarang mereka itu sebenarnya tidak betul-betul memahaminya. Jadi, meskipun Arief sudah ingin meninggalkan kesenian untuk lebih tekun melakukan diskusi tentang masalah sosial ekonomi, tak banyak orang yang “menuntut”-nya sebagai pemandu di bidang kesusastraan. Dengan demikian, setiap gagasan Arief diterima, lalu disebarluaskan dengan cepat.

17 Mei 1986

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito