PERDEBATAN SASTRA KONTEKSTUAL
Susunan: Ariel Heryanto
Penerbit: CV Rajawali, Jakarta,
1985, 501 halaman
Peresensi: Sapardi Djoko Damono
http://majalah.tempointeraktif.com/
ARIEF Budiman adalah seorang tokoh yang unik dalam dunia pemikiran kesusastraan di Indonesia. Pada akhir 1960-an, ia menerbitkan gagasan mengenai metode kritik sastra, yang dinamakannya Ganzheit, yang kemudian melibatkan beberapa pihak dalam serangkaian diskusi dan pembicaraan. Ada yang “mendukung”, ada yang “menolak” gagasan tersebut, tapi rangkaian pembicaraan itu memberikan gambaran mengenai adanya “aliran-aliran” dalam kritik sastra kita, yakni yang umumnya dikenal sebagai Ganzheit dan “Rawamangun”.
Sekitar satu generasi kemudian, kembali Arief menyodorkan gagasan yang menarik perhatian, yakni mengenai sastra kontekstual. Lebih dari gagasannya mengenai metode Ganzheit, sastra kontekstual ini dalam waktu singkat telah mengundang komentar banyak pihak. Orang tentu bisa saja membayangkan rangkaian komentar itu sebagai sesuatu yang berlangsung seru, dan, karena itu, menyebutnya sebagai “perdebatan”.
Nah, buku yang disunting Ariel Heryanto ini merupakan bunga rampai yang dimaksudkan sebagai rekaman “perdebatan” tersebut. Yang dikumpulkannya mencakup makalah, karangan di berbagai media massa, wawancara, dan berita.
Kalau sewaktu melontarkan gagasan mengenai Ganzheit, Arief disaudarakan dengan Goenawan Mohamad, maka dalam sastra kontekstual ini ia dianggap sekubu dengan Ariel Heryanto. Tentu ada bedanya: Goenawan tidak pernah secara bersemangat membicarakan gagasan itu, apalagi berniat mengumpulkan komentar dan pembicaraan tentang Ganzheit, sementara Ariel dengan semangat tinggi menawarkan gagasan tersebut, dan salah satu wujud tawarannya adalah bunga rampai ini.
Ariel punya andil dalam penyusunan gagasan ini, karena itu merasa berkewajiban secara aktif menyebarluaskannya. Perdebatan Sastra Kontekstual ini dibagi menjadi delapan bagian. Bagian kesatu merupakan pendahuluan, yang disusun Ariel Heryanto. Karangan sepanjang sekitar 30 halaman itu berusaha memaparkan lahirnya gagasan sastra kontekstual, yang lahir kira-kira pada akhir 1984, yakni ketika berlangsung Sarasehan Kesenian di Solo.
Dalam pendahuluan ini disinggung Ariel bahwa pada sarasehan itu, sebenarnya Arief tidak mempergunakan istilah tersebut - istilah itu dipergunakan Ariel. Yang menarik, kata Ariel, istilah sastra kontekstual yang dipakainya tidak persis sama dengan yang kemudian menyebar luas atas jasa Arief Budiman.
Menurut editor, ada tiga faktor penting yang memungkinkan meriah dan larisnya perdebatan sastra kontekstual selama belahan pertama tahun 1985, yakni momen historis, penampilan seorang Arief, dan dukungan media massa.
Bagian kedua berisi sebuah tulisan Ariel dan tiga buah karangan Arief, yang oleh editor digolongkan sebagai umpan pertama perdebatan “sastra kontekstual”. Bagian ini boleh dianggap sebagai landasan bagi rangkaian pembicaraan selanjutnya - di antara karangan Arief terdapat makalah untuk Sarasehan Seni di Solo, 1984, Catatan Kebudayaan Horison yang berjudul “Mencari Sastra yang Berpijak di Bumi: Sastra Kontekstual”, Januari 1985.
Bagian ketiga digolongkan sebagai umpan kedua, berisi tiga karangan, sebuah oleh Arief dan dua buah lagi dan Ariel. Bagian ini boleh digolongkan sebagai semacam lanjutan pemikiran Arief dan Ariel. Bagian keempat merupakan sejumlah laporan atau berita yang dimuat di beberapa media massa cetak mengenai gagasan “sastra kontekstual”.
Bagian kelima berisi beberapa tanggapan terhadap gagasan umpan yang dimuat dalam bagian pertama dan kedua. Dalam bagian ini dimuat karangan Umar Kayam, “Sastra Kontekstual yang Bagaimana?”, yang merupakan tanggapan terhadap gagasan Arief dalam Sarasehan di Solo, dan “Catatan Kebudayaan” Horison. Di samping itu, terdapat juga karangan-karangan lain, di antaranya dari Hendrik Berybe, Afrizal Malna, dan Veven Sp. Wardhana.
Bagian keenam berisi karangan Arief, yang berjudul “Sastra Kontekstual - Sebuah Penjelasan”, sebuah uraian mengenai gagasan yang telah menimbulkan beberapa salah paham itu, dan “Sastra Kontekstual: Menjawab Kayam”, yang merupakan jawaban atas “kesalahpahaman” Kayam. Pada bagian ini, Ariel juga berusaha menjelaskan gagasannya lebih lanjut.
Bagian ketujuh berupa rangkaian karangan Arief dan Ariel sebelum ramai-ramai sastra kontekstual ini. Antara lain, dimuat karangan Arief “Metode Ganzheit dalam Kritik Seni, yang pernah menghasilkan serangkaian pembicaraan itu.
Bagian kedelapan berisi tiga tulisan yang digolongkan sebagai tulisan pendorong, yakni karangan Goenawan Mohamad, “Sebuah Pembelaan untuk Teater Indonesia Mutakhir” karangan Rendra, “Sastra dan Masyarakat”, dan tulisan Emha Ainun Nadjib, “Sastra Independen”. Dari jenis karangan yang dimuat dalam bunga rampai ini terkesan bahwa masalah yang ingin dijangkau editor terlampau luas.
Akibatnya, pembaca sulit memusatkan perhatian pada pokok masalah yang ingin ditawarkannya. Hal ini mungkin disengaja, karena editor mungkin beranggapan masalah sastra kontekstual memang luas jangkauannya. Tetapi mungkin juga hal itu disebabkan editor sebenarnya tidak tahu betul apa yang ingin disodorkannya, sehubungan dengan gagasannya sendiri, dan gagasan Arief, yang kemudian dikenal sebagai “sastra kontekstual”.
Menurut editor ada perbedaan antara ia dan Arief mengenai gagasan ini. Bainya, “satra kontekstual” terutama berarti pemahaman atas kesusastraan dengan meninjau kaitan mutlak kesusastraan itu pada konteks sosial historisnya. Sedangkan Arief, katanya, beranggapan bahwa sastra semacam itu adalah karya sastra yang sesuai dengan konteks sosial-historis masyarakat di sekeliling tempat terciptanya karya sastra itu.
Sebenarnya, Arief merumuskan gagasannya itu dengan berbagai cara. Toh rumusan tersebut tetap saja bisa menimbulkan salah tafsir dan salah paham. Dan justru itulah yang menghasilkan “perdebatan” ini. Begitu rumitnya pemahaman, dan begitu khawatirnya terhadap salah tafsir, sehingga salah seorang penanggap, Nadjib Kertapati Z., menulis “pemahaman yang sekaligus panutan saya ini bagi Arief bahkan mungkin merupakan kesalahpahaman baru”.
Perdebatan mengenai sastra kontekstual ini digambarkan editor sebagai “meriah dan laris”. Itu bisa dimaklumi karena dalam pelbagai pembicaraan muncul sejumlah istilah, yang seolah-olah tak henti-hentinya kita bicarakan: Barat, kiri, universal, borjuis, elite, keindahan, dan sebagainya. Kata-kata itu punya konotasi yang beragam dalam benak kita, dan merupakan landasan bagus untuk “perdebatan”. Tidak heran dalam serangkaian pembicaraan tersebut muncul pula ejekan, sindiran, dan bahkan caci maki. Mungkin sekali tentang suatu istilah yang- memiliki pengertian berbeda bagi masing-masing pihak.
Dalam pendahuluannya, Ariel membuat pengandaian: “seandainya seorang Arief Budiman tidak hadir dalam Sarasehan Kesenian 1984, dan tidak mempersoalkan sama sekali pembicaraan dan sarasehan itu, akan terlahirkah perdebatan seperti ’sastra kontekstual’?” Ariel menjawab, mungkin ada. Kita mungkin menjawab, mungkin tidak ada. Tapi, yang sangat menonjol dalam “perdebatan” ini adalah sosok Arief, yang sewaktu Sarasehan di Solo membuat apologi, “terus terang dalam sastra dan seni pada umumnya saya lebih berperan sebagai pengamat dari jauh. Karena bidang perhatian saya, seperti yang Anda ketahui, sekarang ini lebih banyak pada permasalahan politik dan ekonomi.”
Toh, Arief merasa gembira berada di tengah-tengah sastrawan dan seniman karena, katanya, memperoleh “sesuatu yang tidak saya peroleh dari kesibukan-kesibukan saya dalam diskusi-diskusi tentang masalah-masalah sosial ekonomi.” Dalam sebuah wawancaranya, Arief juga menunjukkan semacam apologi. Katanya, “Sebenarnya saya akan tinggalkan kesenian. Agak kesal juga, karena saya mesti menjadi juru bicara sastra kontekstual yang sesungguhnya orang harus lebih banyak bertanya kepada Ariel Heryanto, yang lebih mumpuni di bidang itu.”
Tetapi, meminjam istilah Kayam, Arief punya “pengikut”, tidak sedikit yang tertarik mengikuti gagasan-gagasannya, meskipun - seperti yang tampak dalam bunga rampai ini - tidak jarang mereka itu sebenarnya tidak betul-betul memahaminya. Jadi, meskipun Arief sudah ingin meninggalkan kesenian untuk lebih tekun melakukan diskusi tentang masalah sosial ekonomi, tak banyak orang yang “menuntut”-nya sebagai pemandu di bidang kesusastraan. Dengan demikian, setiap gagasan Arief diterima, lalu disebarluaskan dengan cepat.
17 Mei 1986
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar