Rabu, 03 Februari 2021

Eksistensialisme Rara Mendut

Judul: Rara Mendut (Sebuah Trilogi)
Penulis: YB Mangunwijaya
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, 2008
Tebal: 799 halaman
Peresensi: Ganug Nugroho Adi
suaramerdeka.com
 
NOVEL ini berangkat dari cerita rakyat Jawa pada abad ke-17. Sebuah kisah cinta yang pahit dengan latar belakang kekuasaan keraton, dengan ending yang klasik seperti halnya tragedi cinta sebelumnya; Ken Arok-Ken Dedes, Ki Ageng Mangir-Pambayun, atau Pangeran Pabelan-Sekar Kedaton pada masa Kasultanan Pajang.
 
Tapi kekuatan kisah Rara Mendut, trilogi ini memang bukan pada ending. Menumpukkan kisah pada tiga tokoh sentral; Mendut-Pranacitra-Wiraguna, novel ini menjadi semacam monitor raksasa yang memutar ulang tragedi cinta yang begitu melegenda pada awal berdirinya Kerajaan Mataram itu.
 
Rara Mendut bukan sekadar kisah hitam putih dengan akhir yang klasik; memberontaki kekuasaan, lalu mati. Bukan pula dongeng yang diceritakan berulang-ulang oleh ibu-ibu kita sebelum tidur. Di tangan Romo Mangun, Rara Mendut bisa jadi sebuah bentuk gugatan terhadap patriakat ?sebuah upaya mengangkat eksistensialisme perempuan yang menegaskan bahwa perempuan sebagai pemegang nasib sendiri, di tengah kungkungan sejarah yang murni patriarkat.
 
Trilogi ini terdiri atas babak; Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri. Kisah berawal sesaat sebelum Tumenggung Wiraguna, panglima perang Mataram, meluluhlantakan Kadipaten Pati, karena sang adipati, Pragola, tak mengakui kekuasaan Hanyokrokusuma (Sultan Agung) di Mataram. Mendut, sebagai calon selir Pragola, yang ketika itu sedang “disimpan” di Kaputren Kadipaten, menjadi perempuan rampasan, setelah Wiraguna meluluhlantakkan Pati.
 
Tak hanya mengupas latar belakang hidup si Mendut sebagai anak pantai yang berjiwa bebas -sebelum menjadi Den Rara, novel ini juga mengangkat perang batin yang dialami sang tokoh antagonis yaitu Tumenggung Wiraguna. Jangan dikira bahwa sang Tumenggung membunuh Mendut dan Pranacitra begitu saja dengan darah dingin.
 
Sebaliknya, Wiraguna mencoba memaklumi penolakan Mendut dan memberi kesempatan untuk berjualan puntung rokok demi membayar pajak, sebagai ganti penolakannya.
 
Erotisme Roro Mendut ketika berjualan puntung rokok bekas kulumannya, pun menjadi daya tarik tersendiri. Betapa pada masa lalu, perempuan telah menyadari kecantikannya sebagai potensi yang “komersial”.
 
Kesabaran Wiraguna yang kedua, bahwa sebelum keris sang Tumenggung menembus dada Pranacitra, sang Tumenggung sempat memberi pilihan, memberi kesempatan Pranacitra untuk membela diri, bertempur layaknya laki-laki. Sebuah sikap ksatria dari seorang panglima perang. Sebab jika mau, Wiraguna bisa saja menghabisi Pranacitra, saingannya ini, dalam sekali tepuk. Wedana-Dalem datang membawa tiga ekor kuda, sepasang tombak, dan sebilah keris. Tombak dan keris diberikannya kepada Pranacitra dan diterimanya (halaman 275).
 
Pertarungan
 
Hingga akhirnya terjadilah pertarungan yang tak seimbang itu. Tak seimbang karena Wiraguna seorang panglima perang yang tentu sudah sangat terlatih, sementara Pranacitra hanyalah seorang laki-laki nelayan yang cenderung manja karena kekayaan ibunya, Singabarong.
 
Pahlawan dalam novel ini, tentu saja, juga bukan Pranacitra, melainkan Mendut sendiri. Dan tidak seperti dalam kisah yang sering kita dengar, Mendut tidak mati karena bunuh diri. Di tangan Romo Mangun, Mendut bukanlah seorang perempuan cengeng yang mati karena menghujamkan keris ke dadanya sendiri, sesaat setelah tahu kekasihnya, Pranacitra, mati. Wiraguna mengamuk untuk kedua kalinya dan penuh nafsu menikamkan kerisnya ke arah dada Pranacitra. Tetapi pada saat itu Mendut maju spontan bermaksud membela kekasihnya. Tanpa sengaja keris Wiraguna menusuk jantung Mendut yang rebah di atas kekasihnya. (halaman 278).
 
Lewat tokoh Mendut, mau tidak mau, Romo Mangun memang menyisipkan eksistensialisme perempuan, sekaligus mengritik daya represi militer dan hegemoni kekuasaan. Simak misalnya alasan penolakan tegas dari Mendut sebagai selir. Mendut bersembah, Rambut-rambut wanita panjang, Kanjeng Tumenggung. Daya rabanya pun panjang dan lembut. Wanita di dalamku merasa; Paduka mencintai gengsi kaum pria. Paduka mencintai kewibawaan panglima yang jaya. Bukan si Mendut yang si Mendut. Mendut bagi paduka hanya lambang peneguhan kejayaan senjata dan kewibawaan Mataram. (halaman 274)
 
Boleh jadi seperti itulah Roro Mendut dalam benak Romo Mangun.
 
Mendut yang gadis pantai merasa tidak memiliki apa-apa, maka dengan sekuat tenaga ia mempertahankan satu-satunya yang ia miliki kebebasan. Selain karena memang berasal dari keluarga miskin, tradisi sosial masyarakat Jawa memang tidak mengijinkan adanya kepemilikan berlebih bagi masyarakat nonistana. Apalagi Mendut yang “hanya” perempuan. Ia hanya mencoba menikmati kebebasan yang ia miliki karena semasa di desanya itulah anugerah yang paling ia syukuri.
 
Keperawanan
 
Mendut tersadarkan setelah diboyong Adipati Pati (Pragola) yang kemudian dijadikan boyongan perang oleh Mataram. Ia semakin tergila-gila akan kebebasan setelah dinyatakan akan dijadikan selir oleh Wiraguno. Meski sebelumnya di Pati ia sempat mengutarakan pandangan-pandangannya yang lain dari keumuman tradisi waktu itu bahkan kini.
 
Pandangan-pandangan ini patut dijadikan teladan kaum laki-laki juga dicetuskan Mendut. Seperti bagaimana ia memandang sebuah keperawanan. Mendut mengatakan bahwa keperawanan tidak mutlak ditentukan dari segi fisik, namun juga segi psikis. Ikhlas tidaknya perempuan ketika bersetubuh, itulah nilai utama sebuah keperawanan.
 
Ketegaran Roro Mendut untuk mati demi cinta, kian menegaskan bahwa ia bereksistensi melalui pilihannya itu. Selain ia merasa bebas memilih, ia pun bebas menentukan apa yang harus ia lakukan tanpa pengaruh nilai-nilai yang mencibirnya sebagai wanita Jawa yang “hanya” menjadi konco wingking, harus siap surga nunut, neraka katut terhadap laki-laki. Namun Mendut tidak memilih keduanya, ia tidak sudi dijadikan istri pemenang perang sebagaimana layaknya tradisi wanita timur diperlakukan. Ia juga tidak mau menjalani hidupnya dengan mengekor kejayaan laki-laki. Ia menciptakan alternatif sendiri yang berada di luar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat Jawa kala itu. Dan ia memilih mati, bukan dengan bunuh diri.
 
Sebagai kisah yang telah melegenda, Rara Mendut memang mempunyai banyak ruang tafsir.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/02/eksistensialisme-rara-mendut/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito