Senin, 25 Januari 2021

Lokalitas, Mutilasi Budaya, dan Multikultural

Beni Setia *
Lampung Post, 18 Nov 2012
 
YANG tersisa dari gaung seminar Wong Jawa Ilang Jawane (Balai Budaya Sudjamiko, Solo, 14-6-2009) itu asumsi dasar dari diskusi. Siapa (orang) Jawa dan apa fenomena kejawaan yang hilang.
 
INI sekaligus mengingatkan penulis ke satu obrolan di depan Aula Graha Sanusi Hardjadinata (Unpad, Bandung, 21-2-2009) saat peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). Pas ada teman yang menunjukkan draf kumpulan puisi Sunda, yang akan diterbitkan, dan meminta agar dibuatkan semacam kata pengantar.
 
Kami spontan memeriksa draf itu, dan tiba satu kesimpulan, bahwa poetika dan rasa bahasa dalam memilih serta menyusun diksi tidak beraroma dan berkepekaan rasa Sunda. Mungkin karena faktor usia si penyair -sekitar 40 tahun-, tak peduli si penyair sengaja mengambil idiom dari teks khazanah budaya Sunda c.q. budayawan Hasan Mustapa dan fakta sosial aktual lokal Masjid Agung Bandung, dan tidak peduli semua puisi itu bergenre sajak bebas.
 
Bahkan tiba di kesimpulan mengerikan: ada pengaruh pola estetika persajakan asing, ada kata/bahasa non-Sunda yang diserap sebagai kosa kata pinjaman, dan ada aspek sosial-budaya yang tidak eksklusif Sunda tapi sengaja dipinjam sebagai idiom ungkap. Citarasa Sunda dan eksotisme lokalitas hilang, meski komunikatif, karena secara teks tak berbeda dengan puisi berbahasa Indonesia.
 
Ini terlihat dari munculnya sosok Bob Dyllan, sebagai referensi si penyanyi lagu pop internasional yang menyejarah sebagai ikon si anak muda antiperang di Amerika. Atau, diksi tol sebagai semiotika perampasan hak petani oleh negara yang berambisi membangun tanpa menyejahterakan petani yang faktual tidak lagi memiliki sawah. Tanpa merujuk fakta sejarah di Tangerang, Betawi, dan Bogor di masa kolonial awal Belanda, tentang tanah partikelir yang mengharuskan siapa saja yang lewat di fasilitas jalan di zona itu harus membayar tol, yang melahirkan novel grafis klasik Ganes T.H., Tuan Tanah Kedawung, atau Si Buta dari Gua Hantu. Fakta sejarah yang bila dioplos dengan fakta tol kini akan jadi komposisi derita abadi tanpa penanda merdeka 17/8.
 
Untuk fenomena bahasa, Wawan Husain cerdas mengajukan sebuah istilah yang menohok kesadaran. Si multilinguist dan tak sekedar bilinguist, buat menandai ujud orang Sunda yang tidak mono-linguist terisolasi dalam komunitas dan habitat orisinal -total terpisah dari dunia. Tapi mungkinkah (masih) ada komunitas Sunda (baca: Jawa, karena fokus tulisan ini merujuk ke budaya Jawa) yang hidup dalam satu lost horison?
 
Komunitas Sunda yang secara “sadar” memisahkan diri ke dalam kubah eksklusivitas di Sukabumi selatan itu, misalnya, memang masih mempertahankan sistem pertanian dan tradisi asli, tapi mereka juga tak mengisolasi diri di asylum xenophobia. Mereka menerima cara berpakaian lain, cara perniagaan lain, dan alat hiburan terkini c.q. radio, tape, VCD dan televisi?hampir mirip dengan kesadaran berbudaya Samin di sekitar Cepu.
 
Mayoritas orang Sunda (baca: Jawa) hidup dalam pola budaya berbahasa Sunda (baca: Jawa) di rumah dan dengan teman bermainan semenjak kecil, lantas berbahasa Indonesia saat menempuh pendidikan sejak TK sampai PT -kini malah bahasa Inggris- dan bekerja. Spontan semua referensi berbahasa dan berpikir etis Sunda (baca: Jawa) dipenggal dan direduksi etika dan tertib berbahasa Indonesia yang teramat dominan di kehidupan riil. Yang primair memancarkan etika lokal tiba-tiba dihempaskan, diganti oleh referensi etika baru dari pembiasaan berpikir dan berbahasa baru, karena itu laku santun menghargai yang lebih berpangkat dan lebih tua didegradasi sikap humanistik sederajat yang demokratik, atau yang sok egaliter kurang ajar amerikanistik.
 
Di titik ini, masalahnya bukan cuma subordinasi bahasa Sunda (baca: Jawa) oleh pilihan progresif prokemajuan yang bercirikan bahasa modern Indonesia dan Inggris, yang memunculkan dominasi budaya dan tak sekadar dominasi bahasa, seperti yang amat disadari pemikir post-moderinisme. Yang terjadi karena bahasa itu tidak sekadar mengubah preferensi etika berbahasa dan tertib berpikir sesuai tuntutan tata bahasa, tapi juga sebuah medium yang aktif menyodorkan aneka informasi pengetahuan serta gaya hidup yang harus diinpentarisasi, dipilih serta dipilah sesuai kebutuhan. Si orang yang berbahasa (baca: menyimak komunikasi lisan dan tulisan) sebenarnya sedang dikocok oleh banyak informasi, yang menimbulkan bah apatisme bagi si orang yang tidak siap menanggapinya. Anak muda yang pasif terdampar di dalam tsunami MTV, misalnya -berbeda dengan Islam yang bebas ditafsirkan dan menghasilkan mistisme kejawen, atau mitologi babad yang menyebabkan silsilah raja-raja Jawa bisa terkait erat dengan klan Amarta dari epik Mahabarata dengan menyisipkan tokoh rekaan Semar.
 
Anak-anak muda dan generasi bapak-ibu beranak usia SD-SMP adalah generasi yang tidak hanya dipaksa keadaan untuk hidup dengan keharusan multi-linguist, tapi juga multikultural, sebagai konsekuensi dari harus selalu toleran menerima informasi pendidikan, pengetahuan, ilmu, cara bergaul, gaya hidup, dan cara bersantai aktual kini yang meng-Indonesia dan menginternasional. Dan itu jadi pilihan politis negara untuk membina toleransi warga di tengah fenomena gerakan pemurnian cara beragama c.q. Islam, Kristen, dan Hindu atau Buddha.
 
Selain berupaya mengikuti gerakan antibandul nonreligius yang merujuk kepada cara berpolitik serta bernegara yang terkait dengan ideologi yang sekuler dan sekaligus tidak menyertakan tradisi (adat) yang diwariskan oleh leluhur di sisi lainnya.
 
Fenomena yang menyebabkan para orang tua kini kehilangan fungsi aji sejati kearifan budaya lokal, yang –sayangnya- tak dianggap sebagai satu siksaan (budaya) bagi generasi yang terbiasa dalam kondisi pola didik dan aroma bergaul yang sudah meng-Indonesia dan nginternasional. Tapi tak ada yang salah dengan generasi muda, mereka ditakdirkan hidup dalam pola bahasa dan budaya yang memang sudah edan seperti yang diramalkan Ranggawasita. Sekaligus tak bisa menyalahkan generasi tua yang sadar memilih strategi budaya progresif prokemajuan dengan memihak budaya Barat-c.q. bahasa Indonesia dan Inggris. Pihak pertama yang memilih ngedhan mengikuti kehendak zaman. Yang harus dilakukan hanya upaya refleksi budaya: mengawetkan budaya lalu, merevitalisasi khazanah budaya lalu, dan sekaligus menampilkannya lagi sebagai ekspresi budaya alternatif, dan berharap diapresiasi sebagai local genius yang sederajat dengan ekspresi budaya dominan.
 
Tak ada waktu buat menangis atau terharu, hanya ada kesempatan untuk survive secara kreatif meski dengan kehilangan orisinalitas dan autentisitas budaya, seperti yang diandaikan Arswendo Atmowiloto dalam novel Canting, ketika mengekalkan tradisi mengenakan baju batik dengan memanfaatkan teknologi printing dan bukan bersetia pada pola (batik) tulis. Menyakitkan memang!
***
 
*) Beni Setia, lahir di Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika Gerak (1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun, dan tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2021/01/lokalitas-mutilasi-budaya-dan-multikultural/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito