Heru Joni Putra
www.harianhaluan.com, 13 Maret 2011
Setiap ada tulisan perihal kritik sastra, tak jarang muncul polemik, baik itu yang mempermasalahkan langkanya kritikus sastra, karya kritik yang tidak layak, ataupun yang mempertanyakan peran akademisi sastra sebagai kritikus sastra.
Setidaknya hal tersebut selalu menjadi bahan pembicaraan yang tak dapat dihindarkan. Tetapi tetap saja tak ada muncul kritikus yang diharapkan—(sebenarnya penggunaan kata “diharapkan” di sini pun agak meragukan bagi saya, karena harapan sastrawan sebagai produsen karya sering tak sesuai dengan harapan kritikus), sehingga polemik-polemik mengenai kritik sastra terus berlanjut sampai sekarang dan bahkan merembes ke masalah lain.
Saya sebagai mahasiswa sastra, tentu saja secara tidak langsung ikut disebut dalam polemik itu. Ditambah lagi dengan komentar asal-asalan yang disebutkan oleh seorang teman saya mengenai mengapa di Fakultas Sastra Universitas Andalas lebih banyak melahirkan penyair atau cerpenis. Menurut teman saya itu, sejatinya Fakultas Sastra melahirkan kritikus sastra. Sejenak saya setuju dengan komentar teman saya itu, karena memang begitu sejatinya. Tetapi bagi saya alangkah baiknya bila komentar itu ia tujukan kepada dosen-dosen sastra, yang mana mereka lebih banyak ilmu dan pengetahuan sastra dibanding mahasiswa. Sementara mahasiswanya belum apa-apa dibanding dosennya. Meskipun pada beberapa kasus, yang terjadi malah sebaliknya, tetapi hal ini hanya sebagian kecil. Hanya sebagian kecil.
Dengan tampang prihatin yang dibuat-dibuat, teman saya itu mengakhiri komentarnya dengan senyuman sinis, sambil menatap tajam ke mata saya. Saya berani mengatakan bahwa komentar teman saya itu sangat asal-asalan karena, pertama, ia sepertinya menganggap bahwa yang pantas menjadi kritikus sastra itu harus berasal dari Fakultas Sastra. Kedua, ia menitikberatkan komentarnya itu pada mahasiswa sastra, yang mana tidak semua mahasiswa sastra mempunyai ilmu dan pengetahuan yang luas mengenai kesastraan. Ketiga, ia sendiri hanya sanggup bicara saja.
Maka, oleh karena itu, bagi saya sebaiknya lepaskan saja ikatan antara Fakultas Sastra dan kritikus sastra, karena ikatan ini setidaknya akan memunculkan dua anggapan—yang sering menimbulkan masalah. Pertama, akademisi sastra adalah kritikus sastra, dan kedua, yang bisa menulis kritik sastra itu cuma yang berasal dari Fakultas Sastra. Oleh karena itu, di tengah iklim kesastraan yang tidak kondusif ini, yang paling pantas menjadi kritikus sastra adalah siapapun yang memiliki kepedulian yang berkelanjutan terhadap kritik sastra! Tak peduli apakah dia seorang mahasiswa/dosen sastra, sastrawan, tukang fotokopi di Fakultas Sastra, guru matematika, filsuf, ataupun pacar sastrawan sekalipun.
Meskipun demikian, bukan berarti yang tidak menulis kritik berarti tidak peduli pada kesastraan, tetapi di sini lebih ditekankan pada kritik sastra—baik kritik sebagai jembatan antara pengarang dan pembaca, kritik sebagai karya baru setelah karya asli (criticism as a secondary art), atau pencampuran keduanya.
Dengan melepaskan ikatan ini, barangkali bisa membuat kita tak perlu lagi mempertanyakan kehadiran Fakultas Sastra di dunia sastra kita ini, karena belum tentu mahasiswa/dosen sastra punya perhatian terhadap kritik sastra, manatahu keberadaan mereka di Fakultas Sastra di luar kepentingan sastra. Kita pun harus mengakui bahwa tidak semua benih yang ditaburkan yang akan tumbuh jadi kecambah. Barangkali ada yang ditakdirkan sebegai pelengkap, bahkan perusak. Dan bila kehadiran Fakultas Sastra mana pun tetap tak mampu memberikan apa-apa terhadap kritik sastra yang memadai—meski kata “memadai” sering bergeser-geser kepentingan, pun tak ada masalahnya, karena memang belum ada jaminan yang berani untuk itu.
Dan satu hal lagi, bila kita kembali lagi pada salah satu masalah yang sering dipolemikkan tadi, kelangkaan kritikus sastra. Saya merasa satu hal yang menjadi penyebabnya adalah masih banyak penulis muda yang mengkritik karya sastra kemampuan lisannya lebih fasih daripada kemampuan tulisannya. Akibatnya, kritik yang dihasilkan hanya bisa didengar orang-orang yang dekat dengannya. Alangkah baiknya bila ia menuliskannya dan dibaca bagi semua orang, sehingga bisa dibicarakan dalam konteks yang lebih luas. Tetapi biarpun begitu, dalam hal mengkritik, mengomentari, harus ada alasan yang mendukung, bukan sekadar argumen-argumen yang tak bertanggung jawab atau puji-pujian yang tak berkeruncingan seperti yang sering terlihat di jejaring sosial, facebook.
Belajar dari Darman Moenir
Untuk hal ini, kita—terutama saya dan teman saya para penulis muda—harus belajar dari tulisan seorang penulis novel, Darman Moenir (Haluan, Minggu 23/1).
Satu hal yang harus dicontoh dari tulisan Darman itu adalah kehebatannya menangkap dan memuncul isu-isu yang sangat berguna bagi perkembangan kesastraan, khususnya di Sumatra Barat. Darman berani mengatakan bahwa dalam 30 tahun belakangan ini tak ada novel bermutu dari Sumatra Barat. Bagi saya, isu ini sangat menggairahkan. Tetapi sayang sekali, isu tersebut tidak dibarengi dengan alasan-alasan yang kuat dan jelas. Ia hanya bilang sampai di situ saja. Dalam hal ini, tentu saja, sangat tidak baik bagi kelangsungan kritik sastra kita. Darman tak berani (atau tak mampu?) mempertanggungjawabkan komentar yang dibuatnya itu.
Tetapi lagi-lagi, tulisan ke-dua Darman Moenir (Haluan, Minggu 27/3) yang berjudul Menulis Novel adalah “Kerja” Kreatif! tidak memuncul pemikiran Darman sedikitpun. Dalam tulisannya itu, ia hanya sibuk menyebutkan daftar nama karya dan pengarang terkenal, baik dari Indonesia ataupun luar negeri, yang untuk zaman kini, sangat mudah ditemukan di internet. Di paragraf akhir tulisannya, Darman mengucapkan terimakasih atas banyaknya tanggapan atas tulisannya yang pertama. Lagi-lagi harapan saya agar Darman menuliskan pemikirannya tentang mengapa 30 tahun terakhir tak ada novel bermutu di Sumatra Barat dan bagaimana kehebatan novel Persiden tersebut tidak saya temukan. Tetapi tentu saja saya masih berharap ia akan melakukan itu dengan baik.
Sepertinya menjadi orang-orang yang memiliki kepedulian yang berkelanjutan terhadap telaah sastra yang saya sebut tadi sebagai pihak yang pantas menjadi kritikus sastra, memang tidak semudah membalik telapak tangan. Sejenak kita lepaskan tanggung jawab tersebut kepada generasi yang lebih dulu bergelimang di dunia sastra. Kita coba bergerak ke generasi yang lebih muda, yang rata-rata seumuran dengan saya.
Di tengah tingginya minat menjadi penulis saat ini—terutama di Sumbar, hampir seluruhnya memilih menjadi penulis cerpen atau puisi. Meski tak salah, tetapi sayangnya, pada beberapa orang yang kerap saya perhatikan, kemampuan menulis mereka bercampur dengan niat untuk gagah-gagahan. Tak ada usaha untuk memperlebar diri setidaknya untuk menulis esai sastra, agar pikiran-pikiran mereka pun bisa dibaca orang banyak dan bukan sekadar celotehan ataupun status fesbuk belaka.
Meski hanya beberapa orang saja yang saya perhatikan, tidak tertutup kemungkinan juga terjadi pada penulis (muda) lainnya. Kalau hanya untuk menulis puisi, atau cerpen saja, saya rasa banyak orang yang hebat. Betapa indahnya bila penyair dan cerpenis tak hanya menulis puisi. Bilamana pun ada yang berniat meniru Socrates, filsuf yang tak menulis sepatah kata pun itu, tetapi saya pikir sudah kedaluwarsa, karena toh Socrates lebih dahulu, lagi pula dia punya murid cerdas yang mencatat pemikirannya, Plato.
Tantangan
Dari tulisan saya di atas tadi saya simpulkan sendiri, ternyata menulis kritik sastra itu sangat sulit. Masalah-masalah yang menjadi beban berat bagi kritik(us) sastra, setidaknya bisa kita lihat bersama, terutama pada kasus-kasus yang saya sebutkan di atas.
Untuk menulis kritik sastra ternyata pertama kali harus mempunyai kepedulian yang berkelanjutan terhadap sastra dan kritik sastra, mesti mempunyai keluasan ilmu pengetahuan, harus berani memunculkan gagasan baru, harus mampu mempertanggungjawabkan argumen, harus ini harus itu, dan masih banyak lagi. Tetapi tentu saja tidak harus dari Fakultas Sastra. Dan pertanyaan yang paling penting, siapa yang berani seperti itu? Apakah ada yang berani membalas tulisan saya ini dengan tidak memperumit masalah, melainkan langsung menulis ulasan sastra? Kita lihat saja minggu depan.
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar