Asep Sambodja
http://www.kompas.com
“Tukang pidato adalah seniman,” kata Njoto alias Iramani, menerjemahkan pernyataan Multatuli, “Ook de redenner is een kunstenaar.” Paling tidak, DN Aidit yang dikenal dunia internasional sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) itu juga menulis puisi.
Ada sembilan puisi DN Aidit yang terdapat dalam buku Gugur Merah: Sehimpunan Puisi Lekra, Harian Rakyat 1950-1965 yang dihimpun Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, yang terbit pada bulan September 2008. Sebenarnya jumlah puisi Aidit lebih banyak dari itu, hanya saja ada puisi-puisi Aidit yang tidak lolos dari redaksi Harian Rakyat Minggu, Amarzan Ismail Hamid, yang kini menjadi redaktur senior Tempo dengan nama Amarzan Loebis.
Dari kesembilan puisi itu, ada satu puisi yang sepertinya tidak utuh karena kertas Koran Harian Rakyat itu sudah dimakan rayap, yakni puisi yang berjudul Jauhilah Imperialis AS, yang ditulis pada 20 Juli 1965. Meskipun demikian, pesan yang ingin disampaikan Aidit melalui puisi itu jelas tertangkap, yakni meminta Amerika Serikat menghentikan agresinya di Vietnam.
Kedelapan puisi Aidit yang lainnya adalah Hanya Inilah Jalannya, Sekarang Ia Sudah Dewasa, Yang Mati Hidup Kembali, Kidung Dobrak Salahurus, Sepeda Butut, Untukmu Pahlawan Tani, Tugas Partai, dan Ziarah ke Makam Usani.
Dari judulnya saja sudah cukup terbaca dengan terang-benderang pesan apa yang hendak disampaikan oleh penyair DN Aidit ini. Memang, kebijakan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) dan redaksi Harian Rakyat tidak mengharamkan puisi pamflet. Justru yang dihindari itu adalah puisi-puisi yang dinilai dekaden, klangenan, dan kosong melompong. Konsep seni Lekra adalah 1-5-1, dalam arti “Politik adalah panglima”, “5 kombinasi”, dan “Turun ke bawah”.
Yang dimaksud 5 kombinasi di sini adalah: (1) meluas dan meninggi, (2) tinggi mutu ideologi dan tinggi mutu artistik, (3) tradisi baik dan kekinian revolusioner, (4) kreativitas individual dan kearifan massa, (5) realisme sosialis dan romantik revolusioner.
Dengan kata lain, kelima kombinasi itu menjadi dasar dalam kerja kreatif seniman Lekra dengan payung “politik adalah panglima”. Dan, itu hanya bisa diwujudkan kalau senimannya itu langsung turun ke bawah, langsung merasakan denyut nadi rakyatnya, baik nelayan, petani, buruh, prajurit, pegawai, atau katakanlah kaum wong cilik.
Nah, konsep seperti itulah yang terbaca dalam puisi-puisi DN Aidit ini. Ia, misalnya, langsung bersimpati pada orang-orang kecil yang mati memperjuangkan haknya. Dalam puisi “Untukmu Pahlawan Tani” Aidit menuliskan /kutundukkan kepala/ untukmu pahlawan/ pahlawan tani boyolali. Jelas, bahwa yang dikatakan Aidit dalam puisinya itu memiliki konteks, yakni peristiwa penembakan petani yang terjadi pada 18 November 1964, yang menewaskan tiga petani, yakni Jumari, Sonowiredjo, dan Partodikromo.
Peristiwa penembakan petani itu cukup terekspos secara nasional, sehingga yang merespons peristiwa itu melalui puisi bukan hanya DN Aidit. Penyair lainnya yang juga menulis puisi dengan konteks yang sama adalah Sitor Situmorang, yang menulis Pesan 3 Petani Boyolali, Budi Santosa Djajadisastra yang menulis Ketahon–Suatu Titik Balik, dan Amarzan Ismail Hamid yang menulis Boyolali. Amarzan tidak hanya menulis puisi mengenai hal ini. Dalam buku Laporan Dari Bawah:Sehimpunan Cerita Pendek Lekra, Harian Rakyat 1950-1965 (yang juga disusun oleh Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan), Amarzan juga menulis cerpen dengan judul yang sama, Boyolali. Bahwa ketiga petani itu mati karena memperjuangkan haknya untuk mendapatkan bagi hasil yang sama antara petani dengan pemilik tanah (‘tuan tanah’) Wirjowiredjo, yakni 1:1 sesuau UU Pokok Agraria. Sayang, ketiga petani itu ditembak mati.
Demikian pula dalam puisi Ziarah ke Makam Usani, Aidit menulis /semua kawan tunduk berdiri/ duka cita menyayat hati/ airmata mengalir, butir demi butir/ dan semua berjanji/ akan nyalakan api juang usani …usani pergi, api juangnya nyala abadi/ PKI mekar harum mewangi. Sekali lagi, konteksnya jelas, yakni Usani, seorang perempuan yang mungkin dianggap biasa-biasa saja, tapi di mata seorang ketua partai politik terbesar keempat di Indonesia diberi penghargaan yang demikian terhormat. Aidit menyebutnya, “Wanita pejuang komunis, pembela setia buruh dan tani, yang mati dalam pengabdiannya sebagai proletariat sejati.”
Dalam puisi Ziarah ke Makam Usani ini, Aidit juga memasukkan ideologinya atau ideologi partainya, yakni “Mengganyang si lima jahat”. Kelima “lawan” yang dianggap “jahat” itu adalah (1) “Malaysia”, (2) kabir, (3) 7 setan desa, (4), imperialis AS, (5) Revisionis.
Presiden Soekarno pada 3 Mei 1964 mengeluarkan kebijakan mengenai Dwikora, yang terdiri dari: pertama, Ganyang Malaysia, yang dianggap sebagai negara bentukan neokolonialis Inggris, dan kedua, membantu perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Kebijakan ini ditafsir Aidit sebagai lawan yang harus dihadapi, terutama untuk pembentukan negara federasi Malaysia.
Kabir atau Kapbir adalah akronim dari Kapitalis Birokrat, yakni para purnawirawan militer yang ditempatkan di perusahaan-perusahaan negara, sehingga mengakibatkan mismanagement yang akrab dikenal dengan “salah urus”. Bisa dibayangkan jika Aidit jadi presiden seandainya menang dalam pemilihan umum, maka para purnawirawan militer itu akan dibersihkan dari perusahaan-perusahaan. Makanya, dengan menjadikan kabir sebagai musuh, Aidit dan PKI pun berhadapan dengan militer, terutama Angkatan Darat.
Tujuh setan desa juga dimaksudkan Aidit dan PKI untuk memudahkan warga desa mewaspadai musuh-musuhnya. Ketujuh setan desa yang dimaksud adalah (1) tuan tanah, (2) lintah darat, (3) tengkulak jahat, (4) tukang ijon, (5) bandit desa, (6) pemungut zakat, (7) kapitalis birokrat desa. Untuk poin nomor 6, tentu saja menyebabkan massa PKI di desa berhadapan dengan massa Islam, karena membayar zakat itu merupakan kewajiban sebagai seorang muslim, sama halnya dengan melakukan ibadah sholat atau puasa, serta naik haji bagi yang kaya. Dibandingkan seruan menyerang 3 setan kota, seruan mengganyang 7 setan desa ini lebih bergemuruh di bawah. Dampaknya adalah terjadi konflik horisontal di level akar rumput, mirip dengan konflik di Ambon dan Sambas.
Dengan menempatkan imperialis AS sebagai musuh, meskipun hingga kini kita masih melihat “kreativitas” Amerika di Afghanistan dan Irak, sudah pasti PKI berhadapan dengan Amerika, lengkap dengan mata-matanya. Kalau dalam penelitian Asvi Warman Adam mengenai peristiwa G 30 S 1965 disebutkan adanya keterlibatan CIA, hal itu merupakan sesuatu yang niscaya. Demikian pula dengan menempatkan kaum Revisionis, kalangan yang tidak sejalan dengan paham Revolusi belum selesai, sebagai musuh, maka Aidit dan PKI serta merta membuat jurang pemisah yang semakin dalam.
Dari puisi Ziarah ke Makam Usani itu pula Aidit memperlihatkan bahwa api juang Usani, semangat Usani dan kaum proletar lainnya, bahkan semangat partai komunis demikian tumbuh bergelora. Semangat seperti inilah yang membuat hidup lebih hidup, membuat hidup penuh taste, sama sekali tidak menciptakan generasi yang enjoy aja.
Berikut saya kutipkan sebuah sajak lengkap Aidit, Kidung Dobrak Salahurus, yang tetap memperlihatkan garis ideologi dan keyakinan politiknya yang demikian kental.
Kidung Dobrak Salahurus
Kau datang dari jauh adik
Dari daerah banjir dan lapar
Membawa hati lebih keras dari bencana
Selamat datang dalam barisan kita
Di kala kidung itu kau tembangkan
Bertambah indah tanah priangan
Sesubur seindah priangan manis
Itulah kini partai komunis
Tarik, tarik lebih tinggi suaramu
Biar tukang-tukang salahurus mengerti
Benci rakyat dibawa mati
Cinta rakyat pada pki
Teruskan, teruskan tembangmu
Bikin rakyat bersatupadu
Bikin priangan maju dan jaya
Alam indah rakyat bahagia
Cipanas, 13 Januari 1963
Apa yang ditulis penyair Aidit di atas tidak jauh beda dengan apa yang diucapkan para calon presiden Indonesia sekarang ini. Baik yang kita baca di media massa atau yang kita tonton di iklan televisi. Jadi, sama saja. Siapa pun ketua partai politiknya, siapa pun yang ingin menjadi penguasa, suaranya akan sama seperti itu. Inilah puisi pamflet. Dan itu sah saja, meskipun bukan satu-satunya. ***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar