Minggu, 27 Mei 2012

Merawat Bahasa, Meruwat Bangsa

Damanhuri *
Lampung Post, 30 Okt 2008

SEBUAH bangsa sesungguhnya “sebuah komunitas yang diangankan, sebuah komunitas yang dianggit”. Itu kata-kata Benedict Anderson dalam bukunya yang telah menjadi klasik: Imagined Communities (1983) atau dalam terjemahan Indonesia, Komunitas-Komunitas Imajiner (Insist, 2001).
Dalam perjalanan sejarah Indonesia–seperti dalam semua sejarah kelahiran bangsa yang lain, tentunya–ikhtiar mewujudkan gagasan yang dianggit bersama itu tentu saja ditempuh lewat pelbagai perhelatan dan gerakan politik. Dan, tanpa melupakan beragam peristiwa politik lain yang tidak kurang gemuruhnya, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tidak diragukan lagi merupakan tonggaknya yang terpenting. Sebuah ikrar persatuan (tanah air, bangsa, dan bahasa) yang ditunjuk Ignas Kleden dalam Bersumpah untuk Bahasa (Tempo, 27 Oktober 2008) sebagai remote preparation bagi Proklamasi 17 tahun kemudian.

***

Apa yang barangkali juga sangat menarik dalam peristiwa politik yang memekikkan deklarasi persatuan seluruh bangsa itu adalah pilihan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia dengan tanpa perdebatan kelewat panjang dan ruwet. Sebuah pilihan yang, kata Kleden lagi, merupakan peristiwa politik paling khas karena tidak banyak presedennya dalam sejarah kelahiran bangsa-bangsa lain.

Dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan tentu saja bukan tanpa disertai argumen penopang. Sifat egaliter yang menyatu dalam bahasa Melayu adalah salah satu alasannya.

Maka, seraya memuji sekaligus merujuk Ajip Rosidi sebagai sastrawan-budayawan Sunda yang tidak pernah lekang kecintaannya kepada bahasa dan kebudayaan Sunda, dalam esai pengantar untuk analekta tulisan Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan (2004), Kleden pun menyebut penggagas Penghargaan Rancage untuk sastra daerah itu sebagai eksemplar ideal seorang budayawan-sastrawan yang tidak kehilangan sikap kritis atas warisan budayanya. Sikap yang, sayangnya, kerap raib dari para penganjur dan penggiat budaya lokal di sini!

Watak feodal dan diskriminatif bahasa dan budaya Sunda yang dikecam seorang pewarisnya yang kritis di atas tentu saja bukan entitas yang unik. Pada bahasa dan budaya Jawa, feodalisme dan diskriminasi itu malah boleh jadi mencapai puncaknya. Dalam sebuah tulisannya yang terbit hampir 20 tahun lampau, Berjangkitnya Bahasa-Bangsa di Indonesia (Prisma 1, 1989: 3–16), dengan setengah berolok-olok Ariel Heryanto juga menunjuk gelar raja-raja Jawa sebagai wujud paling benderang dari watak ekslusif, elitis, dan tertutup itu.

Bersandar pada pendapat Raymond Willians yang menempatkan bahasa sebagai “gambaran tata-dunia penuturnya”, sembari memanfaatkan studi Benedict Anderson tentang raja-raja Jawa abad XVIII–XIX, gelar-gelar seperti Paku Buwono (“Paku Jagat Raya”) atau Hamengkubuwono (“Pemangku Jagat Raya”) dinilai Ariel Heryanto sebagai sejenis “keluguan” para raja Jawa yang sekaligus menunjukkan ketertutupan dan eksklusivisme. Padahal siapa pun tahu, kata Ariel Heryanto, ilusi tentang wilayah kekuasaan yang “seluas jagat raya” itu terpatahkan dengan sendirinya jika melihat “ibu kota penguasa jagat” yang satu (Surakarta) hanya terpisah sekitar 70 kilometer dari “penguasa jagat” lain yang menjadi saingannya (Yogyakarta).

Sampai di sini, pemilihan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan oleh para pemuda 80 tahun yang lampau itu tidak diragukan lagi sebagai sebuah pilihan cerdas dan visioner. Pilihan tepat atas sebuah bahasa berwatak egaliter yang selanjutnya menjadi bahasa Indonesia dengan paradigmanya yang secara sosiologis, dalam kata-katanya Mochtar Pabottingi (Prisma 2, 1991: 23), “ditentukan oleh ciri laut, pantai, dan pasar yang selama berabad-abad hingga kini selamanya ditandai dengan internasionalitas”.

Begitulah, laut, pantai, dan pasar telah menjadi ranah di mana bahasa Melayu menjadi sebuah lingua franca yang bertemu dengan pelbagai bahasa dan bangsa lain sebelum kolonialisme Belanda mulai menancapkan kuku-kuku monopolinya. Sebab itu, sungguh sangat masuk akal penolakan Sultan Hasanuddin saat ia dipaksa menyetujui nafsu busuk Belanda menjadi satu-satunya bangsa yang diperkenankan berdagang di perairan Makassar. Karena di mata Sang Sultan, demikian kesimpulan Anthony Reid yang juga dirujuk Mochtar Pabottingi, laut adalah internasionalitas itu sendiri.

Ringkasnya, dengan egaliterisme yang dikandung bahasa Melayu dan secara sosiologis ditopang empat watak lingkungannya yang barusan disebut itulah bahasa Indonesia kemudian tumbuh menjadi bahasa yang terbuka. Sifat egaliter dan terbuka (dalam proses “menjadi”) bahasa Indonesia yang ditopang gerakan kebangsaan yang juga berwatak egaliter sekaligus terbuka. Di titik ini pula tepatlah mengatakan “bahasa” dan “bangsa” merupakan sebuah “proyek yang belum selesai”, sebuah “proyek yang terus menjadi”.

Sayang, raison d’etre yang mendasari pemilihan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan maupun watak egalitarianisme yang membalut semangat kebangsaan-awal itu hari-hari ini layak dicurigai keberadaannya. Gejala eufemisme (seperti dilansir Ignas Kleden, 1987: 248–258) atau kramanisasi bahasa Indonesia (seperti dibeberkan Ben Anderson, James Siegel, dan Savitri Scherer dalam Mochtar Pabottingi, 1991), di satu sisi; dan (mulai) melapuknya bangunan kebangsaan seperti kerap disebut-sebut dalam hampir semua perhelatan politik nasional akhir-akhir ini, di sisi lain; tentu saja merupakan kabar buruk yang membuat tidak nyenyaknya tidur siapa pun yang masih merasa belum kehilangan semangat Sumpah Pemuda 1928 itu.

Untuk “nasib” bahasa Indonesia hari ini, selain bisa menengok bahasa yang digunakan para pesohor di televisi, kita pun dengan sangat mudah memergoki pelbagai eufemisme, “penghalusan” (pengaburan makna?) dalam kata-kata “diamankan” (untuk ditahan, ditangkap) atau “disesuaikan” (untuk “dinaikkan”), serta gejala kramanisasi bahasa Indonesia di tangan para penutur bahasa Jawa yang hasilnya, kata Ben Anderson, bahasa kebangsaan itu telah masuk dalam perangkap “imaji orang Jawa tentang politik” (Mochtar Pabottingi, 1991).

Sedangkan untuk proses pelapukan ruh kebangsaan yang diwariskan para pendiri Republik ini, konflik politik beraroma etnik pasca-Reformasi di banyak daerah, terancamnya kepelbagaian budaya (multikulturalisme yang cenderung tidak menjadi berkah lagi), pembajakan demokrasi oleh segelintir elite politik, pengabaian dan kian lenyapnya hak-hak dasar setiap warga negara ditelan gemuruh retorika politik kosong, hingga impase kepemimpinan yang tengah jadi isu hangat adalah puncak gunung es belaka dari layunya semangat kebangsaan itu.

***

Akhirnya, di tengah kepungan kabar buruk yang datang bertubi-tubi seputar perjalanan negara-bangsa yang menunjukkan betapa buramnya paras kebangsaan kita akhir-akhir ini jika kita taruh di hadapan beningnya cermin kebangsaan yang dianggit dan digagas para pemuda 80 tahun lalu itu, barangkali ada baiknya kita selalu menyelipkan ikhtiar untuk–betapapun kecilnya upaya itu–selalu membeliakan semangat kebangsaan yang dirangkum dalam pekik “satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa” itu.

Ya, kita memang harus selalu meruwat semangat kebangsaan kita. Dengan, antara lain, merawat sepenuh hati bahasa kebangsaan kita, tentunya. Bukan merusaknya.

*) Damanhuri, Penulis tinggal di Bandar Lampung
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/10/opini-merawat-bahasa-meruwat-bangsa.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito