Rabu, 04 April 2012

Realisme Cerita Pendek

Asarpin *
http://sastra-indonesia.com/

Koran, tempat lahirnya banyak cerita pendek di negeri ini, tampaknya tak ragu-ragu memuat cerita pendek dengan narasi yang memang pendek. Jika awalnya banyak menuai kritik, lantaran berbaur dengan realisme berita koran yang cepat dan jelas–seperti kritikan yang muncul dengan sebutan ‘sastra koran’ yang sinis beberapa tahun terakhir.
Cerpen koran bagaimana pun telah menyita energi sebagian pemerhati sastra di tanah air. Ia sering dihakimi sebagai cerita yang melulu tunduk pada realisme berita. Dengan wataknya yang ringkas lagi pendek, cerita pendek yang dimuat di koran sering diadili sebagai cerita dengan bahasa yang sempoyongan. Jika tidak, maka cerita semacam itu dianggap sebagai cerita sekali jadi, berhenti pada cerita yang dianggap belum selesai. Cerita pendek di koran memang tak memberi ruang untuk mengembangkan cerita lebih jauh.

Para pemerhati sastra kita melulu disibukkan oleh hal-hal yang tidak mencerahkan. Sasaran cemoohan bukan lagi pada substansi dengan gaya dan bentuk cerita–seperti perdebatan tempo dulu—tapi pada media tempat cerita itu dimuat. Para kritikus sepuh yang dulu beramai-ramai mempersoalkan bentuk dan gaya, kini tengah mengidap insomnia yang parah. Para kritikus sastra yang lebih muda sering terjebak pengulangan, diksi yang itu-itu juga. Maka jadilah koran sebagai sasaran kegelisahan dan sering dipersoalkan. Maka tak heran jika kritik sastra kita jauh tertinggal dibanding kritik sastra Eropa. Di Eropa, sastrawan sekaliber Umberto Eco tanpa malu-malu menuangkan karyanya di koran-koran dan tak pernah kehilangan kualitas literernya. Maka lahirlah buku Travels in Hyper-Reality dan Misreading yang menghebohkan sastrawan dan intelektual. “Dalam setiap tulisan dimana terjadi pergolakan emosi yang disulut oleh peristiwa tertentu, demikian Eco, Anda menulis refleksi, berharap adanya seorang yang akan membacanya dan kemudian melupakannya. Saya tak percaya adanya perbedaan antara menulis di buku, dijurnal yang ketat, dengan menulis di koran”.

Lihatlah cerita pendek ‘semiesai’ Jorge Luis Borges—yang kebetulan memang narasinya pendek-pendek—meski mungkin tidak dimuat di koran-koran. Labirin cerita pendek Borges menawarkan sekian dimensi cerita, yang tidak sekedar berumit-rumit ria dan gagah-gagahan, seperti kebanyakan para cerpenis kita. Gaya (style) yang dibangun, dengan membaurkan kisah-kisah mistis penuh simbolik, memadukan gaya surealisme dengan realisme, cerita-cerita Borges justru menyajikan keindahan sekaligus kenikmatan.

Ini yang kemudian mengilhami Hasif Amini untuk merumuskan apa yang kemudian disebutnya sebagai fiksi mikro. Sebuah fiksi yang berupa ‘narasi pendek, yang hanya terdiri dari beberapa kata dan dipadatkan secara maksimal dan indah bagai sebuah teorema, bisa dinikmati dalam satu sesap kopi, dalam rentangan waktu habisnya sekeping koin di telepon umum, dalam rentang waktu yang tersedia pada sehelai kartu pos. Saat memulai adalah sekaligus saat mengakhiri, ketika ia hendak mengembang, saat itu juga ia mesti menguncup, saat hendak mengurai, sekaligus ia mesti memadat” (Prosa No.1/2002: 61-62). Kemudian, dalam menuju pencapaian literernya, ada tiga sihir yang biasa berlaku dalam fiksi mikro.

Pertama, sudut-pandang (provokatif). Fiksi mikro tidak bisa lain kecuali menawarkan perspektif yang segar, yang cerdas, yang gila, yang tak terduga. Ibarat berpapasan dengan orang asing yang tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tak disangka-sangka. Masing-masing bisa asyik, dahsyat, tak terlupakan; atau take it or leave it! Kedua, imaji, yakni pemilihan dan pemadatan imaji merupakan taruhan dengan memori dan asosiasi: imaji yang kuat akan bertahan dalam ingatan dan merangsang lompatan imajinasi pembaca, seperti dalam haiuku atau koan Zen, di sana mesti ada kejernihan dan sekaligus teka-teki. Fiksi mikro tak punya banyak waktu untuk memerikan atau memaparkan, ia hanya bisa menyaran, atau menandaskan, atau memohok, hit and run. Ketiga, kata demi kata. Dalam fiksi mikro, ekonomi penulisan demikian mengemuka dan tak tertawar: setiap patah kata menjadi amat berharga dalam menyiapkan bangkitnya sebentuk narasi yang—betapapun sederhananya—kompak dan bernas, dimana prosa satu dengan puisi (Ibid., h. 62).

Satu hal yang membuat fiksi mikro tetap mendapat tempat dan sering, bahkan terlalu sering dirujuk orang, terletak pada kisahnya yang tidak sekedar bermain dengan bahasa dan estetika yang puitis, tapi tetap menyampaikan pesan yang kuat yang gaungnya sekian lama tetap terasa. Dalam prosa “Nukila Amal”, meski harus diakui, imaji dan estetika yang dibangun dalam cerita Cala Ibi begitu indah dan menyentak-nyentak, dan sangat jarang kita dapatkan dalam karya-sastra sebelumnya. Dan kita terperanjat ketika dia bilang: “realisme menyesaki yang nyata, penuh dengan kata-kata nyata, dengan bahasa yang menuding-nuding hidung realita, yang mestinya tak kasat mata tak terkira” (h. 73). Tapi, ketika substansi dicampakkan, cerpenis kawakan seperti Sapardi Djoko Damono tak mampu menagkap substansi dan pesan di dalamnya.

Berbeda dengan imaji yang dibangun Nukila Amal, Zen Hae tetap berpegang teguh pada alur realisme. Meski cerita realisme Zen sangat dekat dengan anjuran Nukila Amal: “sebaik-baik penceritaan realitas ialah dengan alegori dan metafora’, atau dalam istilahnya Zen sendiri; dengan perlambang atau simbolisme. Dalam cerpen “Taman Pemulung”, cerita mengalir bagai serpihan-serpihan puisi liris dengan gaya surealis yang kental. Cerpen “Rumah Jagal” misalnya, ceritanya mengalir layiknya sebuah esai—sebuah surat upaya. Damanhuri suatu ketika pernah mengajukan sebuah pertanyaan yang agak menyentak: apakah tokoh Mahmuda Tongga dan puisi yang dikutip Zen dalam cerpen ini memang ada dalam realitas faktual atau hanya sekedar kisah imajiner yang “direalitaskan”?

Pertanyaan cerdas itu menunjukkan sikapnya yang penuh ragu: jangan-jangan cerpen semacam itu sama sekali tak ada hubungan dengan realitas faktual—dalam arti benar-benar pernah ada penyair Mahmuda Tongga dan puisi semacam itu. Mahmuda Tongga dan puisi yang dijadikan setting cerita di atas barangkali semacam upaya membuat seolah-olah realitas faktual, padahal hanya sebuah imajinasi si pencerita.

Dengan tetap yakin bahwa cerita-cerita Zen Hae adalah cerita realisme, dalam arti realisme faktual, bagaimana pun realisme semacam itu tetap menarik. Kemampuannya membungkus realitas dalam bentuk metafor yang penuh perlambang, seperti menjelma dalam cerita Kereta Ungu dan Taman Pemulung, adalah kisah-kisah yang menjemput decak kagum para pembaca. Lihatlah kelincahannya mengisahkan orang-orang lajang, tak punya pekerjaan, tak dapat santunan negara akhirnya bergabung dalam gerakan bawah tanah yang menyokong pembangkangan terhadap pemerintah resmi dalam cerpen Kereta Ungu. Tema-tema pemberontakan, separatis, otonomi daerah, krisis ekonomi hingga militer berhamburan dan bersanding dengan tema-tema cinta, seks hingga tarian telanjang. Atau kegelisahan orang-orang kalah di Jakarta, perlakukan diskriminasi oleh negara atas etnis tertentu, sebuah refleksi yang menyentak naluri kita dalam cerpen Taman Pemulung. Sebuah tema yang kelak bisa kita jumpai juga dalam cerpen-cerpen Azhari.

Adapun A.S. Laksana cukup menonjol mengeksplorasi tema realisme dalam cerpen-cerpennya. Kumpulan cerpen Bidadari Yang Mengembara adalah satu contoh lagi dari capaian literer cerpen ‘koran’. Buku ini telah mengantarkan A.S. Laksana (36 tahun) dalam deretan cerpenis yang cukup berpengaruh. Sebuah karya realisme yang kental dengan kisah pergolakan kehidupan sosial-politik Indonesia dengan bahasa dan metafor cukup sederhana, bahkan terkesan datar. Mingguan Majalah Tempo mentahbis A.S. Laksana sebagai ‘tokoh seni terbaik tahun 2004. Untuk mengundang siapa di antara para seniman yang layak diangkat sebagai ‘tokoh’ tahun 2004, Majalah Tempo mengundang Nirwan Dewanto–kritikus sastra yang banyak dibenci oleh para penulis itu—sebagai juri tahbis sastra yang sangat kontroversi. Sebuah esai bertitimangsa “Tiga Penguak Tabir” dalam mingguan ini mengulas seni rupawan Handiwirman Saputra, cerpenis A.S. Laksana dan arsitek Adi Purnomo. Karya ketiganya masuk dalam kategori seni terbaik 2004 versi Majalah Tempo. Esai ini tanpa identitas, tapi melihat diksinya yang khas, dugaan kuat bahwa yang menulis esai ini adalah Nirwan.

Dua belas cerita pendek A.S. Laksana menurut si penulis esai, nampak terancang dengan baik, namun bukan sekedar rancangan untuk membina kesatuan cerita, melainkan untuk meneguhkan watak fiksi sebagai apa yang beririsan dengan fakta (realitas) namun tak pernah menjadi representasi yang sempurna. Karya Laksana menghidupkan kembali seni bercerita sekaligus mengandung sikap kritis terhadap bentuk cerita itu sendiri. Ketika kita merasa puas dengan pengalaman para tokoh, si narator menyadarkan kita bahwa semua itu hanya ingatan atau tuturannya yang boleh jadi keliru (h. 62-63). Sebuah penilaian yang sangat berlebihan. Cerpen Laksana agak dekat dengan cerita-cerita Linda Cristanty, yang kebetulan keduanya juga seorang jurnalis. Berkat Kuda Terbang Maria Pinto, Linda dinobatkan sebagai pemenang Khatulistiwa Literer Award tahun 2004 bersama Seno Gumira Ajidarma.

*) Pembaca sastra, tinggal di Tanjungkarang. Blognya http://kailaestetika.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito