Rabu, 04 April 2012

Afrizal Malna dan Titarubi: Merajut Cinta Yang Hilang

Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/

Bagi kalangan perteateran dan sastra (puisi), siapa yang tidak mengenal sosok melankolis Afrizal Malna? Tokoh yang disebut-sebut sebagai seniman multidimensi, tajam sebagai seniman, sekaligus peka sebagai sosiolog. Sosok kondang sebagai tokoh kontroversi di era-korup, kolusif terhadap kebijakan orba, sekaligus eksis menjumpai generasi kontemporer setelah rezim orba tumbang.

Logikanya, Afrizal Malna ‘mati kutu’ setelah orba lengser, tidak ada lagi yang wajib ditegakkan, diluruskan semasa era-revormasi, sebab, pada era-revormasi, anak ingusan pun bebas mengkritisi kebijakan kaum elit, terutama di bidang kesuastraan sekali pun. Bunuh diri dalam bahasa, adalah gambaran gamblang untuk menganalisa keputusasaan Afrizal yang mengarah bahwa konsekwensi dirinya sebagai sastrawan, pekerja puitika, serta pemerhati timbulnya gejala semiotika, semantika, filologis dst, sudah selesai. Artinya, mubadzir melontarkan gagasan pada era-revormasi yang melanjutkan tongkat estafet era-tinggalandas orba. Harusnya, selesailah tanggungjawab membenahi Indonesia. Bukan Indonesia tidak bisa dirubah, tetapi tidak mau berubah.

Kiranya tidak demikian dengan Afrizal. Ia sejenak mengepompong dari carut-marut berkesenian untuk melahirkan sublimitas karya selanjutnya. Gagasan video art, adalah ketajaman seorang Afrizal sebagai formula baru dalam menganalisa kekurangsempurnaan dalam bahasa tulis. Untuk menjelaskan kecepatan cahaya misalnya, Afrizal memproyeksikan dengan audio visual, lebih jelas diskripsinya dari sekedar bahasa tulisan. Bagaimana warna dan gerak cahaya, menentukan berapa tingkat kecepatan cahaya melesat.

Gejala rezim sastra, juga tak luput dari sorotan tajam Afrizal. Di negara-negara Barat, sastra masih berdisiplin pada media sastra khusus. Berbeda dengan Indonesia, koran tiba-tiba marak sebagai ajang pembangunan jatidiri sastrawan. Koran juga menjadi tolakukur perkembangan sastra. Padahal, koran dan televisi sekali pun kinerjanya tak luput dari intervensi pemilik saham yang menentukan ke mana ujung pendulum akan diarahkan. Orientasi koran, ialah orientasi bisnis: mana yang laku, bukan mana yang bermutu. Dari sini, sastra bergerak menuruti aturan media yang kerapkali diperankan berdasarkan mood editor, kawan seperjuangan, teman dekat, bahkan ada ulah editor yang konyol memuat karya para penulis berparas cantik, dengan harapan kemudian menelponnya dan selanjutnya, dan sebagainya. Gejala semacam ini mengakibatkan perkembangan sastra menjadi sekedar tipikal, tipograf, baku dan basi.

Dalam dunia teater pun demikian. Afrizal mulai menyembulkan elevasi voltase yang ia rakit sekian puluh tahun berkeliteran seputar perteateran. Buku Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh Dan Kata yang dicetak penerbit: iCAN Yogyakarta setebal 428 halaman ini merupakan proses metamorfosis Afrizal dalam memandang dunia teater dengan kacamata ‘tua’nya.

Teater ke dua yang dimaksut Afrizal ialah dokumentasi atas catatan-catatannya selama menyaksikan pertunjukan taeter, sedang teater pertamanya berupa pertunjukan teater yang sedang berlangsung. Selanjutnya pembaca buku Teater Kedua berposisi sebagai teater ke tiga dan selanjutnya.

Teater ke dua, berawal dari persinggungan kecil semasa kanak-kanak, di mana Afrizal sering berkeliaran di area parkir sekitar gedung pertunjukan: Wayang Orang Adhiluhung, Wayang Orang Bharata, Miss Tjitjih dan Bioskop Grand. Ketakutan Afrizal atas peran aktor yang ia saksikan di malam pertunjukan, terjawab ketika siang harinya Afrizal melihat aneka kostum horor yang dijemur berjajar di area parkir gedung tersebut (kawasan pasar Senen Jakarta). Dari sanalah Teater ke dua berlangsung, bahwa ketika pertunjukan usai, gelaran pentas ditutup, sesungguhnya teater sedang berpindah proses ke penonton, bagaimana mereka akhirnya menerjemahkan bahasa tubuh, kata serta ruang ke dalam laku hidup.

Afrizal menyinggung detail ketika mengantarkan buku cetakan I, 2010 tersebut dalam acara yang digelar Dewan Kesenian Jombang pada Minggu 10 April 1011 dengan tajuk: Launcing, Diskusi Teater dan Senirupa bersama Afrizal Malna dan Titarubi. Pendiskriptian Afrizal mengenai teater, bermula sejak orang bangun tidur, ke kamar mandi, beraktifitas dan seterusnya, di sanalah sesungguhnya manusia melangsungkan teater dalam dirinya, di mana sabun dan benda-benda masing-masing memerankan diri sebagai tokoh teater. Ayah, anak, ibu dalam percaturan rumahtangga, masing-masing berperan sebagai dirinya atau justru tidak berperan dalam posisisnya. Artinya, jika ditanyakan: bagaimanakah Indonesia menurut kacamata Afrizal? Maka jawabnya ialah sabun mandi, sintron televisi, praktek pemerintahan, kondisi perekonomian, sosial, budaya yang berlangsung. Kemudian jika terjadi kejanggalan dalam naskah teater hidup tersebut, mulailah terjadi pembongkaran secara stereotip terhadap pembacaan teater. Bahkan ketika menjawab pertanyaan salah satu audiens perihal hidup sesudah mati, Afrizal menjawab secara ringan bahwa bagi dirinya kehidupan itu, ya, hari ini, tidak ada pemaknaan setelah mati. Logikanya, mengapa harus memikirkan nanti, jika hari ini tak berbuat baik. Esensinya bukanlah hari ini atau nanti, tetapi seberapa tinggi nilai yang dapat dibangun.

Lahirnya buku Perjalanan Teater Kedua ini, dari proses pencetakan menjadi bentuk, merupakan lakon teater tersendiri yang disebut teater pertama. Namun saya melihat ada teks yang tidak tertulis dalam buku ini tetapi diperankan oleh penulis, yaitu politik bahasa. Kenapa Afrizal memakai kata ‘teater ke dua’, dan bukan diksi lain yang bermakna setara, misal: teater transformasi, teater total, teater bersambung dll. Kalau pun sah memilih kata ‘teater ke dua’, kesannya Afrizal terburu-buru. Rendra belum pudar dari julukan sebagai Bapak Teater Kesatu, sebagai rujukan atas perkembangan perteateran di Indonesia. Kata ‘teater ke dua’, sepertinya sengaja dihembuskan sebagai isyu konsesi atas pertanyaan: siapakah yang terpilih menggantikan Rendra?

Berbeda dengan Afrizal, Titarubi, sang istri perupa kondang Agus Suwage, juga merangkai senirupa yang digelutinya lebih komprehensip. Pakaian yang ia rajut dari pernak-pernik plastik seberat 25 kilogram, mendapat apresiasi hangat dari negara-negara Barat. Pada proyektorfiled yang dipresentasikan, Titarubi menjelaskan bagaimana korelasi antara warna, bentuk dan ekspresi modeling yang menggambarkan beban seberat 25 kilogram tersebut.

Contoh lain adalah karya Titarubi berupa patung yang sekujur tubuhnya dipenuhi guratan ayat-ayat Alqur’an. Ia berasumsi bahwa seluruh partikel yang mengontruksi struktur fisik adalah ayat-ayat kauniah. Yang menarik dari proses kreatifitas Titarubi ialah bagaimana ia menggali peletakan arah pencahayaan dari atas, depan, bawah pada patung tersebut yang tiap arah akan menghasilkan kalderalisasi muatan cahaya berbeda terhadap bayang penumbra. Cahaya dari atas, lebih menerangi hampir 80% posisi benda (QS: An nur).

Menjawab pertanyaan salah satu guru yang hadir tentang bagaimana menghubungkan seni dengan materi pelajaran lain-non seni-di sekolah, Titarubi menjelaskan secara teoritik Golden Ratio dari Pytagoras. Yaitu bagaimana sebuah proses seni diciptakan dengan menentukan komposisi keindahan yang ideal dengan cara menghitung secara matematis, berapa prosen dauran warna hendak dituangkan?

Tidak heran apa yang diungkap Nasrul Ilaihi (Cak Nas) selaku moderator, bahwa kebesaran Agus Suwage sebagai perupa kaliber nasional adalah backing kuat dari sosok istri tercinta: Titarubi.

*) Penulis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Menulis esai, puisi, cerpen, cerkak bahasa nJombangan. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Team pengelola media Forum Sastra Jombang.blogspot.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito