Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/
Bagi kalangan perteateran dan sastra (puisi), siapa yang tidak
mengenal sosok melankolis Afrizal Malna? Tokoh yang disebut-sebut
sebagai seniman multidimensi, tajam sebagai seniman, sekaligus peka
sebagai sosiolog. Sosok kondang sebagai tokoh kontroversi di era-korup,
kolusif terhadap kebijakan orba, sekaligus eksis menjumpai generasi
kontemporer setelah rezim orba tumbang.
Logikanya, Afrizal Malna ‘mati kutu’ setelah orba lengser, tidak ada
lagi yang wajib ditegakkan, diluruskan semasa era-revormasi, sebab, pada
era-revormasi, anak ingusan pun bebas mengkritisi kebijakan kaum elit,
terutama di bidang kesuastraan sekali pun. Bunuh diri dalam bahasa,
adalah gambaran gamblang untuk menganalisa keputusasaan Afrizal yang
mengarah bahwa konsekwensi dirinya sebagai sastrawan, pekerja puitika,
serta pemerhati timbulnya gejala semiotika, semantika, filologis dst,
sudah selesai. Artinya, mubadzir melontarkan gagasan pada era-revormasi
yang melanjutkan tongkat estafet era-tinggalandas orba. Harusnya,
selesailah tanggungjawab membenahi Indonesia. Bukan Indonesia tidak bisa
dirubah, tetapi tidak mau berubah.
Kiranya tidak demikian dengan Afrizal. Ia sejenak mengepompong dari
carut-marut berkesenian untuk melahirkan sublimitas karya selanjutnya.
Gagasan video art, adalah ketajaman seorang Afrizal sebagai formula baru
dalam menganalisa kekurangsempurnaan dalam bahasa tulis. Untuk
menjelaskan kecepatan cahaya misalnya, Afrizal memproyeksikan dengan
audio visual, lebih jelas diskripsinya dari sekedar bahasa tulisan.
Bagaimana warna dan gerak cahaya, menentukan berapa tingkat kecepatan
cahaya melesat.
Gejala rezim sastra, juga tak luput dari sorotan tajam Afrizal. Di
negara-negara Barat, sastra masih berdisiplin pada media sastra khusus.
Berbeda dengan Indonesia, koran tiba-tiba marak sebagai ajang
pembangunan jatidiri sastrawan. Koran juga menjadi tolakukur
perkembangan sastra. Padahal, koran dan televisi sekali pun kinerjanya
tak luput dari intervensi pemilik saham yang menentukan ke mana ujung
pendulum akan diarahkan. Orientasi koran, ialah orientasi bisnis: mana
yang laku, bukan mana yang bermutu. Dari sini, sastra bergerak menuruti
aturan media yang kerapkali diperankan berdasarkan mood editor, kawan
seperjuangan, teman dekat, bahkan ada ulah editor yang konyol memuat
karya para penulis berparas cantik, dengan harapan kemudian menelponnya
dan selanjutnya, dan sebagainya. Gejala semacam ini mengakibatkan
perkembangan sastra menjadi sekedar tipikal, tipograf, baku dan basi.
Dalam dunia teater pun demikian. Afrizal mulai menyembulkan elevasi
voltase yang ia rakit sekian puluh tahun berkeliteran seputar
perteateran. Buku Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh Dan Kata yang
dicetak penerbit: iCAN Yogyakarta setebal 428 halaman ini merupakan
proses metamorfosis Afrizal dalam memandang dunia teater dengan kacamata
‘tua’nya.
Teater ke dua yang dimaksut Afrizal ialah dokumentasi atas
catatan-catatannya selama menyaksikan pertunjukan taeter, sedang teater
pertamanya berupa pertunjukan teater yang sedang berlangsung.
Selanjutnya pembaca buku Teater Kedua berposisi sebagai teater ke tiga
dan selanjutnya.
Teater ke dua, berawal dari persinggungan kecil semasa kanak-kanak,
di mana Afrizal sering berkeliaran di area parkir sekitar gedung
pertunjukan: Wayang Orang Adhiluhung, Wayang Orang Bharata, Miss Tjitjih
dan Bioskop Grand. Ketakutan Afrizal atas peran aktor yang ia saksikan
di malam pertunjukan, terjawab ketika siang harinya Afrizal melihat
aneka kostum horor yang dijemur berjajar di area parkir gedung tersebut
(kawasan pasar Senen Jakarta). Dari sanalah Teater ke dua berlangsung,
bahwa ketika pertunjukan usai, gelaran pentas ditutup, sesungguhnya
teater sedang berpindah proses ke penonton, bagaimana mereka akhirnya
menerjemahkan bahasa tubuh, kata serta ruang ke dalam laku hidup.
Afrizal menyinggung detail ketika mengantarkan buku cetakan I, 2010
tersebut dalam acara yang digelar Dewan Kesenian Jombang pada Minggu 10
April 1011 dengan tajuk: Launcing, Diskusi Teater dan Senirupa bersama
Afrizal Malna dan Titarubi. Pendiskriptian Afrizal mengenai teater,
bermula sejak orang bangun tidur, ke kamar mandi, beraktifitas dan
seterusnya, di sanalah sesungguhnya manusia melangsungkan teater dalam
dirinya, di mana sabun dan benda-benda masing-masing memerankan diri
sebagai tokoh teater. Ayah, anak, ibu dalam percaturan rumahtangga,
masing-masing berperan sebagai dirinya atau justru tidak berperan dalam
posisisnya. Artinya, jika ditanyakan: bagaimanakah Indonesia menurut
kacamata Afrizal? Maka jawabnya ialah sabun mandi, sintron televisi,
praktek pemerintahan, kondisi perekonomian, sosial, budaya yang
berlangsung. Kemudian jika terjadi kejanggalan dalam naskah teater hidup
tersebut, mulailah terjadi pembongkaran secara stereotip terhadap
pembacaan teater. Bahkan ketika menjawab pertanyaan salah satu audiens
perihal hidup sesudah mati, Afrizal menjawab secara ringan bahwa bagi
dirinya kehidupan itu, ya, hari ini, tidak ada pemaknaan setelah mati.
Logikanya, mengapa harus memikirkan nanti, jika hari ini tak berbuat
baik. Esensinya bukanlah hari ini atau nanti, tetapi seberapa tinggi
nilai yang dapat dibangun.
Lahirnya buku Perjalanan Teater Kedua ini, dari proses pencetakan
menjadi bentuk, merupakan lakon teater tersendiri yang disebut teater
pertama. Namun saya melihat ada teks yang tidak tertulis dalam buku ini
tetapi diperankan oleh penulis, yaitu politik bahasa. Kenapa Afrizal
memakai kata ‘teater ke dua’, dan bukan diksi lain yang bermakna setara,
misal: teater transformasi, teater total, teater bersambung dll. Kalau
pun sah memilih kata ‘teater ke dua’, kesannya Afrizal terburu-buru.
Rendra belum pudar dari julukan sebagai Bapak Teater Kesatu, sebagai
rujukan atas perkembangan perteateran di Indonesia. Kata ‘teater ke
dua’, sepertinya sengaja dihembuskan sebagai isyu konsesi atas
pertanyaan: siapakah yang terpilih menggantikan Rendra?
Berbeda dengan Afrizal, Titarubi, sang istri perupa kondang Agus
Suwage, juga merangkai senirupa yang digelutinya lebih komprehensip.
Pakaian yang ia rajut dari pernak-pernik plastik seberat 25 kilogram,
mendapat apresiasi hangat dari negara-negara Barat. Pada proyektorfiled
yang dipresentasikan, Titarubi menjelaskan bagaimana korelasi antara
warna, bentuk dan ekspresi modeling yang menggambarkan beban seberat 25
kilogram tersebut.
Contoh lain adalah karya Titarubi berupa patung yang sekujur tubuhnya
dipenuhi guratan ayat-ayat Alqur’an. Ia berasumsi bahwa seluruh
partikel yang mengontruksi struktur fisik adalah ayat-ayat kauniah. Yang
menarik dari proses kreatifitas Titarubi ialah bagaimana ia menggali
peletakan arah pencahayaan dari atas, depan, bawah pada patung tersebut
yang tiap arah akan menghasilkan kalderalisasi muatan cahaya berbeda
terhadap bayang penumbra. Cahaya dari atas, lebih menerangi hampir 80%
posisi benda (QS: An nur).
Menjawab pertanyaan salah satu guru yang hadir tentang bagaimana
menghubungkan seni dengan materi pelajaran lain-non seni-di sekolah,
Titarubi menjelaskan secara teoritik Golden Ratio dari Pytagoras. Yaitu
bagaimana sebuah proses seni diciptakan dengan menentukan komposisi
keindahan yang ideal dengan cara menghitung secara matematis, berapa
prosen dauran warna hendak dituangkan?
Tidak heran apa yang diungkap Nasrul Ilaihi (Cak Nas) selaku
moderator, bahwa kebesaran Agus Suwage sebagai perupa kaliber nasional
adalah backing kuat dari sosok istri tercinta: Titarubi.
*) Penulis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Menulis esai, puisi,
cerpen, cerkak bahasa nJombangan. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Team
pengelola media Forum Sastra Jombang.blogspot.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar