Selasa, 03 April 2012

Pencerahan Estetik Sastra Internet

Ribut Wijoto
http://terpelanting.wordpress.com/

Apakah arti media bagi sastra. Sepintas lalu, media bukan penentu signifikan. Nur St. Iskandar menyebutkan, pendirian Balai Pustaka atau Volkslektuur (1908) yang menghadirkan majalah kebudayaan dengan rubrik sastra memunculkan tradisi sastra modern di tanah air. Majalah Pujangga Baru diterbitkan, sastra Indonesia pun memasuki estetika yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Dua tulisan Armin Pane, berjudul “Kesusastraan Baru” (1933), merupakan pembuktian otentik.

Yang lebih kini, koran telah mencipta tradisi sastra pada prosa dan puisi. Batasan sastra dalam koran mampu memberi identitas terhadap sastra umum. Novel, genre ini dipahami sebagai cerita bersambung terbitan saban hari. Cerpen, dipahami sebagai cerita tujuh halaman kwarto bertopik aktual. Puisi dikesankan sebagai larik-larik pendek berjumlah tidak lebih satu lembar kuarto.

Kesemuanya ada dan berumah tangga pada media. Lantas, apakah arti internet bagi cerita besar kesusastraan Indonesia. Pertanyaan demikian membutuhkan pemilahan kapasitas dan karakter media-media sastra. Pengaruh karakter media terhadap rupa-bau sastra.

Pada internet, semisal Situs Cybersastra: sastrawan dapat mempublikasikan teks apa saja, kapan saja, tentang apa saja, latar apa saja, tawaran estetik apa saja, dan sebagainya apa saja. Nanang Suryadi, penyair berpuitika kurang bagus pun, puluhan puisinya ditampilkan di internet. Peminat sastra, yang baru belajar menulis karya sastra, boleh saja berpartisipasi.

Tulisan sastra tersebut, pasti dimuat. Tinggal menunggu giliran. Bagi yang berminat terhadap kritik sastra, sang kritikus boleh memilih karya sembarangan, pendekatan sembarangan, teori sembarangan, komentar sembarangan, polemik sembarangan. Pasti ditampilkan. Tinggal menunggu giliran.

Di dalam media internet sastrawan dapat memperkenalkan diri dan dapat  memaknai arti kata kebebasan. Hanya saja, seperti bentuk kebebasan yang lain; internet tidak terlepas dari keramahan, kegamangan, dan resiko omong kosong.

Koran terbit setiap hari, sama, internet juga juga berakses tiap hari. Sedikit yang berbeda, koran memuat tulisan sastra seminggu sekali. Internet menyediakan ruang bagi tulisan sastra setiap hari, setiap saat.

Kondisi ramah yang terasa bagus bila dibanding majalah, jurnal, dan buku. Jurnal—mendasar pada tulisan Nirwan Dewanto Perihal Watak Jurnal—menghormati tulisan yang eksploratif, non aktual, mendalam, meskipun berlarat-larat kepanjangan. Sama. Internet rela menghabiskan ruang—yang seakan berbatas—bagi tulisan sastra: seeksploratif apapun dan sepanjang apapun, lebih hijau dari seruling dan lebih riuh dari kegilaan. Bahkan internet mau memuat berbagai novel secara serentak. Utuh.

Tetapi, apakah kondisi kesusastraan internet terkini sebagus kapasitas tawaran mediasinya. Banyak kondisional masih patut disayangkan dalam sastra internet. Permasalahan intern internet, sastrawan, kritikus sastra, dan publik sastra belum menemukan format tepat.

Keniscayaan pemuatan tulisan sastra membuat banyak karya sastra tidak bermutu. Telah lahir sastrawan tanpa penguasaan sejarah sastra. Persyaratan menjadi sastrawan yang ditandaskan Goenawan Mohamad terasa jauh dari kenyataan, seorang sastrawan minimal menguasai tiga disiplin ilmu, yaitu: psikologi, filsafat, dan sosiologi.

Di internet, ketiadaan kurator atau redaktur penyeleksi kualitas karya berpengaruh terhadap penciptaan karya sastra serampangan. Entah, satu perseratus berapa, karya sastra bermutu dibandingkan karya serampangan. Cerpenis akan menimbang ulang untuk berkirim karya ke koran bila ciptaannya buruk. Ada seleksi di antara sekian banyak tulisan.

Karya sastra diinternet terlihat tidak mengikuti kriterium standar penciptaan karya sastra. Bahwa, kegiatan “menolak” berbeda dengan “mengabaikan” perangkat dan standar estetik. Setiap tradisi sastra memang ditandai dengan penolakan tradisi sastra sebelumnya. Pertanyaan patut disodorkan kepada para sastrawan internet. Apakah menolak atau mengabaikan tradisi sastra?

Novelis Prancis awal abad 19, Gustav Fleubert menolak aliran novel Romantik. Wujud penolakan tersebut adalah terbitnya novel Madame Bovary, sebuah novel tebal yang ditulis dalam rentang waktu 5 tahun. Pada novel tersebut, Fleubert menghilangkan penggambaran alam secara berlebihan dan ungkapan rasa dayu mendayu. Fleubert juga menajamkan penggambaran kenyataan dalam kondisi mirip kenyataan keseharian. Ungkapan yang seadanya, tidak dilakukan dramatisasi dan analogi berlebihan. Keindahan dunia dalam novel Madame Bovary tidaklah melebihi keindahan kenyataan hidup. Dunia novel yang mendekati dunia keseharian tersebutlah justru sasaran keindahan. Orang-orang lalu menyebutnya aliran Realis. Pemunculan aliran realis ini tidak akan berhasil tanpa pembacaan dan pengenalan aliran Romantik. Artinya, Gustav Fleubert telah mengetahui kebocoran dan kelebihan aliran Romantik. Dari situ, dimunculkan aliran baru yang lebih representatif atas kenyataan.

Berbagai karya yang dimuat di internet mengindikasi pengarangnya mengabaikan—mungkinkah, sama sekali tidak tahu—terhadap aliran-aliran sastra. Juga mengabaikan karya-karya sastrawan terdahulu. Kenyataan bahwa sastra Indonesia telah mencatatkan pencapaian-pencapaian artistik. Karya-karya tersebut mencipta kriterium standar melihat karya terkini. Karya-karya terdahulu memberi aras penciptaan karya terkini. Tahun sekarang bukanlah awal tradisi sastra.

Kondisi sastra internet diperparah oleh minimalitas kiriman dari para sastrawan berrbobot. Alangkah indah bila internet menjadi ruang temu antara gagasan sastrawan handal dengan sastrawan pemula. Akan dapat dilihat lebih obyektif; manakah lebih estetis, antara keduanya, bila diberi ruang dan kesempatan seimbang.
Mungkin, hal ihwal paling riskan dalam sastra internet adalah ketiadaan honorarium bagi tulisan yang dimuat. Selain bermuatan penghargaan kerja intelektual, honor menunjukkan penjagaan kesejahteraan sastrawan. Juga penghargaan atas gagasan penciptaan manusia. Personalitas.

Dalam internet, hak cipta sastrawan dinilai sangat rendah. Seseorang  dapat saja dengan mudah mengkopi tulisan sastrawan lain lalu mengirimkan kembali atas nama dirinya. Pasti dimuat. Berarti, diakui. Ini sebuah dilema ganda.

Kegiatan mengkopi tulisan dapat meruntuhkan personalitas. Sekaligus dapat dipakai untuk pembelajaran yang positif. Pembacaan dan reproduksi karya sastra bermutu, pada saatnya nanti, memunculkan penciptaan karya bermutu pula.

Ilustrasi proses kreatif Jorge Luis Borges terhadap karya Cervantes merupakan contoh ideal. Chairil pun melakukan pencurian gagasan dari pengarang lain. Mungkin, tradisi sastra internet memang bukan untuk saat ini. Internet menyediakan ilusi kecermelangan tradisi kesusastraan di masa depan.

Ideal Estetika Sastra Internet

Kehadiran media internet yang mau memuat tulisan sastra akan sia-sia tanpa hasil estetika sastra. Karya sastra yang mencirikan karakter media internet. Kini memang belum terealisasi, tetapi tetap bukan tanda kemustahilan. Ada beberapa peluang untuk penciptaan estetika.

Pertama, karya estetik internet mengandaikan kebebasan berpikir dan berbahasa. Internet merupakan ruang bebas yang melampaui kebebasan demokrasi. Segala informasi bersilangan dan saling berebut ingin dimiliki. Hanya dengan durasi beberapa menit, seseorang sudah dapat mengakses buku-buku di perpustakaan kampus negara maju.

Aplikasinya dalam sastra, karya mampu merepresentasikan adanya kebebasan dari batasan aliran sastra. Sastrawan dapat mencampuradukkan aliran-aliran sastra. Menepis batasan-batasan genre. Semisal campuran genre puisi, drama, dan prosa. Diciptakan karya yang tidak dapat secara mutlak mewakili puisi atau drama. Bahkan mencampurkan sastra dengan musik, atau dunia seni rupa. Konvergensi sastra tersebut dimungkinkan sebab media internet secara serentak menampilkan kata, gambar, dan suara.

Kebahasaan dalam internet adalah hal yang penting. Pengunjung atau pemakai media internet terdiri dari orang-orang dari segala macam latar bahasa. Mungkin sekali, bahasa dominan adalah bahasa Inggris, Prancis, dan Arab. Oleh sebab itu persilangan bahasa mutlak diperhatikan dalam karya sastra. Bisa juga bahasa asing tidak diambil dalam kerangka diksi tetapi sistem atau gramatika.

Kedua, karya estetik internet mengandaikan adanya peleburan bahasa, geografi, nasinalitas, dan ras. Internet memungkinkan adanya.penghilangan batas-batas keruangan. Jarak semakin kurang berarti dalam dunia digital. Misalnya e-mail, penerimaan dan pengiriman e-mail dari jarak dekat dan jauh sampainya sama saja. Pendirian komunitas yang dipicu dari batas keruangan—nasionalisme, demografi, dan ras—menjadi tidak bermakna dalam internet.

Kondisi peleburan internet tersebut bila diadopsi dalam karya sastra akan menghasilkan sebuah estetika tanpa identitas. Estetik demikian dapat belajar dari prestasi karya simultanisme (simultanismo). Suatu cara yang dipakai untuk meringkus pluralitas persepsi dan makna-makna ke dalam satu kehadiran.

Gagasan estetik peleburan segala hal bukan berarti berangkat dari kekosongan dan berakhir dari kekosongan. Justru estetik demikian berangkat dari latar keluasan dan menuju latar keluasan yang lain. Pilihan ini menjadikan sastra internet dapat mewujudkan gagasan “kebudayaan post-Filosofi” (post-Philosophical culture) dari Richard Rorty. Sebuah karya sastra cerdas: “Dia yang bergerak dengan cepat dari Hemingway ke Proust ke Hitler ke Marx ke Foucault ke Mary Douglas ke situasi Asia Tenggara mutakhir ke Gandhi ke Sophocles. Seorang penetas nama-nama, ia yang memakai nama-nama semacam ini untuk mengacu kepada kepada perangkat-perangkat deskripsi, sistem simbol, cara pandang”.

Ketiga, karya estetik internet mengandaikan perubahan persepsi terhadap kemanusiaan. Kedirian dalam internet merupakan suatu hal yang misteri. Misalnya, Anda membikin e-mail, membuatnya menjadi alamat. Di situ, Anda bisa menghubungi kerabat, mengikuti kuis, mendaftarkan karya ke penerbit, dan siapa pun akan dapat menghubungi Anda tanpa takut salah alamat.

Dengan e-mail, manusia sudah menjadi pribadi digital. Manusia lebih berpijak dalam waktu daripada ruang. E-mail memberikan mobilitas yang luar biasa tanpa seorang pun harus tahu tempat berada. Bahkan rupa, ada ungkapan menarik tentang kerahasiaan pengguna internet, “di internet, tidak ada yang tahu kalau Anda berwujud anjing”.

Spesialitas kepribadian inilah yang patut menjadi sorotan dalam sastra internet. Bahwa telah terjadi perubahan konsepsi kemanusiaan. Di dalam sastra, perubahan ini tentu berpengaruh terhadap cara manusia berbicara, memandang, menjalani kehidupan, memilih peran, standar obsesi, dan perubahan utopia. Sebuah perubahan yang juga akan terasa dalam penokohan karya sastra. Sebuah pribadi ataau tokoh yang mengandaikan kenyataan virtual (‘virtual reality’ istilah yang ditemukan oleh Jaron Lanier pada tahun 1086 untuk menggambarkan lingkungan interaktif yang disiptakan komputer).

Penciptaan tradisi estetik sastra internet tentu tidak dapat diharapkan terjadi dengan sendirinya. Langkah-langkah progresif pantas untuk dipertimbangkan. Idealitas bukanlah sosok yang datang dengan gampang, ia mesti disongsong, mesti diperjalankan.

Pertama, para sastrawan dan masyarakat perlu berperan dalam mengikuti dan mengembangkan sastra internet. Tanpa sertaan sastrawan dan publik, sastra internet hanyalah ruang kondusif yang kesepian. Hingga saat sekarang, sastrawan berbobot yang melibatkan diri sangatlah minim.

Kedua, perlu keterlibatan secara aktif dari pihak kritikus sastra. Karya yang termuat dalam internet perlu mendapatkan apresiasi setimpal. Ada kelebihan dalam tampilan internet, karya yang sudah habis masa tampil dapat dipanggil kembali. Kondisi tersebut memudahkan kritikus menunjukkan sampel karya.

Ketiga, perlu diusahakan sebuah situs yang getol mencari sponsor. Pendapatan dari sponsor dapat digunakan membiayai operasional situs dan dipakai memberi honor penulis. Situs-situs tertentu dalam internet sudah mampu memberi hadiah kepada pelanggan, bukan mustahil, situs sastra dengan manajerial terpadu mampu menyediakan honor bagi tulisan yang dimuat.

Keempat, kegiatan mailing list atau komunitas diskusi dalam internet perlu dipadatkan. Beberapa orang telah mengajukan pertanyaan dan apresiasi terhadap tema diskusi novel “Saman”, hanya saja masih terkesan asal-asalan dan tanpa ditunjang teori sastra yang berbobot.
______, Surabaya
Dijumput dari:  http://terpelanting.wordpress.com/page/3/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito