Beni Setia
Pikiran Rakyat, 12 Des 2010
SECARA sederhana, apa yang diributkan sebagai politik sastra itu
(barangkali) cuma merujuk ke semacam manipulasi kuasa nonsastra untuk
menegakkan otonomi sastra. Baik dengan memanfaatkan modal, dominasi,
maupun pemaksaan kriteria sastrawi dengan ditunjang referensi yang luas
untuk sekadar melakukan pengangkangan selera keredaksian media massa.
Yang menyebabkan hadir sebuah model ekspresi, corak estetika, dan
kriteria kebermutuan karya sastra dominan, yang diperkenalkan c.q. teks
kritik dan paparan esai sehingga terbentuk preferensi redaksional seni
budaya di media massa yang intoleran pada karya yang tak sesuai standar
eksklusif tersebut.
Dengan dramatisasi, hal itu menyebabkan terbentuk isu telah terlahir
satu model karya ideal, model ideal yang nyaris tidak mengizinkan
hadirnya model ekspresi, corak estetika, serta kriteria kebermutuan
karya yang berbeda. Yang diandaikan selalu operasional ketika terjadi
praktik seleksi naskah di media massa yang dikuasai si pihak eksklusif
ataupun penulisan kritik yang menegaskan karya sastra yang bisa
ditoleransi sebagai teks yang sesuai kriteria sambil mengutip aneka
referensi-dengan tak mengatakan apa-apa pada teks yang dianggap kurang
bermutu dan (bahkan) tidak bermutu sama sekali.
Tindakan “menghalalkan cara” di dalam rangka memuliakan corak sastra
alternatif — sehingga tampil hampir menjadi corak sastra dominan pada
masa kini. Hal yang bagi mereka sendiri tidak berlebih, meskipun bagi
yang lain itu dianggap sangat berlebih, diskriminatif, bahkan. Hanya
dianggap satu perayaan dari upaya penemuan atau terobosan eksperimentasi
sastra — terlepas dari hasilnya orisinal atau cuma pseudo, seperti yang
orang Sunda artikulasikan sebagai, mikung, tetapi pembacaan efeknya di
ruang publik menyarankan itu sebagai upaya sadar melakukan homogenisasi
ekspresi dan estetika sastra mutakhir. Ihwal yang menyebabkan arah atau
potensi perkembangan sastra ditelikung, terdominasi, bahkan diapresiasi
sebagai telah terjadinya sakralisasi yang dilengkapi pemeo, menjadi
seperti inilah atau diabaikan. Akan tetapi, siapa yang mengabaikan?
Kenapa?
Kenyataannya, tidak ada pihak otoritatif yang benar-benar dominan dan
amat berkuasa untuk mengabaikan yang tak sesuai dengan kriteria yang
ditentukan mereka sendiri. Bagi saya, yang begitu tampaknya hanya bisa
dibangkitkan oleh rekonstruksi pikiran biner yang mengandaikan bila lu
bukan kawan ya gue lawan, tanpa nuansa. Karena suatu tindakan sepihak
yang semena-mena menerapkan asumsi nilai eksklusif akan mengabaikan
fenomena multinilai yang berserentakan hadir dan spontan minta dimaknai,
yang juga aktif melakukan penilaian untuk mengukuhkan keberadaannya.
Tak mungkin bisa leluasa untuk sengaja meminggirkan yang tidak sesuai
kriteria dan karenanya hanya pantas berada di level bawah standar atau
malahan sama sekali tak memenuhi persyaratan minimal. Tindakan
otoritarian yang sangat tak menghargai upaya menegakkan dan menghargai
perbedaan. Itu tindakan tidak produktif yang melahirkan penentangan pada
upaya mengandalkan power untuk menekan yang tak berdaya sebagai pihak
inferior yang pantas dimarginalkan dalam tradisi kompetisi bebas
neoliberal. Hegemoni semacam itu hanya kesimpulan orang yang berpikiran
biner lu atau gua di tengah semangat multiestetika, selalu bisa
dieksplorasi.
Yang mungkin terjadi adalah satu corak estetika tiba-tiba jadi sangat
populer dan dianut banyak pihak sehingga menjelma menjadi trendsetter,
sesuatu yang tidak bisa dimanipulasi karena menyangkut kesiapan
apresiator karya yang ditawarkan.
**
DENGAN pola biner akan terbentuk asumsi sedang dan telah terjadi satu
prosesi pembonsaian yang akhir-akhir ini suka diidentifikasi dalam
termin “dominasi sastra”, upaya sadar terencana memarginalkan corak dan
genre sastra lain. Yang mendominasi kecenderungan redaksional lembaran
sastra budaya media massa, baik secara fisikal kehadiran orang atau
sekadar sugesti yang menata kecondongan preferensial pseudo konsensus
tentang wujud teks bermutu dengan merujuk ke estetika sastra dominan
yang menyebabkan redaktur media massa di luar lingkaran penunjang pun
condong ke genre sastra dominan. Benarkah seburuk itu? Apakah memang
tidak ada lagi alternatif untuk corak estetika sastra lain?
Jawabannya perlu dua pengandaian. Pertama, selama yang merasa
dimarginalkan itu rindu ingin diakui pihak eksklusif, ia selalu tampak
membenci, tetapi dengan harapan akan diakui-meski ia tetap menulis
sesuai kriteria sastra dominan. Gugatan agresif yang diteriakkannya itu
sekadar mempertanyakan kapan ya giliran saya projek “cari muka” sambil
berakting gigih menggugat keabsahannya kriteria sastra dominan, sambil
aktif agresif menunjukkan ke-mikung-an pihak yang kini sudah jadi si
teridentifikasi sesuai kriteria. Ketermarginalan itu diapresiasi sebagai
cobaan, modul tantangan sehingga ia terus aktif menulis sesuai dengan
kriteria, sastra dominan tetap dijadikan anutan.
Kedua, ketika seseorang sudah tidak bergantung kepada kriteria sastra
dominan, pada pengakuan penguasa sastra dominan, ia percaya kalau
sastra dominan itu tidak akan bisa mendominasi dirinya. Sastra dominan
hanya dianggap pengajuan satu corak sastra alternatif yang berada pada
level bisa dipertimbangkan, tak perlu loyal diikuti. Hanya cakrawala
kemungkinan untuk dieksplorasi. Oleh karenanya, ia tidak mungkin
“mendewakannya” dengan menghilangkan segala corak sastra yang berbeda.
Semua kemungkinan estetika sastra tetap dipertimbangkan karena akan
membuatnya bebas melakukan eksplorasi bentuk ucap dan pilihan materi
ungkap yang mendorong menulis dengan corak sastra yang diyakininya,
lantas memublikasikannya ke media massa mana saja, bahkan ke media massa
si penunjang sastra dominan.
Kenyataannya, di luar estetika dominan dan media massa penunjangnya
itu masih banyak media massa yang kebijaksanaan redaksionalnya tetap
otonom. Akan tetapi, apa pihak yang agresif melakukan penentangan kepada
sastra dominan itu memahami keberadaan pihak yang mempunyai corak
estetika serta objektivitas redaksional agar tidak berat sebelah yang
selalu bersiteguh menjamin kehadiran yang multiestetika, yang berani
menjaga netralitas dan terbuka kepada segala macam estetika? Akan
tetapi, apa pihak yang merasa tergencet oleh estetika sastra dominan itu
mau memanfaatkan itu untuk mengekspresikan eksplorasi kreatif sastra
alternatif mereka?
**
ADA pihak yang tak nyaman dengan dominasi estetika, dengan dominasi
sastra, meski tak semua media massa dan redaktur bekerja dengan skenario
redaksional yang memihak, setidaknya itu asumsi yang diajukan pihak
yang berhadapan biner dengan sastra dominan, meski ini merupakan
penyederhanaan dengan rekonstruksi dialektika yang mimpi membangun dunia
baru dengan melabrak sesuatu yang hadir sewajarnya. Meski, nyatanya,
pertentangan biner itu hanya ada di tataran ilusi dan jadi logis dengan
menghadirkan aneka teori sastra yang mampu mernghadirkan tataran
skeptik, apa memang seperti itu ciri bermutu itu. Sesuai dengan kodrat
kualitas sastrawi teks yang bisa diperdebatkan selama bisa cerdas
memungut banyak argumen dan referensi.
Lewat polemik di tataran ide dengan esai-esai yang ditulis cerdas
punya banyak rujukannya. Momentum yang memperkaya khazanah intelektual
teori sastra. Meski di aspek praktis penulisan kreatif, di aspek
manajemen energi kreatif yang menghasilkan puisi dan prosa, semua ide
yang diperdebatkan itu nyaris tidak berguna. Karena upaya penciptaan
karya kreatif itu selalu bergerak dalam langkah misterius, rancangan
karya hanya kekal sebagai draf sementara prosesi aktualisasinya menjadi
karya terkadang nyelonong mengingkari draf. Saman dan Larung Ayu Utami
adalah bukti dari karya yang tak sesuai draf, tetapi sukses.
Bukti konkret dari aspek tragis Mikhail Salokov dan faktor
ketidaksengajaan, bila mengutip rumusan Iwan Simatupang. Dengan kata
lain, dominasi sastra itu hanya berada di tataran teori, selama apa yang
direncanakan akan ditulis, tertera pada draf, dan termanifestasikan
dengan tanpa banyak lanturan. Pada praktik penciptaan riil, hal itu tak
mungkin terjadi sehingga karya yang tercipta sama sekali tak bergantung
kepada ide sastra dominan, setidaknya bila penciptaan tidak mengikuti
panduan teknik matematika tanpa kehadiran mood atau pengaruh bacaan dan
peristiwa besar terkini.
Nyatanya, siapa saja bebas menulis secara bagaimana saja dan dengan
tema apa saja, serta apa karya itu akan dimuat atau tidak dimuat, tidak
bergantung pada preferensi redaktur atau kriteria sastra dominan. Pada
dasarnya, keunikan orsinal dan pencapaian (level) kualitas karya itu
sendiri yang menentukan nasibnya. Semua kreator itu leluasa bersikukuh
memilih menulis apa dan secara bagaimana saja-isu dominasi sastra itu
nyaris mitos yang diciptakan untuk menutupi keterpurukan kreatif. ***
_______________
Beni Setia, pengarang
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/12/dominasi-estetika.html
Rabu, 04 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar