Rabu, 04 April 2012

Dominasi Estetika

Beni Setia
Pikiran Rakyat, 12 Des 2010

SECARA sederhana, apa yang diributkan sebagai politik sastra itu (barangkali) cuma merujuk ke semacam manipulasi kuasa nonsastra untuk menegakkan otonomi sastra. Baik dengan memanfaatkan modal, dominasi, maupun pemaksaan kriteria sastrawi dengan ditunjang referensi yang luas untuk sekadar melakukan pengangkangan selera keredaksian media massa. Yang menyebabkan hadir sebuah model ekspresi, corak estetika, dan kriteria kebermutuan karya sastra dominan, yang diperkenalkan c.q. teks kritik dan paparan esai sehingga terbentuk preferensi redaksional seni budaya di media massa yang intoleran pada karya yang tak sesuai standar eksklusif tersebut.

Dengan dramatisasi, hal itu menyebabkan terbentuk isu telah terlahir satu model karya ideal, model ideal yang nyaris tidak mengizinkan hadirnya model ekspresi, corak estetika, serta kriteria kebermutuan karya yang berbeda. Yang diandaikan selalu operasional ketika terjadi praktik seleksi naskah di media massa yang dikuasai si pihak eksklusif ataupun penulisan kritik yang menegaskan karya sastra yang bisa ditoleransi sebagai teks yang sesuai kriteria sambil mengutip aneka referensi-dengan tak mengatakan apa-apa pada teks yang dianggap kurang bermutu dan (bahkan) tidak bermutu sama sekali.

Tindakan “menghalalkan cara” di dalam rangka memuliakan corak sastra alternatif — sehingga tampil hampir menjadi corak sastra dominan pada masa kini. Hal yang bagi mereka sendiri tidak berlebih, meskipun bagi yang lain itu dianggap sangat berlebih, diskriminatif, bahkan. Hanya dianggap satu perayaan dari upaya penemuan atau terobosan eksperimentasi sastra — terlepas dari hasilnya orisinal atau cuma pseudo, seperti yang orang Sunda artikulasikan sebagai, mikung, tetapi pembacaan efeknya di ruang publik menyarankan itu sebagai upaya sadar melakukan homogenisasi ekspresi dan estetika sastra mutakhir. Ihwal yang menyebabkan arah atau potensi perkembangan sastra ditelikung, terdominasi, bahkan diapresiasi sebagai telah terjadinya sakralisasi yang dilengkapi pemeo, menjadi seperti inilah atau diabaikan. Akan tetapi, siapa yang mengabaikan? Kenapa?

Kenyataannya, tidak ada pihak otoritatif yang benar-benar dominan dan amat berkuasa untuk mengabaikan yang tak sesuai dengan kriteria yang ditentukan mereka sendiri. Bagi saya, yang begitu tampaknya hanya bisa dibangkitkan oleh rekonstruksi pikiran biner yang mengandaikan bila lu bukan kawan ya gue lawan, tanpa nuansa. Karena suatu tindakan sepihak yang semena-mena menerapkan asumsi nilai eksklusif akan mengabaikan fenomena multinilai yang berserentakan hadir dan spontan minta dimaknai, yang juga aktif melakukan penilaian untuk mengukuhkan keberadaannya.

Tak mungkin bisa leluasa untuk sengaja meminggirkan yang tidak sesuai kriteria dan karenanya hanya pantas berada di level bawah standar atau malahan sama sekali tak memenuhi persyaratan minimal. Tindakan otoritarian yang sangat tak menghargai upaya menegakkan dan menghargai perbedaan. Itu tindakan tidak produktif yang melahirkan penentangan pada upaya mengandalkan power untuk menekan yang tak berdaya sebagai pihak inferior yang pantas dimarginalkan dalam tradisi kompetisi bebas neoliberal. Hegemoni semacam itu hanya kesimpulan orang yang berpikiran biner lu atau gua di tengah semangat multiestetika, selalu bisa dieksplorasi.

Yang mungkin terjadi adalah satu corak estetika tiba-tiba jadi sangat populer dan dianut banyak pihak sehingga menjelma menjadi trendsetter, sesuatu yang tidak bisa dimanipulasi karena menyangkut kesiapan apresiator karya yang ditawarkan.

**

DENGAN pola biner akan terbentuk asumsi sedang dan telah terjadi satu prosesi pembonsaian yang akhir-akhir ini suka diidentifikasi dalam termin “dominasi sastra”, upaya sadar terencana memarginalkan corak dan genre sastra lain. Yang mendominasi kecenderungan redaksional lembaran sastra budaya media massa, baik secara fisikal kehadiran orang atau sekadar sugesti yang menata kecondongan preferensial pseudo konsensus tentang wujud teks bermutu dengan merujuk ke estetika sastra dominan yang menyebabkan redaktur media massa di luar lingkaran penunjang pun condong ke genre sastra dominan. Benarkah seburuk itu? Apakah memang tidak ada lagi alternatif untuk corak estetika sastra lain?

Jawabannya perlu dua pengandaian. Pertama, selama yang merasa dimarginalkan itu rindu ingin diakui pihak eksklusif, ia selalu tampak membenci, tetapi dengan harapan akan diakui-meski ia tetap menulis sesuai kriteria sastra dominan. Gugatan agresif yang diteriakkannya itu sekadar mempertanyakan kapan ya giliran saya projek “cari muka” sambil berakting gigih menggugat keabsahannya kriteria sastra dominan, sambil aktif agresif menunjukkan ke-mikung-an pihak yang kini sudah jadi si teridentifikasi sesuai kriteria. Ketermarginalan itu diapresiasi sebagai cobaan, modul tantangan sehingga ia terus aktif menulis sesuai dengan kriteria, sastra dominan tetap dijadikan anutan.

Kedua, ketika seseorang sudah tidak bergantung kepada kriteria sastra dominan, pada pengakuan penguasa sastra dominan, ia percaya kalau sastra dominan itu tidak akan bisa mendominasi dirinya. Sastra dominan hanya dianggap pengajuan satu corak sastra alternatif yang berada pada level bisa dipertimbangkan, tak perlu loyal diikuti. Hanya cakrawala kemungkinan untuk dieksplorasi. Oleh karenanya, ia tidak mungkin “mendewakannya” dengan menghilangkan segala corak sastra yang berbeda. Semua kemungkinan estetika sastra tetap dipertimbangkan karena akan membuatnya bebas melakukan eksplorasi bentuk ucap dan pilihan materi ungkap yang mendorong menulis dengan corak sastra yang diyakininya, lantas memublikasikannya ke media massa mana saja, bahkan ke media massa si penunjang sastra dominan.

Kenyataannya, di luar estetika dominan dan media massa penunjangnya itu masih banyak media massa yang kebijaksanaan redaksionalnya tetap otonom. Akan tetapi, apa pihak yang agresif melakukan penentangan kepada sastra dominan itu memahami keberadaan pihak yang mempunyai corak estetika serta objektivitas redaksional agar tidak berat sebelah yang selalu bersiteguh menjamin kehadiran yang multiestetika, yang berani menjaga netralitas dan terbuka kepada segala macam estetika? Akan tetapi, apa pihak yang merasa tergencet oleh estetika sastra dominan itu mau memanfaatkan itu untuk mengekspresikan eksplorasi kreatif sastra alternatif mereka?

**

ADA pihak yang tak nyaman dengan dominasi estetika, dengan dominasi sastra, meski tak semua media massa dan redaktur bekerja dengan skenario redaksional yang memihak, setidaknya itu asumsi yang diajukan pihak yang berhadapan biner dengan sastra dominan, meski ini merupakan penyederhanaan dengan rekonstruksi dialektika yang mimpi membangun dunia baru dengan melabrak sesuatu yang hadir sewajarnya. Meski, nyatanya, pertentangan biner itu hanya ada di tataran ilusi dan jadi logis dengan menghadirkan aneka teori sastra yang mampu mernghadirkan tataran skeptik, apa memang seperti itu ciri bermutu itu. Sesuai dengan kodrat kualitas sastrawi teks yang bisa diperdebatkan selama bisa cerdas memungut banyak argumen dan referensi.

Lewat polemik di tataran ide dengan esai-esai yang ditulis cerdas punya banyak rujukannya. Momentum yang memperkaya khazanah intelektual teori sastra. Meski di aspek praktis penulisan kreatif, di aspek manajemen energi kreatif yang menghasilkan puisi dan prosa, semua ide yang diperdebatkan itu nyaris tidak berguna. Karena upaya penciptaan karya kreatif itu selalu bergerak dalam langkah misterius, rancangan karya hanya kekal sebagai draf sementara prosesi aktualisasinya menjadi karya terkadang nyelonong mengingkari draf. Saman dan Larung Ayu Utami adalah bukti dari karya yang tak sesuai draf, tetapi sukses.

Bukti konkret dari aspek tragis Mikhail Salokov dan faktor ketidaksengajaan, bila mengutip rumusan Iwan Simatupang. Dengan kata lain, dominasi sastra itu hanya berada di tataran teori, selama apa yang direncanakan akan ditulis, tertera pada draf, dan termanifestasikan dengan tanpa banyak lanturan. Pada praktik penciptaan riil, hal itu tak mungkin terjadi sehingga karya yang tercipta sama sekali tak bergantung kepada ide sastra dominan, setidaknya bila penciptaan tidak mengikuti panduan teknik matematika tanpa kehadiran mood atau pengaruh bacaan dan peristiwa besar terkini.

Nyatanya, siapa saja bebas menulis secara bagaimana saja dan dengan tema apa saja, serta apa karya itu akan dimuat atau tidak dimuat, tidak bergantung pada preferensi redaktur atau kriteria sastra dominan. Pada dasarnya, keunikan orsinal dan pencapaian (level) kualitas karya itu sendiri yang menentukan nasibnya. Semua kreator itu leluasa bersikukuh memilih menulis apa dan secara bagaimana saja-isu dominasi sastra itu nyaris mitos yang diciptakan untuk menutupi keterpurukan kreatif. ***
_______________
Beni Setia, pengarang
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/12/dominasi-estetika.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito