Jumat, 23 Maret 2012

Seni-Budaya di Antara Sejumlah Momen

Ahid Hidayat
http://kendaripos.co.id/

DUA bulan belakangan ini adalah bulan yang penuh momen bagi masyarakat Indonesia, terkhusus masyarakat Sulawesi Tenggara. Di bulan April, selain peringatan Hari Kartini 21 April yang secara resmi setiap tahun diperingati kaum hawa seantero Nusantara, seminggu kemudian adalah hari kematian Chairil Anwar 28 April yang biasa dikenang dengan beragam kegiatan sastra. Satu hari sebelum peringatan meninggalnya Chairil Anwar, masyarakat Sulawesi Tenggara merayakan hari jadi Provinsi ini – tahun ini menginjak usia ke-44.

Kemudian kita memulai hari baru di bulan Mei dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei. Bagi masyarakat Konawe Selatan, hari besar nasional ini menjadi kian terasa kebesarannya karena tepat di hari itu, Konawe Selatan resmi berdiri sebagai sebuah kabupaten baru, lepas mandiri dari Kabupaten Konawe sebagai kabupaten induknya. Seminggu kemudian, Kota Kendari merayakan hari jadinya yang ke-176. Tanggal 20 Mei tahun ini tepat pula 100 tahun kebangkitan nasional dan sehari kemudian, jika detik mundurnya Soeharto dianggap sebagai tonggak reformasi, maka tanggal 21 Mei tahun ini reformasi genap sepuluh tahun.

Sejumlah momen itu sejatinya membawa kita kepada momen-momen permenungan tentang berbagai hal-ihwal kehidupan pada umumnya, serta hal-hal yang secara langsung berkaitan dengan momen itu pada khususnya. Pada momen peringatan Hari Kartini, kita bisa bertanya, misalnya, “Seberapa majukah perempuan bangsa kita, setelah Kartini memperjuangkannya lebih dari seratus tahun lalu?” Dalam konteks kelokalan, kita bisa membatasi cakupan pertanyaan tadi dengan mengajukan pertanyaan, “Seberapa majukah perempuan Sulawesi Tenggara saat ini?” Pada momen mengenang Chairil Anwar, pertanyaan yang muncul adalah, seberapa majukah dunia sastra Sulawesi Tenggara?

Demikian pula pada momen-momen lainnya. Setelah 44 tahun berdiri sebagai sebuah provinsi, sudahkah masyarakat Sulawesi Tenggara menjadi masyarakat sejahtera? Setelah 176 tahun berdiri, prestasi apakah yang patut dibanggakan oleh masyarakat Kota Kendari? Setelah 100 tahun lalu para pemuda bangsa kita berbuat untuk bangsa, kini kita sepatutnya merenungi tentang apa yang sudah dan harus kita lakukan dalam memelihara sebuah bangsa besar agar senantiasa “bangun(lah) jiwanya, bangun(lah) badannya” sebagaimana lirik lagu kebangsaan kita yang selalu dikumandangkan pada setiap upacara.

Membangun Jiwa Bangsa

Seni-budaya dapat dikatakan sebagai jiwa sebuah bangsa. Bangsa-bangsa yang kemudian kita kenal sebagai bangsa besar adalah bangsa-bangsa yang “besar” pula seni-budayanya. Kita sampai sekarang masih bisa mengenang kebesaran bangsa Yunani, sekadar satu contoh saja, karena bangsa itu memang menunjukkan jejak-jejak seni-budaya yang mengagumkan. Dari sanalah, antara lain, pemikiran filsafat dan seni budaya berkembang, termasuk pula olahraga.

Dalam konteks membangun jiwa bangsa inilah, maka sejumlah momen yang disebut di awal tulisan ini semestinya tidak berhenti sebagai sekadar upacara seremonial belaka. Diperlukan kesadaran dan kerja sungguh-sungguh dan tanpa pamrih dari berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah, kalangan legislatif, para seniman, jajaran pers, serta masyarakat luas untuk bersama-sama memajukan seni-budaya di Sulawesi Tenggara.

Ada banyak alasan mengapa kita di Sulawesi Tenggara, lebih-lebih di Kendari sebagai ibukota provinsi ini, pada momen besar 100 tahun kebangkitan nasional dan momen-momen lainnya yang tak kurang besar pula, mesti bersama-sama secara nyata memberikan perhatian besar kepada pembangunan jiwa bangsa yakni seni-budaya. Alasan paling utama adalah, seni-budaya masih diposisikan sebagai “anak tiri”, kalau bukan “anak haram” pembangunan.

Faktanya, kita akui, dalam sepuluh tahun terakhir ini, pembangunan fisik Kota Kendari, sebagai wajah Sulawesi Tenggara, menunjukkan kemajuan amat pesat. Jalan-jalan membentang, menggelindingkan roda perekonomian warga. Pusat-pusat perdagangan dan ruko-ruko menjamur di sepanjang jalan kota ini. Kafe-kafe dan panti-panti pijat menawarkan hiburan di berbagai tempat. Stadion dan lapangan berbagai cabang olahraga juga sudah ada dengan fasilitas yang cukup lengkap pula. Namun, hingga saat ini provinsi yang terdiri atas beragam kelompok etnik yang memiliki khazanah budaya yang kaya ini belum juga memiliki gedung kesenian yang dengan jadwal tetap menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk menyalurkan kreativitas seni-budaya! Kesenian dan acara-acara budaya, walau dari satu sisi yaa… patut juga disyukuri, masih dilaksanakan sebatas “dalam rangka”.

Ini jauh berbeda dengan program pembinaan dan pengembangan bidang olahraga. Perhatian pemerintah terhadap bidang yang satu ini bukan main seriusnya, dengan dukunan dana yang tidak main-main pula. Lihatlah bagaimana penyelenggaraan Porda terakhir yang berlangsung di ibukota Kabupaten Muna itu. Berapa besar digelontorkan untuk membangun sejumlah fasilitas olahraga itu? Pasti bukan jumlah yang sedikit. Belum lagi Pekan Olahraga Nasional, dan lain-lain.

Perhatian besar terhadap olahraga tentu tidak lepas dari bagusnya manajemen organisasi dan pengelolaan kegiatan olahraga oleh induk-induk organisasi setiap cabang olahraga. Namun, kenyataan bahwa bidang seni-budaya belum mendapat perhatian sebesar perhatian pemerintah terhadap olahraga ini menyisakan sebuah ironi, karena baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, setidaknya ada satu badan atau dinas yang secara struktural mempunyai tugas dan kewajiban menyelenggarakan program pembinaan dan pengembangan seni-budaya.

Kalangan penggiat dan para birokrat di bidang seni-budaya, karena itu, semestinya mau becermin pada manajemen pembinaan olahraga yang cukup bagus itu. Komitmen pada kerja serta kerja sama menjadi kata kunci yang membuat olahraga dapat merebut perhatian berbagai pihak. Olahraga dikelola demi dan semata-mata demi kemajuan olahraga, bukan demi kepentingan yang lain-lain. Komitmen itulah yang membuat kalangan olahragawan bisa membuka diri bagi siapa pun yang punya niat dan kepedulian untuk memajukan olahraga. Sportivitas, sebuah prinsip dalam olah raga, dipegang teguh para pengelola program bidang keolahragaan. Sebagai contoh, siapa pun yang memimpin Koni tidak menjadi soal, sebab kalangan olahragawan percaya bahwa orang itu (akan) punya komitmen memajukan olah raga – sebuah hal yang kadang menjadi persoalan dalam dunia kesenian. Penataan ulang Dewan Kesenian Sulawesi Tenggara, yang di masa pemerintahan Ali Mazi agak kurang terdengar kiprahnya, sudah semestinya dilakukan.

Kreativitas Perlu Dukungan

Pada rubrik ini awal Februari lalu, penyair Syaifuddin Gani menulis “dunia mengakui bahwa Sulawesi Tenggara memiliki khazanah besar (sastra khususnya dan seni-budaya umumnya, yang) bernilai lokal dan universal”. Gani mencontohkan, betapa kesusastraan Buton, sastra lisan Tolaki, Muna, dan Moronene (sekadar menyebut beberapa nama) adalah aset besar seni-budaya Sulawesi Tenggara. Mengapa masyarakat dari berbagai kelompok etnik di masa lalu mampu melahirkan kreativitas tinggi di dunia seni-budaya? Tentu, antara lain, karena aktivitas seni-budaya mendapat perhatian besar baik dari masyarakat maupun pemerintah. Bagaimana tradisi pernaskahan Buton tidak maju kalau salah seorang sultannya adalah pujangga yang melahirkan ribuan larik kabhanti.

Membangun kesejahteraan masyarakat, yang menjadi program Gubernur Sulawesi Tenggara dalam lima tahun ke depan, tentunya tidak akan lengkap terwujud jika pembangunan kreativitas seni-budaya masyarakat tidak tercakup di dalamnya. Karena itu, bila selama ini Gubernur (yang menduduki kursi ketua Koni Provinsi telah banyak memberikan perhatian terhadap dunia olahraga di daerah ini sehingga bidang itu mampu membawa nama harum Sulawesi Tenggara di tingkat nasional (bahkan internasional), maka sudah saatnya Gubernur pun memberikan perhatian yang sama terhadap pengembangan kreativitas seni budaya Sulawesi Tenggara.

Tentang kreativitas seni-budaya Sulawesi Tenggara, tak perlu lagi dikatakan bahwa potensi di bidang ini amat menjanjikan. Tanpa perhatian yang selayaknya saja, masyarakat seni-budaya di Sulawesi Tenggara telah mampu bicara pada daerah lain bahwa seni-budaya di Sulawesi Tenggara tidak terlalu ketinggalan dari daerah lain. Beberapa buku karya penyair, cerpenis dan novelis Sulawesi Tenggara telah terbit, baik dalam jumlah terbatas seperti antologi puisi Syaifuddin Gani maupun dalam tiras besar seperti novel Krisni Dinamita dan dua kumpulan cerpen Muhammad Syahrial Ashaf. Teater Anawula Menggaa pernah diundang ke acara Hari Anak Nasional dan menjuarai Festival Teater Pelajar tingkat Nasional di Semarang. Beberapa grup musik muncul dan segera menarik perhatian khalayak.

Kreativitas masyarakat di bidang seni-budaya itu membutuhkan perhatian dan dukungan kita secara sungguh-sungguh. Tentu tidak perlu dikemukakan lagi bagaimana bentuk perhatian dan dukungan yang sungguh-sungguh itu. Sekadar contoh, lihatlah bagaimana pemerintah (pusat) menyelenggarakan acara peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional di Gelora Bung Karno yang memberikan kepercayaan untuk menampilkan kreativitas seni (tari, musik, dll.) kepada para seniman Indonesia sendiri! Sementara itu, dua tahun lalu, agar pembukaan MTQ di Sulawesi Tenggara tampil gemerlap, pemerintah provinsi ini tampaknya belum percaya sepenuhnya kepada seniman-seniman di daerah ini, dengan mendatangkan koreografer dari pusat (Jakarta) sana!

Perhatian dan dukungan serius pemda bisa mengantarkan sebuah rombongan pantun dari daerah ini meraih prestasi gemilang. Seperti ditulis Syaifuddin Gani, “Dunia tercengang ketika utusan Sulawesi Tenggara yang diwakili Kabupaten Wakatobi memainkan kabhanti dilengkapi instrumen gambus di Gedung Kesenian Jakarta, tahun silam. Penonton terpesona ketika mendengar puisi kabhanti dilantunkan yang memiliki kekuatan estetik dan puitik yang agung”. Bukan tidak mungkin pada suatu acara nasional di Jakarta, ikon Sulawesi bukan lagi diwakili oleh lagu “Angin Mamiri” atau poco-poco, tetapi oleh nyanyian dari sini dan tarian Lulo misalnya. Bila kita bersungguh-sungguh memajukan seni budaya kita, tentunya.

Saya sendiri memimpikan bahwa pada ulang tahun kesekian, Provinsi Sulawesi Tenggara atau Kota Kendari memiliki gedung kesenian yang ramai dengan berbagai pertunjukan dan diskusi seni, ada galeri lukisan yang menjadi pusat pertumbuhan seni rupa, terbitnya karya-karya sastra dan budaya yang setara dengan karya dari daerah lain, serta para pejabat dan masyarakat terdidik yang melek seni-budaya. Jejak langkah progresif Gubernur Ali Sadikin dalam membangun prasarana dan mengembangkan kehidupan seni budaya di Jakarta pada tahun 1960-an sungguh layak ditiru. Bukankah dulu di masa pemerintahan masih terpusat, salah satu alasan daerah-daerah meminta otonomi adalah, “agar kebudayaan daerah mendapat perhatian lebih layak”?

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito