Jumat, 23 Maret 2012

PANCANA, KAMPUNG PENULIS SASTRA TERPANJANG DI DUNIA

Jamrin Abubakar
http://www.kompasiana.com/jamrin_abubakar

MULANYA tidak begitu dikenal dan dianggap biasa saja, namun ketika Seminar Internasional I La Galigo digelar tahun 2002 yang dihadiri sejumlah seniman, budayawan dan peneliti dari berbagai Negara, praktis Desa Pancana begitu terkenal. Terbilang mengejutkan, sebelumnya tak banyak yang tahu kalau desa itu punya latar belakang sejarah dan budaya yang amat menarik. Bahkan merupakan salah satu pusat sastra dunia yang ditulis pujangga asli Bugis.

Sejak itu Pancana bukan saja dikenal sebagai salah satu desa kecil (luasnya hanya 9,2 km) di ujung Kabupaten Barru yang berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, tapi kini dapat dikatakan sebagai desa internasional di ujung Barru. Padahal dibanding desa-desa tetangga sekitar Pancana tak jauh beda, secara kultural mayoritas penduduknya beretnis Bugis yang hidup dari pertanian kebanyakan menggarap sawah dan sebagian hidup menjadi nelayan.

Namun khusus Pancana, Kecamatan Tanete Rilau punya keistimewaan, bukan saja telah dikenal sebagai salah satu kawasan wisata budaya andalan di Sulawesi Selatan yang selalu mendapat perhatian dan sering dikunjungi wisatawan. Tapi dapat dikatakan ini merupakan daerah wisata sastra yang berawal dari seminar epos I La Galigo yang digagas Dr. Nurjayati Rahman seorang peneliti dari UNHAS. Kumpulan makalah-makalah (dalam bahasa Indonesia & Inggris, dan sedikit cuplikan dalam bahasa Bugis) telah diterbitkan dalam bentuk buku sebagai referensi yang menarik.

Selain itu, di Pancana sering dilaksanakan berbagai jenis pertunjukan seni dan kemah budaya antarpelajar dalam rangkaian acara Sastra Kepulauan salah satu event sastra di Sulsel yang selalu menghadirkan sejumlah sastrawan terkenal. Atraksi para bissu Bugis DARI Segeri (Pangkep) yang semuanya calabai (laki-laki berperilaku perempuan) dengan kekebalan tusukan keris dalam atraksi, beberapa kali tampil mempertunjukkan kemampuan ritualnya di Pancana. Kesenian para bissu yang merupakan tradisi perpaduan seni sastra lisan, seni tari, musik, seni rupa dan instalasi juga berakar dari tradisi yang terkandung dalam epos I La Galigo. Di antara spiritnya mencerminkan kedikdayaan tokoh Sawerigading sebagai tokoh sentral yang memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, menguasai tiga dunia; bawah, tengah dan atas hingga berkomunikasi dengan “dewa-dewa.”

Dalam sebuah kunjungan penulis ke Pancana untuk menghadiri Sastra Kepulauan, sempat menyaksikan pertunjukan Puang Matoa Saidi seorang pemimpin kaum Bissu. Bagi komunitas seni tradisi di Sulsel, nama Puang Saidi sangat popular, sudah berkali-kali melakukan pementasan, termasuk ke Bali, bahkan dia menjadi salah satu bagian dari pementasan teater La Galigo untuk pentas keliling di panggung-panggung teater terkenal di dunia. Sebab dalam sureq I La Galigo peran bissu memiliki kedudukan cukup penting dalam berbagai upacara zaman dahulu kala. Namun ketika masa Orde Baru sempat vakum menyusul pemandegan kebudayaan-kebudayaan yang kadang disalahpersepsikan oleh penguasa.

Menuju Pancana

Untuk jalan-jalan ke desa Pancana sangat mudah, karena bukanlah desa yang terisolasi dan masyarakatnya sudah mengikuti perkembangan zaman. Secara geografis berada di tepi pantai berhadapan langsung dengan Selat Makassar, untuk menjangkaunya selain lewat perairan laut, paling mudah ditempuh dengan kendaraan sepeda motor atau roda empat dengan melalui jalan trans Sulawsi dari arah utara maupun dari arah selatan.

Pengalaman penulis yang pernah jalan-jalan ke Pancana dalam rangkaian mengikuti acara Sastra Kepulauan yang dihadiri sejumlah penyair, budayawan, koreografer dan pemerhati seni Indonesia, untuk menuju desa tersebut tidaklah sulit. Paling gampang dan cepat adalah lewat jalur dari arah Kota Makassar bisa ditempuh dengan kendaraan bus penumpang sekitar tiga atau empat jam. Cuma saja pusat permukiman Pancana tidak berada di tepi jalan trans Sulawesi, melainkan mesti berbelok ke arah kiri dari arah selatan sekitar satu kilometer untuk menuju pusat keramaian.

Kampung tua yang tata ruangnya sangat apik dan teratur ini memiliki keindahan alam yang betul-betul mencerminkan suasana pedesaan di tepi pantai yang eksotis. Di tengahnya mengalir sebuah sungai yang cukup deras mengalir membelah permukiman penduduk, namun yang cukup ramai adalah di belahan bagian selatan. Makam para bangsawan dan panrrita (ulama) yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun silam masih terpelihara baik. Makam Datu We Tenrri Olle yang cukup besar dan eksotik di antara makam-makam lainnya menunjukkan kebesaran arung Pancana yang kini masih terpelihara baik sebagai salah satu obyek wisata religious.

Colliq Pujie

Populernya Pancana sebagai kampung wisata budaya internasional tidaklah datang begitu saja, melainkan punya latar belakang sejarah cukup panjang. Sekitar abad 19 di desa inilah pernah hidup seorang bangsawan wanita, dikenal sebagai pujangga Bugis yang sangat hebat bernama Ratna Kencana Colliq Pujie Arung Pancana Toa atau biasa disebut hanya Colliq Pujie. Namanya diabadikan pada salah satu jalan di desa Pancana dan nama sebuah Baruga sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa-jasa intelektualnya.

“Colliq Pujie adalah penulis epos terpanjang di dunia dan kisah I La Galigo itu jauh lepih panjang daripada epos Mahabarat dan Ramayana dari India yang selama ini sangat dikenal. Padahal yang sebenarnya epos terpanjang di dunia itu adalah karya sastra yang ditulis orang Bugis,” ungkap Nurhayati Rahman di suatu seminar di Makassar.

Kisah legenda heroisme Bugis itu sangat melegenda telah diterjemahkan dalam bahasa Belanda sejak zaman kolonial dan beberpa tahun silam sebagian kecil episode I La Galigo telah dipentaskan keliling dunia dalam bentuk teater.

Pada zamannya Colliq Pujie punya peran besar sebagai sastrawan yang luar biasa melahirkan maha karya yang sulit dan takkan berulang saat zaman serba canggih ini. Kedudukannya dalam masyarakat bukan saja sebagai intelektual penjaga tradisi leluhur orang Bugis, tapi juga sebagai orang yang disegani punya kemampuan menulis gagasan saat serba keterbatasan alat tulis. Pujangga Pancana itu walau hanya menulis dengan tangan, ia mampu melahirkan kisah-kisah yang melegenda, namun dalam perkembangannya ketika penjajah Belanda masuk, Desa Pancana dan hampir seluruh desa lainnya di Sulsel berada dalam kungkungan, sementara karya-karya Colliq kemudian dibawa pemerintah kolonial ke Negara Belanda. Untungnya nasakah-naskah itu menurut sejumlah peneliti aksara Bugis termasuk Nurhayati Rahman, masih tersimpan dengan baik di Leiden. B.F. Matthes missionaris Belanda pada zaman produktif Colliq Pujie telah menyelamatkan naskah itu sehingga saat ini masih bisa dinikmati hasil salinannya.

Silaturahim budayawan

Dijadikannya desa budaya yang bertaraf internasional, Pancana ingin bangkit mengembalikan citranya yang pernah gemilang pada zamannya tempat lahirnya pujangga Bugis walau dengan semangat baru. Yaitu menjadi arena silaturahim para budayawan Indonesia maupun dari Negara lain dengan menjadi tuan rumah event seni budaya bertaraf internasional.

Sejumlah budayawan tanah air pernah mempresentasikan karya-karyanya di Pancana dalam bentuk pembacaan puisi, workshop dan orasi budaya. Di antaranya WS. Rendra, Ikra Negara, Zawawi Imron, Afrizal Malna,Halim HD dan sejumlah seniman dari Makassar. Setiap ada event selalu dipadati pengunjung terutama mahasiswa, masyarakat Pancana sendiri dan masyarakat desa tetangga selalu memberi dukungan.

Bahkan beberapa kali ada event budaya, penduduk desa Pancana selalu merelakan rumahnya dijadikan tempat penginapan bagi seluruh tamu dari luar. “Rumah saya sudah beberapa kali menjadi tempat tamu menginap setiap ada kegiatan kesenian di desa ini dengan permintaan kepala desa. Kita juga menyediakan makanan dengan biaya yang sudah diberikan dari panitia kegiatan atau pemerintah,” kata seorang pemilik rumah tempat penulis menginap.

Menurut beberapa warga yang dimintai tanggapannya, mengaku setiap ada kegiatan kesenian sangat senang, karena selain desanya ramai dikunjungi orang yang pasti berbelanja, juga desanya makin terkenal. “Hampir setiap tahun di desa Pancana ada kegiatan kesenian yang ramai dilaksanakan di baruga,” kata seorang penduduk Pancana.

Keistimewaan lain Pancana sebagai kampung budaya adalah dibangunnya sebuah baruga besar (Baruga Colliq Pujie) di tengah perkampungan masyarakat. Baruga tersebut dibangun atas dukungan pemerintah untuk dijadikan pusat kebudayaan berbagai aktivitas sosial masyarakat setempat. Bukan hanya untuk festival kesenian namun juga bagi kegiatan masalah pembangunan desa, bahkan pelantikan pejabat di jajaran Pemkab Barru juga biasa dilaksanakan di baruga.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito