http://sastra-indonesia.com/
GELEGAR DI BALIK HALILINTAR
Bermandi hujan bersabun angin;
Terbelalak jiwaku digertak halilintar
Sampai terjaga oleh tanya gemetar…
Hai, hujan…
Hangat dan payau airmu segarkan aku,
Kenapa kau semprotkan kilat?
Dan kau, angin…
Hembusanmu gigilkan tulang kulitku
Lalu kenapa kau kirim halilintar,
Hingga parau gendang telingaku?
Begitu juga kau; kilat dan halilintar…
Di balik hujan dan angin,
Kalian sembunyi lalu loncat berakrobat;
Nyala kilatmu nuding hinaku
Gemuruh suaramu lumat manjaku
Apakah kalian cuma sekedar gejala alam?
Ataukah Tuhanmu perintahkan kalian?
Ada rahasia apa, gerangan?
Tanyaku tersapu deru di dada…
Jika tanyamu berdasar bening jiwa
Dan berakan niat menuju maksudKu…
Maka jawabku berporos cahaya kehendakKu;
Kutunjuk jiwamu tangkap pesanKu
Dan mampu bermain tanda tanda tersiratKu
Tapi jika tanyamu berakar sebaliknya,
Maka jawabku kau cerna dengan nalar buram
Dan jiwamu menyala dalam terangnya kegelapan
Hai… Tuhan!!
Andai rahasia ini bisa kucerna dengan akal biasa…
(jogja, maret 2010)
JOGJA ADEM PANAS
Musim hujan, jogja menyala
Terangi desa-desa mengepung Batavia
Burung-burung pemakan bangkai mencakar wajah penjajah
Berpesta bangkai mayat-mayat hidup yang berlagak penguasa
Para badut politik gemetar perutnya
Para begundal bersilat lidah
Hendak membinbing burung-burung terbang
Hendak mengajari ikan-ikan berenang
Tapi para burung dan ikan itu bersikap santun
Jika nampak lebih pintar daripada yang mengajari
Mereka akan distempel pipinya
Dengan cap; anti demokrasi dan teroris
Ya,itulah merk dagang import
Yang didiktekan bangsa asing
Kepada para agen pasar bebas;
Yang rela siap berkorban jilati pantat penjarah baru,
Demi pelipur lara sakit jiwa
Cacing-cacing di Jogja menggeliat
Terangsang menu busuk;
Napas mati rasa para penjarah nusantara
Tahun demi tahun berganti
Muslihat para kakek batavia semakin gila di Jogja
Hingga bayi-bayi begitu lahir pun tidak menangis
Tetapi justru tertawa pintar;
“oh,kakeku yang lucu-lucu…
Nih,cucumu terpaksa cepat lahir dari liang senggama…
Maka kakek harus cepat masuk liang lahat…”
(Jogja, Januari 2011)
GELEGAR DI BALIK HALILINTAR
Bermandi hujan bersabun angin;
Terbelalak jiwaku digertak halilintar
Sampai terjaga oleh tanya gemetar…
Hai, hujan…
Hangat dan payau airmu segarkan aku,
Kenapa kau semprotkan kilat?
Dan kau, angin…
Hembusanmu gigilkan tulang kulitku
Lalu kenapa kau kirim halilintar,
Hingga parau gendang telingaku?
Begitu juga kau; kilat dan halilintar…
Di balik hujan dan angin,
Kalian sembunyi lalu loncat berakrobat;
Nyala kilatmu nuding hinaku
Gemuruh suaramu lumat manjaku
Apakah kalian cuma sekedar gejala alam?
Ataukah Tuhanmu perintahkan kalian?
Ada rahasia apa, gerangan?
Tanyaku tersapu deru di dada…
Jika tanyamu berdasar bening jiwa
Dan berakan niat menuju maksudKu…
Maka jawabku berporos cahaya kehendakKu;
Kutunjuk jiwamu tangkap pesanKu
Dan mampu bermain tanda tanda tersiratKu
Tapi jika tanyamu berakar sebaliknya,
Maka jawabku kau cerna dengan nalar buram
Dan jiwamu menyala dalam terangnya kegelapan
Hai… Tuhan!!
Andai rahasia ini bisa kucerna dengan akal biasa…
(jogja, maret 2010)
JOGJA ADEM PANAS
Musim hujan, jogja menyala
Terangi desa-desa mengepung Batavia
Burung-burung pemakan bangkai mencakar wajah penjajah
Berpesta bangkai mayat-mayat hidup yang berlagak penguasa
Para badut politik gemetar perutnya
Para begundal bersilat lidah
Hendak membinbing burung-burung terbang
Hendak mengajari ikan-ikan berenang
Tapi para burung dan ikan itu bersikap santun
Jika nampak lebih pintar daripada yang mengajari
Mereka akan distempel pipinya
Dengan cap; anti demokrasi dan teroris
Ya,itulah merk dagang import
Yang didiktekan bangsa asing
Kepada para agen pasar bebas;
Yang rela siap berkorban jilati pantat penjarah baru,
Demi pelipur lara sakit jiwa
Cacing-cacing di Jogja menggeliat
Terangsang menu busuk;
Napas mati rasa para penjarah nusantara
Tahun demi tahun berganti
Muslihat para kakek batavia semakin gila di Jogja
Hingga bayi-bayi begitu lahir pun tidak menangis
Tetapi justru tertawa pintar;
“oh,kakeku yang lucu-lucu…
Nih,cucumu terpaksa cepat lahir dari liang senggama…
Maka kakek harus cepat masuk liang lahat…”
(Jogja, Januari 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar