Terbit di: Tuas Media
Judul: Lelaki Lebah
Tebal: IV + 308 halaman
Penulis: Mahmud Jauhari Ali
ISBN: 978-602-99269-1-0
harga: Rp 40.000,00
http://tuasmedia-2.blogspot.com/
Narasi pembuka novel ini menarik. Sangat menarik, menggambarkan masyarakat di kota Banjarmasin dengan manusia urban. Novel Lelaki Lebah bercerita dengan indah, tentang kehidupan masyarakat di daerah Kalimantan. Mahmud Jauhari Ali menggunakan kata-kata sederhana melukiskan imajinasinya begitu ringan dan mengalir. Penguasaan latar oleh penulis yang dilukiskan dalam novel Lelaki Lebah ini membuat nilai tambah karena novel ini membuat kita melihat bagaimana situasi masyarakat di Palangkaraya atau pun Banjarmasin. Pengarang menampilkan kosakata budaya seperti “kuyang, kalakai, pian, ulun, nyawa” menjadikan novel ini sarat dengan nuansa lokal yang perlu dibaca oleh masyarakat di luar wilayah Kalimantan. Bagaimana kehidupan yang sederhana itu dimaknai oleh Mahmud Jauhari Ali membuat novel ini menarik dan harus dibaca.
Dra. Dad Murniah, M.Hum/Nia Samsihono, Kepala Subbidang Pembinaan Kebahasaan dan Kesastraan Pusat Bahasa/Badan Perlindungan Bahasa
Membaca novel ini, kita seakan diajak berwisata di keindahan bumi Kalimantan. Kehidupan sehari-harinya sangat tergambar. Dan Hafiz, tokoh aku dalam novel ini, adalah tokoh yang dapat dijadikan ilham bagi pembaca, dan dia berada di alur cerita yang sangat inspiratif. Sebuah karya novel yang patut dibaca.
Putra Gara, penulis novel Samudra Pasai
Membaca novel Mahmud Jauhari Ali membuat saya seakan terseret dari pulau Jawa ke pulau Kalimantan. Berkenalan dengan tokoh-tokohnya, serta mengakrabi setiap jengkal alam dan budayanya. Lelaki Lebah, sebuah novel yang kental dengan warna lokal yang eksotis, menggelitik empati, kaya wacana dan penuh motivasi.
Shabrina WS, penulis novel Pelari Cilik
…Dalam novel “Lelaki Lebah” ini, dengan alur yang mengalir, sang “aku” yang menjadi “lensa kamera” sekaligus photografer”nya, menangkap dan sekaligus merekam peristiwa-peristiwa keseharian yang dialaminya sepanjang perjalanan. Baru kemudian, ketika sampai pada sub judul “Lelaki Lebah”, peristiwa-peristiwa keseharian itu sampai pada pemaknaannya, yakni sebagai konstruksi dari bangunan tafsir surat An-Nahl (lebah), yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran. Yakni usaha sang “aku” untuk memberikan manfaat kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk ayah, kekasih, tetangga dan keluarga. Melalui novel “Lelaki Lebah” nya ini, Mahmud Jauhari Ali telah menunjukkan potensinya untuk bisa berkembang dan menjadi salah seorang novelis masa depan Kalimantan, khususnya Banjarmasin dan Palangkaraya.
Aant S. Kawisar, novelis, cerpenis, esais, penyair, dan pelukis (pernah menjadi salah seorang redaktur majalah sastra Horison).
Menjadi PNS yang ditempatkan di luar daerahnya sendiri bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Mahmud Jauhari Ali menuangkannya dengan gaya penceritaan yang memikat. Membaca novel ini secara utuh membawa kita pada nuansa etnik dayak yang khas berpadu dengan nilai-nilai Islami. Lelaki Lebah menyadarkan kita pada satu hal bahwa nuansa religi tak melulu ada di pesantren.
Nailiya Nikmah JKF, dosen sastra, pengurus FLP Wilayah Kalsel, penulis buku Rindu Rumpun Ilalang
*) Silakan pesan ke inbox fb Mahmud Jauhari Ali Full atau ke nomor 087815594940, tulis nama/alamat/jumlah. http://tuasmedia-2.blogspot.com/2011/03/lelaki-lebah.html
Judul: Lelaki Lebah
Tebal: IV + 308 halaman
Penulis: Mahmud Jauhari Ali
ISBN: 978-602-99269-1-0
harga: Rp 40.000,00
http://tuasmedia-2.blogspot.com/
Narasi pembuka novel ini menarik. Sangat menarik, menggambarkan masyarakat di kota Banjarmasin dengan manusia urban. Novel Lelaki Lebah bercerita dengan indah, tentang kehidupan masyarakat di daerah Kalimantan. Mahmud Jauhari Ali menggunakan kata-kata sederhana melukiskan imajinasinya begitu ringan dan mengalir. Penguasaan latar oleh penulis yang dilukiskan dalam novel Lelaki Lebah ini membuat nilai tambah karena novel ini membuat kita melihat bagaimana situasi masyarakat di Palangkaraya atau pun Banjarmasin. Pengarang menampilkan kosakata budaya seperti “kuyang, kalakai, pian, ulun, nyawa” menjadikan novel ini sarat dengan nuansa lokal yang perlu dibaca oleh masyarakat di luar wilayah Kalimantan. Bagaimana kehidupan yang sederhana itu dimaknai oleh Mahmud Jauhari Ali membuat novel ini menarik dan harus dibaca.
Dra. Dad Murniah, M.Hum/Nia Samsihono, Kepala Subbidang Pembinaan Kebahasaan dan Kesastraan Pusat Bahasa/Badan Perlindungan Bahasa
Membaca novel ini, kita seakan diajak berwisata di keindahan bumi Kalimantan. Kehidupan sehari-harinya sangat tergambar. Dan Hafiz, tokoh aku dalam novel ini, adalah tokoh yang dapat dijadikan ilham bagi pembaca, dan dia berada di alur cerita yang sangat inspiratif. Sebuah karya novel yang patut dibaca.
Putra Gara, penulis novel Samudra Pasai
Membaca novel Mahmud Jauhari Ali membuat saya seakan terseret dari pulau Jawa ke pulau Kalimantan. Berkenalan dengan tokoh-tokohnya, serta mengakrabi setiap jengkal alam dan budayanya. Lelaki Lebah, sebuah novel yang kental dengan warna lokal yang eksotis, menggelitik empati, kaya wacana dan penuh motivasi.
Shabrina WS, penulis novel Pelari Cilik
…Dalam novel “Lelaki Lebah” ini, dengan alur yang mengalir, sang “aku” yang menjadi “lensa kamera” sekaligus photografer”nya, menangkap dan sekaligus merekam peristiwa-peristiwa keseharian yang dialaminya sepanjang perjalanan. Baru kemudian, ketika sampai pada sub judul “Lelaki Lebah”, peristiwa-peristiwa keseharian itu sampai pada pemaknaannya, yakni sebagai konstruksi dari bangunan tafsir surat An-Nahl (lebah), yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran. Yakni usaha sang “aku” untuk memberikan manfaat kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk ayah, kekasih, tetangga dan keluarga. Melalui novel “Lelaki Lebah” nya ini, Mahmud Jauhari Ali telah menunjukkan potensinya untuk bisa berkembang dan menjadi salah seorang novelis masa depan Kalimantan, khususnya Banjarmasin dan Palangkaraya.
Aant S. Kawisar, novelis, cerpenis, esais, penyair, dan pelukis (pernah menjadi salah seorang redaktur majalah sastra Horison).
Menjadi PNS yang ditempatkan di luar daerahnya sendiri bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Mahmud Jauhari Ali menuangkannya dengan gaya penceritaan yang memikat. Membaca novel ini secara utuh membawa kita pada nuansa etnik dayak yang khas berpadu dengan nilai-nilai Islami. Lelaki Lebah menyadarkan kita pada satu hal bahwa nuansa religi tak melulu ada di pesantren.
Nailiya Nikmah JKF, dosen sastra, pengurus FLP Wilayah Kalsel, penulis buku Rindu Rumpun Ilalang
*) Silakan pesan ke inbox fb Mahmud Jauhari Ali Full atau ke nomor 087815594940, tulis nama/alamat/jumlah. http://tuasmedia-2.blogspot.com/2011/03/lelaki-lebah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar