Selasa, 29 Maret 2011

Zadig, suratan takdir Voltaire (1694-1778) menjajal Leibniz (1646–1716)

Nurel Javissyarqi
http://sastra-indonesia.com/

Pengarang ini mungkin awalkali pembentuk alam cerita di kepalaku. Sastrawan produktif berkualitas filosof atas pilihan kata tepat di antara rerongga ruang-waktu takdir telah ditentukan, dalam setiap karyanya.

Tulisan ini, bentuk kegembiraan setelah berpisah sepuluh tahun lebih dengan bukunya “Zadig ou la Destinée.” Diterjemahkan dipengantari Ida Sundari Husen, terbitan Pustaka Jaya, cetakan pertama 1989 bertitel “Suratan Takdir.”

Mulanya kuperoleh di toko buku loakan di Taman Ismail Marzuki (TIM), tetapi lenyap saat ngontrak di daerah Gedong Kuning Jogjakarta 2001. Kini kubaca ulang, selepas mendapatkan dari kritikus Maman S. Mahayana. Di sini kuucapkan terimakasih, pula pada buku-buku Voltaire yang lain atasnya.

Nama aslinya François-Marie Arouet. Adalah dunia bawah sadar, di tengah pula di atas, ia bangun hikayat Zadig berkesungguhan filsuf, tak lupa menghibur jejiwa haus hikmah. Telusurannya menembusi segala sekat hampir menaburkan seluruh ladang penalaran pembaca, tanpa menunjukkan sikap menggurui, kecuali mengolok-olok pribadi timpang dalam hayat.

Bangunan tokoh Zadig menempatkan pemikir asal Prancis itu sampai akhir jaman, dongengan dibalut atmosfir meyakinkan, antropologi, sosiologi, sejarah pun hayalan melambung perasaan. Selidiknya tak kurang sastrawan mempuni, unggul serayuan hisap seluruh sendi hayati, dijadikan bulir-bulir bermakna mahkota ilmu, demi sosok para pencari tak kenyang satu pengertian.

Sederhana bertutur kalimah, arif menyelesaikan soal, bentuk tidak terkira atas jangkauan harap ke masa depan kemanusiaan. Adanya pendapat dialah bara api dalam sekam revolusi Prancis, yang terus ditulis para sejarawan. Diselidiki puncak kemerdekaan berfikir, tak memihak kecuali untuk nasib baik umat seluruh jagad, serangga kecil (manusia) di antara triliyunan benda angkasa, hitungan sistematis kebenarannya.

Ia menaik-turunkan drajad nalarnya se-tukang kayu membuat kursi-meja, sengajakan ciptaannya mendiami ruang berdimensi kelayakan kajian wewaktu setelahnya. Karya-karyanya kekayaan terselimuti uap kesahajaan cerdas, kecerdikan muslihat mengolah cerita jadi mutiara tak habis dipunggah, terus menjelma patokan nasib para peneguknya.

Aku ingat betul saat jumpa bukunya, kubaca sangat girang di TIM sambil membawa nasib berkelana, dan terasa sontak melihatnya kedua. Tak lebih ingin mereguk ulang sampai hafal di luar kepala, demi perjelas sketsa pernah tegas, namun pudar diterpa terik bacaan. Ya siapa tahu jejakan nanti menembusi kabul pelbagai bidang terlayari sampan fikir pelita hati, di tengah malam atas ombak setiai kodratnya menari-nari pada muka angkasa.

Kepadanya kupanggil bapak, novelis filsuf Jostein Gaarder dapatlah kusapa paman, aku di sisi mereka jauh, dekat gunung Krakatau kini, saksikan jutaan tahun gelombang pemikiran bermain, dipermainkan tekanan angin, hawa musim tarikan jaman. Sebutir pasir tak berarti antara jemari raksasa sejarah; keganasan perang, musik halus kasih sayang, kebencian, rindu dendam, senyuman sinis ataukah menawan, aku di antara mereka.

Kisah Zadig dipahat bergurat-gemurai mengagumkan, setiap sudut memantulkan hikmah tersendiri. Cemooh cermin konyol membuka kelambu kemungkinan, sepanjang pembaca miliki daya duga keliaran merambahi daratan wangi, di sekitar nasib ditata purna, sejenis kitab panduan dalam menyikapi carut marut kehidupan.

Sosok-sosok wagu ditimpakan nasib mujur malang melintang bertimbangan sejumlah ilmu pengetahuan. Hukum-hukum dibentur lawan demi kemauan meloloskan gagasan gemilang, uap hasil suling dari macam-macam air perikehidupan;

Bau hianat, kelicikan, ditelanjangi demi keseimbangan logis, atur cerita dipertanggungjawabkan di meja penelitian. Benang jahit paduan-padan runtutan peristiwa, memperkuat bentuk diingini, mendapati perolehan lebih; kamus besar peradaban insan.

Kausalitas naik-turun ditimbang berat-ringan kasus diketengahkan, menyuguhkan masakan lezat, harum kembang terkenang di sudut terpencil kesunyian fikir. Kilau kebeningan kalbu menterjemah cecabang menggayuh gelombang bayu tarikan nafas. Dan para pemeriksa menemukan kemewahan selalu memantulkan kesadaran setubuh takdir mewaktu, meruang mekarkan abadi.

Walau novelnya terbentuk potongan kekisah pendek berbingkai judul perkuat isi dikandung, tiada satu kalimah tidak berjalin antara jalan-jalan dilalui. Semua mengerucut bebayang watak, katakter dihasrati pencerita. Tiada sosok kemayu berindah-indah kecuali pamrih patuhi sketsa dicanangkan, demi perekat keilmuan menempeli setiap tokoh dilakonkan.

Voltaire di jarak ditentukan, ibarat dalang kadang lebur sepermainan jemari, menunjuk ketajaman penanya pantas mendiami abad-abad di depan. Beginilah ruang-waktu dipelajari, peristiwa dimengerti sepundi-pundi kesantausaan umat mau menggali tanah usia, juga setiap misteri menunggui. Umpama punggung tak terjangkau mata, keberadaannya menutupi kekurangan yang ada.

Kepenuhan membuka kelambu kemungkinan melagukan keselarasan irama; hidup patut difikir ulang, seturun menemui kodrat semestinya. Gesekan masa mematangkan aura menafaskan kata menjelma laguan merdu nyawa di atas kemakmuran hikmah.

Jika kulukiskan, perjalanan Zadig mengalami kemalangan-kemalangan terpelajar, kesenangan-kesenangan hidup mendidik. Inilah kumandang merdu hayati di batok kepala, mengisi kalbu usaha musik diri, dengan alam seperistiwa makna puitika.

Ia pun suguhkan alur di balik pandang, berangkat ketabahan menguliti perjalanan Zadig. Kesabaran dituntun berjumpa pendeta, yang hampir menyamai pelajaran Nabi Musa di hadapan Khidir. Keserampangan itu kekonyolan sikap sepintas tak terdukung kebijakan, diperlihatkan sang guru, selalu diperdebatkan dalam perjalanan mencari keweruh agung.

Kedetailan tanda, wewarna kilatan sepintas tetapi tegas, menentukan esok jawaban purna, serupa tersingkapnya alam mulia sebelum dapati temuan-temuan dilakoni. Ini hadirkan corak bahwa ilmu pengetahuan sebatas pandang dan selidikan jauh kembangkan reribuan rahmat. Selaksa taburkan benih di ladang pengalaman berarti, hukum pasti yang sudah ditamankan Tuhan di bumi pekerti.

Yang mengejutkan, Voltaire menyebut asal rempah-rempah, bebumbu mahal dari dataran Tidore dan Ternate, daerah negeri kita Indonesia. Tak diragukan betapa luas wawasannya, pengendapan sejarah bentukan dongeng, tampak sekilas namun cerdas, berkehendak meraup seluruh isi dunia lewat sekali tarikan novelnya;

tak terbahtah, hampir sejauh karyanya bersimpan sumber mata air seirama gerak jaman demi kemajuan. Di sini keunggulan sastrawan selalu membuka lelembaran sejarah, wewatak manusianya tanpa memberi kecondongan kecuali berhak disandarkan ke alamnya; pengertian melimpah, tanpa ditutupi kepicikan faham yang dipastikan blunder kebingungan.

Sang pencerita mengemban ketahanan mempuni, keuletan dipadukan getah minyak memancar ke segenap penjuru malam gulita cemerlang, walau tanpa dinyalakan. Keberadaannya teduhkan fikir, tentramkan bathin, barangsiapa meneguk peroleh kehangatan purna, dan senantiasa diserang haus, sebab manisnya gugusan persembahan nan sederhana.

Suatukali pujangga Jerman Johann Wolfgang von Goethe berpendapat; “Dengan Voltaire terlihat dunia yang berakhir, dengan Rousseau dunia yang baru mulai.”

Ini terpantul kidungan kekaryaan menempuh jurang pesimis, persis lakon hidupnya banyak mengalami kemalangan, kegagalan tak henti, meski ditopang kemampuan intelektual. Zadig mewakili nasib pahit disamping kekokohan tajamkan pena, demi martabat ilmu di atas darah bagsawan. Dendamnya bertuah menancap kuat keyakinan, berujung runcung pena menggetarkan dinding-dinding salju Eropa.

Aku kira sulit dicari tandingan, sepak terjangnya mengancam menara-menara penguasa, kepandaian martabat budhi oleh pekerti kedekatan semua kawan. Juga menjadikan para pencemburu hadir membuatnya dijebloskan ke penjara, dibuang ke Inggris dan nasib buruk bertubi-tubi mendera mematangkannya. Demikian mental tangguh, selayar pancang tulisan mampu dikagumi semua jaman, di segala lapisan.

Ketika memasukinya dalam, aku mulai meragukan batas optimis atas seluruh kemampuan dikeluarkan, batasan pesimis oleh segala nikmat tercecap. Atau apa semestinya? Ketika kesengsaraan mendatangkan senang bertabah, sebaliknya kelezatan menggiring terlena?

Kiranya kesadaran baling-baling fikiran, keinsyafan permainan bumi dicetuskan Tuhan telah Voltaire pegang. Pengamat melihat gemawan kadang ragu bergelayut hendak hujan, tapi penggalian terdalam, tiada kemurungan bayang. Semua terpastikan gerak menentukan takdir lain; yang tertulis, begitu terlaksanakan, di langit tertinggi sekalipun demikian.

Itulah jumlah alur penalarannya, kala menakar daya kemampuaan berhadapan filsafat optimis Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716), dongengan Zadig dibangun memangfaatkan tarian kisah menentukan. Seminimal mengadu kekuatan, sebelum benar-benar bertarung faham tak disukai, olok-olok semacam cara canda mematikan kaum pemikir;

menganggap enteng hal berat itu ringan, entah melalu pengulangan kalimah membentuk pengertian lain. Atau ditaruh di tempat-tempat tak semestinya berakibat njomplang, hingga tertolak gagasan musuh-musuhnya di depan hayalak.

Jiwa pengelanaannya tak luput ke Jerman, sebelum singgah di Jenewa mematangkan gagasan, dikala bertumbuk langsung bermusuhan dalam perang filosofis atas Rousseau, berpolemik melalu surat, serta karya tulis diterbitkan. Seperti mendapati lapangan sejuk, berderap kuda hasrat beringas, sisi berbeda sewaktu dahulu di samping kekasihnya, Madame du Châtelet.

Ataukah satu-satunya ambisi meneruskan pengarang Racine, terkenal hanya mengandalkan pena berbakat menulis. Ia telah buktikan, sudah melampaui orang-orang sejaman lebih, pun dunia tak segan memberi titel; abad XVIII Prancis bersebutlah abadnya Voltaire.

Sebagai penutup, aku membayangkan ramainya perkampungan yang dibabat alas semangatnya, mungkin masih bernama Ferney-Voltaire.

Bandar Lampung – Lamongan, Februari – Maret 2011.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito