Fahrudin Nasrulloh**
Sarang teknologi telah pecah. Menyebar ke pedalaman renik manusia. Buku, tradisi membaca, dan perjalanan kepengarangan telah dipadatkan jadi arca di kamar facebook. Kemanakah gelombang kesusastraan dan kepengarangan kita sekarang, ketika tentakel teknologi dan gerak perubahan berada di tubir ketidakpastian?
Dunia maya terkini telah menghadirkan produk terbaru yang kita sebut “facebook”. Terkait dengan dunia penulis, tak dapat ditampik, mereka juga menggunakan teknologi tersebut yang berdaya-guna praktis, cepat, dan berbagai kepentingan apa pun bisa digentayangkan di dalamnya secara serius maupun main-main. Inilah bagian dari ekses “guncangan media”, seperti yang disinyalir Afrizal Malna, di mana percepatan bersilang-salip, muncul-tenggelam, dalam aras gigantis yang terus merangsek keseharian manusia. Di sanalah dirayakan segala keterbukaan dan ketakterbatasan itu. Beberapa penulis yang terbilang berduit, pasti memiliki laptop dan modem sendiri untuk ber-internet-an. Malah dapat pula lewat telpon genggam.
Selain facebook yang tak jarang disesaki “status” basi-basi, saya mengamati seorang teman yang nyaris 24 jam nonstop tak beranjak dari laptopnya. Facebook telah dijadikannya sebagai rumah berkarya, mengusung semua karya-karyanya ke dalamnya, mengedit ulang, dan setelah itu menayangkannya dalan “note” ataupun “status”nya. Yang terakhir itu ia gunakan untuk menjalin sapa-kenal dan sambung-rasa dengan teman baru maupun teman lama. Saling bercengkerama, mengomentari, bahkan tak jarang dari teman pendatang “asing” nylonong masuk dan terjadilah percekcokan sengit soal apa saja ihwal politik, puisi, kesenian, pilkada, gigolo di Bali, hingga lomba karikatur Nabi Muhammad. Ini cerita kecil soal seorang penyair yang merasa karya-karyanya tertampik di koran. Ada dendam sampai tak bertekad lagi mengirim. Tapi semangat menulisnya tak pernah padam.
Ia terus bergerak dari batin terdalamnya yang kemudian menjadikan dirinya serpihan daun yang terapung-apung di belantara impiannya. Coba memaknai sesuatu yang tercecer dan mengendap lama dalam tempurung kepala dan daki yang mengerak di tapak kaki. Impian-impian yang diangankan, dalam keseharian yang pedat yang tak bosan-bosan menguntitnya, membentur apa saja yang bahkan kosong tapi kuasa mementalkan. Dan di tembok lapuk itu dirinya seolah membikin bundas batok kepalanya sendiri dengan seabrek kejayaan pengarang dan pemikir masa silam. Tapi tak ia perdulikan. Cinta atas nama puisi yang bergayut dalam dirinya menjelma menjadi hiruk-pikuk was-was, sakwasangka, dan kesumat penuh nafsu tersembunyi. Mengisi apa saja yang di tangkapnya dari jalan-jalan panjang yang pernah dilewatinya. Di lorong itulah ia, melimbur diri dalam dunia maya. Ada yang menyergapnya tiba-tiba di balik layar monitor, liang mause, dan pekatnya flashdisk.
Ia terus menulis, menulis apa saja untuk menebus apa saja yang pernah melongsor dari dirinya. Mengelupaskan diri dalam “status” facebook, hingga yang menguap pengap dari mulut para penyapa harus dipelototi dan “dijempoli”. Tapi dari “entah” itu, ia setidaknya ingin dianggap “ada”. “Ada” yang baginya penting ketimbang merasa sunyi sendiri di pelosok kampungnya. Hidup semakin kompleks. Kebutuhan sehari-hari makin mengimpit. Menulis adalah jalan yang diteguhkan pengalaman panjang sehingga menjadi sejenis iman. Tiba-tiba terasa ada yang menghentak, menelikung diam-diam, dari balik dinding keserbagamangan itu. Ia seperti biksu yang linglung, yang mencari makna bahwa keraguan yang dirawat baik akan menemukan lorong cahayanya sendiri.
Tiap sebatang rokok yang tandas, keringatnya mengudara dikesiur malam dan berakhir di perut asbak yang menggunung latu dan puntung. Kini menulis bukan perkara keramat dan wingit, semua orang dapat merayakan perkembangan teknologi yang dengan begitu murahnya terhadir di depan mata. Dalam fitur-fitur facebook itulah, ia jadikan sebagai medan bertapa. Khayalan cerita pendekar-pendekaran jaman dahulu mengisi imajinasinya. Laku bersyair, baginya, seperti lelaku si pendekar kelana yang menyerap ilmu dari guru ke guru demi menjadi pendekar pilih tanding.
Suatu hari, pada Selasa, 27 April 2010, ia menulis sebuah tulisan berjudul “Para Amatir yang Pemberani”. Tulisan ini agak panjang. Tentang energi menulis dan proses mengimaninya yang harus diperjuangkan. Ia menulisnya langsung di laptopnya dengan seberkas gairah yang barangkali amat jarang didapatinya di luar momen itu. Beberapa kalimat sempat saya rangkum berikut ini:
Inilah kesederhanaan hidup. Semua boleh menulis, asal tak bertolakan dengan hati nurani. Kegunaan nalar kalbu dijalankan. Tak mengganggu pekerjaan lain, yang telah digeluti. Dari pada bengong, menangis tanpa juntrung. Ambillah selembar kertas demi kesejatian nafas. Sebaiknya kita percepat pemberangkatan ini. Sekali-kali jangan mengemis, kita bisa bikin sejarah. Sebenarnya kita punya nyawa rangkap tapi wujudnya berbeda. Kelemahan kita hanyalah keraguan. Jangan ragu hidup sekali dan mati itu pasti. Bukankah keyakinan bakal mempercepat segalanya? Peristiwa pecahnya sarang nalar hampir mendekati turunnya ilmu laduni. Kurangi tidur sedapat mungkin, membasuh muka berkali-kali. Kasih mata ini sedikit garam kalau berani. Atau incipi asam Jawa biar jika diserang kantuk membuta, bisa mengelak. Terus membaca, sebab alam kantuk sanggup menancapkan ingatan sedalam sukma. Jangan sering pakai bantal, itu mengurangi dinaya ingatan. Semakin mengalami, kian kuat menahan apa saja. Singsingkan rasa malu, sebab separuh kesalahan dihasilkan dari situ. Alangkah indah dianggap remeh. Itu malah jadi godam kita suatu hari. Lewat ini darah kebodohan menggejolak. Tanah kehadiran butuhkan pengorbanan, darah juang tumbal semangat. Yang menyerahkan nyawa demi ilmu, merdekalah pemahamannya.
Penulis yang saya sebut itu adalah Nurel Javissyarqi, penyair dan bos penerbit Pustaka Pujangga dari Lamongan. Dari catatannya di atas jelas menyiratkan percikan dari endapan catatan perjalanannya dengan taburan tips menulis, agak filsafati, adventourus, dan sedikit magis. Setelah itu, pada 16 Mei 2010, ia menulis esai yang cukup menarik dengan judul “Untuk Bayi-bayi Besar Sastra Indonesia” yang didiskusikan dalam acara Geladak Sastra yang dihelat Komunitas Lembah Pring Jombang. Sedang pembicara lain, Bandung Mawardi dari Kabut Institut Solo, yang terbilang tulisannya kerap dimuat koran, menjadi kontras dengan pemikiran dan pengalaman Nurel. Yang satu bertapa-karya di facebook, dan yang satunya adalah “pengutuk facebook” yang telah merajai koran dengan esai-esainya.
Mencermati media facebook, juga media elektronik lain, sebagai “medan lintas batas” di mana “demokratisasi sastra” seperti yang disebut-sebut Afrizal Malna bergerak dengan percepatan dan ketakterdugaan yang berseliweran menerobosi keseharian penggunanya. Dan Nurel, setelah karya-karyanya tak digubris koran, ia memasuki lelorong facebook sebagai dendam skizofrenik yang “tak bertuan”.
Dalam arti lain, media koran sebagai sosialisasi karya para penulis, tidaklah menampung semua penulis. Ada ruang sistemik-prosedural yang berlaku dengan rambu-rambu tertentu di sana. Dan pertarungan di dalamnya pada akhirnya adalah bagi pemenang dan yang diberuntungkan. Koran dengan sendirinya telah benar-benar menjadi rezim sastra dan muasal dari segala proses itu adalah kegetolan mengirim karya, selebihnya seleksi, koneksi, dan jaringan personal-emosional yang terjaga baik antara penulis dan redaktur. Sejarah kecil “sastra koran” pada awal 2000-an yang pernah ditulis oleh kritikus Katrin Bandel dalam peta kesusastraan tanah air masih tetap menghangat diperbincangkan.
Dengan menjamurnya facebook dengan segala nilai positif-negatifnya, apakah kita juga melihat ihwal yang masih tersamar bahwa lewat sanakah kesusastraan Indonesia akan menilaskan jejak di kemudian hari? Tentu saja sastra koran adalah sisi lain yang masih kokoh tak tertandingi. Tapi penulis seperti Nurel dan lainnya, juga yang muda-muda dan yang tua-tua namun tetap bergairah, menjadikan facebook sebagai perlintasan jaringan informasi kekaryaan dan event kesenian yang sebenarnya jika diamati dengan cermat sungguh luar biasa perkembangannya. Itu salah satu pengaruh positifnya. Ekses lain mungkin dapat dibayangkan: penulis jadi malas riset berkarya, ajang gosip, tebar cerca dan fitnah, dan berpotensi ambeyen-liver-insomnia. Selain itu, banyak kita jumpai pengarang yang melahirkan karya lewat facebook, seperti Yusron Aminullah, adik Emha Ainun Nadjib, dan lain-lain.
Para penulis dan impian-impiannya mengalirkan karyanya dalam arus besar teknologi dan pergeseran gigantik yang tak tertampik itu. Ini seperti ramalan Jorge Luis Borges: “Di abad mendatang, ketika orang meneliti kesusastraan abad ini, nama-nama yang dikenal sebagai para sastrawan besar bakal berbeda, para pengarang tersembunyi bakal bermunculan, para pemenang Nobel Sastra akan dilupakan. Saya berharap, saya akan dilupakan…”
Nurel dan penulis lainnya yang seperjalanan, tentu mengeram imajinasi puitik demikian dan di batin terdalam mereka terselip tekad untuk mendapatkan tempat selain di koran demi menggores sejarah masing-masing. Dan inikah sejenis tanda era kesusastraan kaum facebookiyah?
-----
**) Bergiat di Komunitas Lembah Pring Jombang
*) dimuat di buletin [sastra] Pawon, edisi30 tahunIII, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar