Minggu, 14 November 2010

10 Nopember dan Kekuatan Lokalitas

Sabrank Suparno
Majalah Tebuireng edisi Jan-Feb 2011
 
1. Sinopsis 10 November
 
Kesan yang hilang dari peringatan 10 Nopember ialah tidak dijadikannya pemikiran utama bahwa pertempuran sekitar tanggal 10 Nopember 1945 murni didukung kekuatan santri dari ponpes seJawa Timur. Kesan yang justru menebal seolah bahwa pertempuran yang melahirkan hari pahlawan itu murni perjuangan Arek Surobayo (kota).
 
Selang 2 bulan setelah proklamasi, pasukan Inggris datang dengan pasukan Ghurka-nya berjumlah 6000 orang pada 25 Oktober 1945 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Malaby, dengan tujuan merebut kembali daerah jajahan Jepang di kawasan Asia. Bersamaan pada itu, pemimpin Indonesia pusat (Jakarta) sedang memberlakukan genjatan senjata dengan pihak Sekutu.
 
Ketidakjelasan pemimpin pusat (Sukarno) pascagenjatan senjata, sedang di sisi lain pasukan Sekutu sudah bersandar di pelabuhan Tanjung Perak, membuat mosi bagi seluruh pejuang Jawa Timur.
 
Keadaan demkian kemudian direspon KH. Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar NU dengan mengumpulkan ulama seJawa-Madura untuk melangsungkan rapat raksasa 22 Oktober 1945. Dari pertemuan ulama tersebut tercetuslah Resolusi Jihat: Yaitu setiap kiai seJawa Timur dimohon menggalang, memobilisasi santrinya untuk berjihat melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Tertunjuk dalam rapat KH. Wahid Hasyim mengorganisir wilayah Surabaya. KH. Abdullah Siddiq wilayah Besuki, KH. Bisri Syamsuri barisan para kiai, KH. Muhammad, Kiai Halim dan Siddiq memimpin wilayah Jember. Kiai As’ad dan Kiai Sukri membawahi wilayah Kediri. Sementara ponpes Tebuireng Jombang sebagai pusat perjuangan yang dihadiri Jenderal Sudirman, Kolonel Sungkono, Mustopo, Bung Tomo dll.
 
Situasi Surabaya memanas sejak tanggal 28 Oktober, dikarenakan pasukan Inggris menangkap sekitar 30 kendaraan rakyat sipil dan beberapa mobil yang kedapatan membawa senjata. Puncak kemarahan warga Surabaya bermula sejak bendera Belanda berkibar lagi di Hotel Yamato yang dianggap tidak menghormati pemerintah setempat. Pemicu pertempuran terbuka mulai tanggal 30 Oktober setelah AWS Mallaby terbunuh. Herannya, tanggal 31 Oktober Sukarno berpidato di corong radio menginstruksikan genjatan senjata. Hingga sampai tanggal 9 November Jenderal Manserg mengultimatum Surabaya agar menyerahkan senjata sebelum jam 06.00 sekalian bertanggung jawab atas terbunuhnya AWS Malaby.
 
Menyikapi Ultimatum pihak Sekutu tersebut, para pemimpin pejuang Jawa Timur segera menelpon Jakarta, meminta ketegasan pusat. Namun pusat melimpahkan bahwa urusan itu kewenangan Surabaya. Maka pada jam 23.00, Gubernur Jawa Timur / Suryo mengumumkan perihal penolakan terhadap ultimatum Sekutu lewat radio yang menginstruksikan segenap rakyat Surabaya dimohon bertempur melawan sekutu sampai titik darah penghabisan.
 
Pukul 06.00 tanggal 10 November pasukan Sekutu mulai menyerang di sekitaran Tanjung Perak. Maka pukul 09.00 Komando Petempuran Indonesia (KPI) segera melakukan perlawanan di jalan Gresik, Kebalen, Kalimas Timur, Jembatan Merah, Sawah Pulo, Nyamplungan, Benteng Miring, Pegirikan, Sidotopo, Stasiun Prins Hendrik dan Kenjeran. Sedang komando perlawanan diserukan Bung Tomo tepat pukul 09.30 di corong radio pemberontakan di jalan Mawar. Itulah saat Bung Tomo membangkitkan militansi TKR, Pelajar, Polisi, Hisbullah / Sabilillah dengan seruan “Allohu Akbar! Merdeka! Atau Mati!”
 
Hisbullah dalam kota (Surabaya) bernaung di Markas Oelama Djawa Timur (MODT) jalan Kepanjen yang dipimpin KH. Abdun Nafik Akhyar, KH. Thohir Bakri, selaku kordinator Hisbullah Surabaya Tengah dipimpin Husaini Tiawai dan Muh Muhajir, bermarkas di Madrasah NU Kawatan, Hisbullah Surabaya Barat dipimpin Damiri Ihksan dan A. Hamid Has bermarkas di Kembang Kuning, Hisbullah Surabaya Timur dipimpin Mustakim Hakim, Abdul Manan dan Akhyat bermarkas di Sidopaksan.
 
Awa pertempuran di Surabaya tersebut, menurut laporan Inggris, korban tewas pihak Indonesia 6.315 orang dan pihak Inggris 4.000 orang. Sedang total pertempuran selama 24 hari menewaskan korban seluruhnya 20.000 orang.
 
2. Selilit 10 November
 
Menurut Emha, tidak ada bahasa kusus yang mengartikan makna ‘selilit’. Ia setara kotoran kecil atau gudal di sela gigi, yang keberadaannya mengganggu kenyamanan. Selilit pada teks bagian kedua ini sengaja saya hadirkan sebagai pelebaran wacana eksiklopedi dari teks pertama. Sebab ilmu haruslah tetap dibongkar walaupun pahit.
 
Gereget KH. Hasyim Asy’ari dan para pemimpin pejuang Jawa Timur mengambil inisiatif memobolisasi santri, sebagai reaksi lamban presiden Sukarno dalam memutuskan persoalan pendudukan Indonesia kembali oleh Sekutu. Kenapa Sukarno Lamban dan tidak tegas? Hal yang sama juga dilakukan Sukarno saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Herosima dan Nagasaki Jepang dibom Sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Sementara, proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 (tiga hari kemudian). Selang waktu 3 hari adalah hal yang ‘lama’ketika suatu negara dalam keadaan vocum. Apalagi Indonesia yang memang sangat merindukan terbebas dari penjajah. Kesengsaraan ditindih penjajahan Belanda selama 350 tahun dan 3 setengah tahun pengekangan Jepang, semestinya Indonesia geragap segera bangkit ketika jatah waktu merdeka telah tiba. Secara memang yang diidamkan, dikoarkan selama perjuangan. Namun tidak demikian halnya dengan Indonesia. Sukarno dan seluruh friksi aliran politik yang berintrik-ria seperti tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan secepetnya. Hal ini dapat dilihat dari teks proklamasi yang terkesan ditulis mendadak dan kurang sempurna, serta pembacaan proklamasi dengan nada kalem. Padahal Sukarno yang dijuluki ‘singa podium’itu selalu berpidato lantang di mana mana. Pertanyaannya adalah: Apakah mereka sungguh sungguh ingin mendirikan negara? Kelemahan niat awal tersebut berakibat melemahkan keadaan Indonesia hingga sekarang. Pemerintah tidak sungguh sungguh komitmen menjadikan Indonesia sebagai suatu negara. Rekaman pembacaan teks proklamasi yang selama ini kita dengar adalah hasil rekaman ulang, dan bukan rekaman langsung dari jalan Pegangsaan Timur pada 17 Agustus 1945 lalu.
 
Tidak hanya Sukarno yang tidak serius menjadikan negara Indonesia. Lebih parah lagi pada masa Suharto. Sukarno dan Bung Tomo dianggap sebagai imperialis dalam kekuasaanya.
 
Tahun 1981 Bung Tomo menunaikan ibadah haji dengan kloter penerbangan 50 A yang berjumlah 250 jamaah. Keberangkatan kloter Bung Tomo ini dijebak halus oleh penyelenggara haji Jakarta. Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis yang ditunjuk Depag Jakarta, ternyata kemampuannya menampung jamaah tidak sesuai dengan keterangan Depag. Bung Tomo dan 250 anggotanya telunta karena rumah Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis sempit dan hanya ada 2 kamar kosong. Kerena kelelahan bertanazzul (mencari tempat lain) demi anggotanya, ahirnya Bung Tomo jatuh sakit. Dan tepat di Arafah tanggal 7 Oktober 1981 Bung Tomo menghembuskan nafas terahirnya di negeri jauh dari tanah air yang telah dibelanya. Inilah bukti ketidakbecusan pemerintah Indonesia memberlakukan para pahlawan.
 
Hal yang sama juga terjadi pada KH Yusuf Karim Tebuireng, KH. Musta’in Romli Rejoso, sabutase penabrakan terhadap rombongan Gus Dur yang berakibat melumpuhkan Ibu Shinta Nuriah Wahid dll. Mereka dijabung halus dengan dalih diberangkatkan beribadah haji, namun diincar kematiannya.
 
Hingga sekarang pemerintah Indonesia selalu menafikan peran para santri dalam menjadikan Indonesia. Umat Islam seperti dikebiri hak kepemilkannya terhadap negara yang telah mereka bela. Muslim dimarginalkan dari posisi penting segala bidang dengan dalih anti terorisme.
 
Jika hendak adil, ketahuilah! Indonesia bukanlah Jakarta. Dan keberhasilan 10 Nopember bukanlah perjuangan Arek Suroboyo semata. Melainkan kekuatan lokal yang berduyun duyun ke satu titik kekuatan militansi untuk mengorbankan dirinya demi Indonesia. Tanpa para kiai, tanpa santri, Indonesia hanya kisah dalam cita cita sebagai suatu negara.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/11/10-nopember-dan-kekuatan-lokalitas/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito