Minggu, 14 November 2010

Kisah Cinta Nima

Teguh Winarsho AS
http://www.suarakarya-online.com/

PAGI masih dingin. Embun masih menggantung di dedaunan. Nima membuka pintu rumah majikannya. Ia akan memulai pekerjaannya menyapu halaman rumah itu. Memang masih terlalu pagi. Tidak biasanya ia bekerja sepagi ini. Ada sesuatu yang menganggu pikirannya, beberapa hari terakhir ini. Apa lagi, kalau bukan laki-laki yang baru tinggal di rumah sebelah? Seorang laki-laki muda yang beberapa kali mencuri perhatiannya.

Nima mulai menyapu. Ini pekerjaan rutin setiap hari. Pekerjaan yang membuat tubuhnya tetap kelihatan sehat dan bugar. Tubuh ranum seorang gadis dewasa yang penuh gairah. Tapi rumah sebelah masih sepi. Lampu teras rumah masih menyala. Mungkin laki-laki itu masih tidur. Diam-diam Nima kecewa jika sampai tak ketemu laki-laki itu. Ia sudah telanjur bangun pagi.

Sambil terus menyapu halaman, sesekali Nima memperhatikan rumah sebelah. Berharap pintu rumah sebelah terbuka dan laki-laki itu keluar, seperti biasa mengenakan sarung kotak-kotak dan kaus putih. Nima mendengar selentingan kabar, laki-laki itu tak pernah tidur malam. Begadang dari sore sampai pagi di depan komputer. Laki-laki itu konon seorang penulis. Nima ingin sekali berkenalan dengan laki-laki itu. Atau... ah, mungkin tidak hanya sekadar itu...

Baru satu bulan laki-laki itu menempati rumah sebelah. Sebelumnya rumah itu lama kosong. Nima tidak tahu laki-laki itu tinggal bersama siapa. Hanya sesekali Nima melihat seorang laki-laki setengah baya berperawakan tinggi besar datang ke rumah itu dengan mobil bagus. Kadang laki-laki itu menginap. Tapi yang lebih sering, ia pulang subuh atau tengah malam.

Aha! Laki-laki di rumah sebelah akhirnya keluar. Tak urung Nima gugup dan salah tingkah. Wajahnya mendadak bersemu merah. Laki-laki muda itu membawa cangkir minuman mengepul asap tipis. Sesaat laki-laki itu berhenti di depan pintu, tersenyum menatap Nima lalu menghampiri kursi di teras. Nima membalas senyum laki-laki itu sambil membetulkan ikatan rambutnya. Jantung Nima berdegup keras.

Beberapa hari belakangan ini laki-laki itu sering duduk di kursi teras rumah. Diam-diam Nima menikmati perhatian laki-laki itu pada dirinya. Ia hanya sering merasa tak kuasa menahan gugup dan gemetar tubuhnya. Setidaknya sampai pagi ini, ketika ia masih merasa asing dengan laki-laki itu. Sebab setelah sekian hari laki-laki itu hanya berani menatapnya dari teras rumah, baru dua hari lalu laki-laki itu memberanikan diri menyapa dan mengajak kenalan. Laki-laki itu namanya Irwan. Muda dan tampan.

"Kamu cantik sekali. Siapa namamu?" tanya Irwan setelah mengenalkan namanya. "Nima..." jawab Nima gugup dan pelan. Nima tahu laki-laki di depannya terus menatap dirinya. Tatapannya lembut dan dalam. Membuat Nima semakin gugup ingin cepat-cepat mengakhiri pekerjaannya.

Tapi halaman rumah itu terlalu luas. Ada beberapa pohon besar yang tumbuh di situ membuat halaman cepat kotor. Dedaunan dan ranting kering berserak di mana-mana. Tentu bukan pekerjaan mudah menyulap menjadi bersih dalam waktu singkat. Perlu tenaga ekstra. Tapi tangannya terus gemetar memegang sapu, tak punya tenaga ekstra untuk segera mengakhiri pekerjaannya. Bukan. Bukan karena ia belum sarapan. Ia sudah biasa sarapan di atas pukul sembilan ketika semua pekerjaan selesai dan majikannya berangkat kerja. Itu pun tidak banyak. Ia lebih suka ngemil, makan kue-kue kecil sambil nonton televisi. Laki-laki di teras rumah sebelah itulah yang telah menyedot energi dan perhatiannya.

Esok paginya laki-laki itu sudah duduk di teras rumah. Laki-laki itu langsung menghampiri Nima saat keluar ingin menyapu halaman. Nima sedikit terkejut melihat kemunculan laki-laki itu. Nima berusaha tenang. Tapi tetap saja jantungnya berdebar-debar. Senyum laki-laki itu tampak begitu menawan. Laki-laki itu kembali mengajak ngobrol. Nima menjawab seperlunya dan sesekali mencuri lihat wajah laki-laki itu. Sejak itu Nima sering memikirkan laki-laki itu. Nima bisa merasakan laki-laki itu memberi perhatian lebih pada dirinya.

Tetapi, ah, kadang Nima merasa ragu dengan kesimpulannya. Jangan-jangan itu hanya perasaannya yang berlebihan saja. Sebab laki-laki itu terlalu tampan untuk dirinya. Nima sadar dirinya hanya gadis tamatan SMP. Gadis desa yang baru empat bulan tinggal di Jakarta menjadi pembantu rumah dengan gaji tigaratus limapuluh ribu rupiah setiap bulan. Ya, ya, Nima menyadari semua itu meski ia juga tak bisa membohongi hati kecilnya, ada sesuatu yang menggeliat dan berdesir di hatinya setiap kali berhadapan dengan laki-laki itu.

Tiba-tiba Nima mendengar suara batuk-batuk kecil. Semakin lama semakin keras. Meski tidak melihat, Nima tahu laki-laki itu sedang berjalan menghampirinya. Jantung Nima semakin berdegup kencang. Dahinya berkeringat. Dari tadi Nima memang berharap bisa ketemu laki-laki itu. Tapi entah kenapa begitu ketemu ia tak kuasa menahan gugup.

"Selamat pagi, Nima..." Benar. Laki-laki itu tersenyum menyapa. Kedua tangannya berpegangan pada pagar besi. Wajahnya terlihat bersih dengan kumis tipis di atas bibirnya. Sejurus kemudian laki-laki itu mengeluarkan sebatang rokok lalu menyulutnya. Aroma asap rokok segera mengalir ke hidung Nima.

Sapu di tangan Nima hampir lepas mendengar sapaan laki-laki itu. Jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Nima ingin membalas, tapi mulutnya tiba-tiba tertutup rapat seperti pintu penjara. Nima terus menyapu sambil menjaga keseimbangan tubuhnya yang entah kenapa tiba-tiba goyah. Tanah yang ia pijak seperti bergelombang tidak rata. Meski begitu Nima berusaha mati-matian untuk tetap tenang, meredam hatinya yang rusuh. Sesekali ia menatap laki-laki itu, ketika pada saat yang sama laki-laki itu juga sedang menatap dirinya. Tatapan keduanya bertemu. Membuat perasaan Nima melambung semakin jauh.

"Saya lihat kamu masih punya banyak waktu luang. Kalau pekerjaamu sudah selesai, maukah kamu membantu pekerjaan di rumah saya? Tidak banyak kok. Paling cuma mengepel lantai, mencuci dan menyetrika baju..." kata Irwan sopan dan ramah. "Lumayan bisa untuk menambah penghasilanmu. Nanti akan saya bicarakan dengan majikanmu, kalau mereka mengizinkan...."

Nima tak membalas ucapan laki-laki itu. Nima terus menyapu. Ia tidak keberatan bekerja di rumah Irwan. Dengan begitu ia malah bisa lebih sering ketemu dengan laki-laki itu. Diam-diam Nima menyesal tadi tak sempat menyisir rambutnya. Membedaki wajahnya. Ah, seperti apakah wajahnya kini? Batin Nima gelisah. Nima berjanji lain kali akan memperhatikan lagi penampilannya. Ia tak mau kelihatan buruk di depan laki-laki itu. Ah...
* * *

ATAS izin majikannya, Nima mulai bekerja di rumah Irwan. Rumah Irwan tampak luas karena tidak banyak perabotan di dalamnya. Rupanya Irwan memang hanya tinggal sendirian di rumah itu. Nima sering heran kenapa Irwan tidak merasa kesepian. Padahal tidak ada temannya yang datang kecuali laki-laki setengah baya berperawakan tinggi besar itu. Laki-laki yang terkesan dingin dan angkuh. Belakangan Nima baru tahu laki-laki itu namanya Reno. Irwan sendiri nyaris tidak pernah keluar rumah karena untuk keperluan makan, ia sudah menggunakan jasa katering.

Hubungan Nima dan Irwan semakin lama semakin dekat. Irwan mulai berani menggoda Nima ketika sedang bekerja. Membuat Nima sering tersipu malu dan merah padam mukanya. Tidak salah jika Nima punya pikiran bahwa Irwan suka dengan dirinya. Nima sendiri sudah lama suka dengan laki-laki itu. Tapi sejauh ini ia hanya memendam perasaannya itu seorang diri.

Suatu hari Irwan menghampiri Nima yang baru selesai menyetrika. Wajah Irwan terlihat tegang. Nima tidak tahu apa yang akan dilakukan Irwan hingga laki-laki itu perlahan-lahan membuka mulutnya mengatakan ingin menikahinya. Nima seperti tidak percaya mendengar ucapan itu. Perasaannya langsung melambung tinggi. Ia tidak hanya akan menjadi pacar Irwan, tapi istrinya! Makanya Nima menurut saja ketika Irwan meraih tubuhnya dibawa ke dalam kamar. Termasuk ketika Irwan mulai melepas pakaiannya satu per satu. Nima benar-benar terlena. Untung, Irwan tidak berbuat lebih dari itu. Laki-laki itu justru menangis dan minta maaf.

Sorenya Nima menyampaikan keinginan Irwan pada majikannya. Majikan Nima tidak keberatan meski mereka masih belum begitu percaya dengan kesungguhan Irwan. Meski tidak kenal dekat dengan Irwan, tapi dari penampilan kesehariannya mereka bisa menilai seperti apa laki-laki itu. Irwan tidak hanya tampan tapi juga berpendidikan. Rasanya tidak masuk akal jika Irwan suka dengan Nima dan bahkan mau menikahinya. Akhirnya Irwan datang sendiri menemui majikan Nima. Kali ini majikan Nima baru percaya.

Beberapa hari kemudian Reno datang ke rumah Irwan. Awalnya mereka ngobrol di ruang tengah sambil nonton televisi. Tapi larut malam keduanya beranjak ke kamar. Bukan untuk tidur. Reno menatap lekat wajah Irwan yang rebahan di atas ranjang. "Jadi kamu serius mau menikah dengan pembantu sebelah?" tanya Reno tiba-tiba.

Irwan menghela nafas berat. "Aku tak punya pilihan. Orang tuaku menuntut agar aku segera menikah."

Reno tak langsung menjawab. Malam terasa sunyi. Hanya detak jam dinding yang terdengar. Reno mengganti lampu kamar menjadi temaram lalu menjatuhkan tubuhnya di samping Irwan. Wajahnya terlihat gelisah dan gusar. "Tapi...."

Belum sempat Reno meneruskan kalimatnya, Irwan lebih dulu memotong. "Kamu tidak usah khawatir. Aku hanya butuh pengakuan orang lain bahwa aku adalah laki-laki normal. Aku menikah seperti orang-orang itu juga menikah. Kamu sendiri punya istri kan? Kenapa aku tidak boleh?" Irwan memiringkan tubuhnya menghadap Reno.

"Aku ngerti. Tapi...." Lagi-lagi Reno tak sempat meneruskan kalimatnya karena tiba-tiba Irwan menutup mulut laki-laki itu dengan jari tangannya. Sesaat keduanya saling tatap dalam hasrat yang terus menggeliat. Sejurus kemudian malam terbadai. Bantal, sprei dan guling berhamburan di lantai.

"Besok aku akan menemui orang tua Nima di kampung untuk melamar..." kata Irwan pelan sambil mengusap peluh di wajahnya.

Malam hening. Sunyi. ***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito