Sabtu, 13 November 2010

Kenapa Jean-Paul Sartre tetap Eksis?

Nurel Javissyarqi

Terus terang matahari terang, aku menimba kenekatan darinya. Salah satu tulisanku yang terinspirasi olehnya bertitel “Realitas Masa Depan” di dalam buku “Trilogi Kesadaran”, pun ke bentukan lain mewarnai jiwaku.

Sedari angin ribut fenomenologi atau problematik filosofis Husserl dan metafisika tukang kisah Hegel, sampai hasrat selingkuh Heidegger. Sartre menciptakan kitab berlabel “The Psychology of Imagination” yang dituntaskan dalam tahanan Nazi, lantas mengarahkan pandanganya kepada Karl Marx, demi menjejakkan Eksistensialisme di muka bumi.

Yang diterbitkan Bentang di tahun 2000, diindonesiakan Silvester G. Sukur dengan judul Psikologi Imajinasi. Ialah gugusan gagasan yang menggerakkan diriku, menggemuli realitas dibalik kebendaan. Mendorongku menghatamkan soal-soal kerahasiaan pribadi, yang kian penuh percaya.

Jean-Paul Sartre lahir di Paris 12 Juni 1905, ayahnya perwira angkatan Laut Prancis, meninggal ketika Sartre berusia 12 tahun, sejak itu sudah mengakui ketiadaan Tuhan, sambil melahap perpustakaan kakeknya. Pada 1924, memasuki École Normale Supérieure, perguruan tinggi terselektif di Prancis, lulus meraih gelar Agregation The Philosophie 1929.

Bertemu Simone de Beauvoir, mahasiswi filsafat pada Universitas Sorbonne, lalu hidup serumah tanpa ikatan perkawinan. Bebijian filosofisnya disebar-luaskan ke ladang-ladang roman, sandiwara, karangan jurnalistik, sampai studi psikologi. Berkat bukunya “Les Mots,” mendapatkan hadiah Nobel Sastra, namun ditolaknya di tahun 1964.

Nietzsche, Sartre, pun orang-orang sejenis, alias warga kampus yang nekat dalam tuturan karyanya, paling aku sukai. Dengan begitu, mereka tak terpegangkap dalil-dalil akademis. Ketakpuasan itu malah menjebol krannya hingga menyemburkan mataair orisinalitas yang digelisahi, di dalam mengarungi naik-turunnya gelombang hayati.

Ku akui sedikit kesulitan berhadapan dengan Sartre sebagai obyek pembicaraan, sebab nyata selalu kurasai tak sekadar menatapi cermin atau bayangan tubuh di air sungai, tetapi lebih. Seakan membaca diri sendiri, menyimak hasrat serta letupan-letupannya menerbitkan kekuasaan berbahasa mandiri.

Setelah kemarin aku mewedarkan Absurditas Camus, kini kucoba mengurai Eksistensialisme Sartre. Soal nalar dan yang mengintrikinya, hampir setiap waktu aku bolak-balik antara Camus-Sartre. Bobot kedua orang ini kukira sama, pembelot, penganalisa hidup, merombak tatanan menata kepribadian intim berulang-kali. Serupa menulis di pantai berpasir kerap tersapu ombak, atau menyusun koin ibarat bocah yang dibuyarkannya sendiri demi keasyikan bermain.

Sisi tertentu, aku umpamakan saudara kembar yang ditakdirkan saling menghidupi laju pengetahuan. Kadang diriku mengalami kebingungan, Sartre kah yang kuhadapi atau Camus? Sampai suatu ketika ingin sangat menuliskan dialog imajiner mereka dikala pertemuan pada 2 Juni 1943, tepatnya berpisahnya faham di atas kedua tokoh tersebut.

Di sana aku lenyap, mereka pun lebur disaat melantunkan capaian-capaiannya, tersebab kata-kata merupakan wajah tersembunyi, mata seselidik hantu dan tuannya keinginan-keinginan membangun juga dapat menjadi hasrat perusak. Bagi Camus, jalan menuju kematian itu kesadaran, sedangkan Sartre punya anggapan, imajinasi ialah kesadaran.

Dalam usia dua belas tahun, kesepian ditinggal mati bapaknya, yang kerap mengolok-olok sikap religius ibundanya. Sartre menatapkan wajah ke buku-buku, membetulkan keyakinan, menyikapi soal sehari-hari demi menajamkan warna disukai. Kesunyian ini laksana tembok dingin membisu pengab ditumbuhi jamur-jamur pemikiran akan cakrawala kebebasan, dari ruang yang mengungkung kesendirian beserta mimpi berseliweran di lelangitan kamar.

Keheningan terisi sosok-sosok penyongkel peradaban, disertai suara-suara ganjil yang kelak menyempurnakan karyanya. Seakan keluar-masuk lubang kunci mengendarai cahaya, dan setiap ruang didiami, menawarkan kenikmatan berbeda. Pula bayangan tentang Peter atau Si Fulan itu, mengajarkan banyak hal yang nantinya diajak berdialog lebih serius, merambai kejiwaan manusia, pada tulisan-tulisan awalnya.

Sartre menggerayangi alam imajinasi, hingga terkuak lelapisan kesadaran, nafas-nafas insan berinteraksi atas dirinya dalam lingkaran sosial yang digumuli. Memasuki lorong-lorong dihidupi wewarna bayangan, menampilkan informasi terpenting jenjang penalaran, kala berhadapan obyek-obyek tengah terbangun, sedari bentukan benda- mulanya.

Yang digagaskan sebahan-bahan mentah bagi pondasi psikologi menentukan batas-batas pengalaman dengan lamunan, untuk hati kritis ini membahayakan. Tengoklah betapa keyakinan, iman terpancar segugusan masa depan, digoyang lewat berbagai hantu-hantu imaji, ataukah benar di atas tanjung kesaksian?

Aku anggap persoalan merisaukan sedari kegelisahannya menentukan, apakah umat manusia sudah sampai tetahap keilmuan mandiri, proses refleksinya sehabis menyetubuhi yang dihadapi. Ia tebarkan jala-jala kemungkinan, tercapai pengetahuan yang dapat disadap berbagai perkiraan, studi masa datang, antara wilayah kesadaran, di antaranya dan yang melampaui.

Persoalan mental tersebut, mengerubungi kerahasian anak-anak manusia menerbitkan penyesuaian-penyesuaian dalam kasus mengintriki jiwanya, disaat melayarkan sampan pelita hati-fikirannya. Kalau kumasukkan ke daerah puitik; bahasa yang dihadirkan kata-kata memiliki tingkatan kelas berbeda untuk menggiring para pembacanya. Dengan menampilkan corak duduk misalnya, penerimaan harus disesuaikan. Jika ingin menangkap seluruh magnetik dari tekanan nada-nada di dalamnya.

Olehnya sangat kentara dilihat dari bentukan sebuah karya, apakah warnanya selaras, atau njomplang tidak beraturan menimbulkan kesan dipaksakan. Di sini guna merambahi kejiwaan disamping sejarah yang diwedarkannya. Ruang-waktu mengandung perbagai rerupa, juga aturan tertentu bisa dijadikan patokan dari perasaan bernalar pada derajat imajinasi yang diterbangkan. Lantas tersembullah capaian kesepakatan ataupun penolakan, di atas jiwa-jiwa berbeda dalam dunia yang sama.

Para seniman yang bergerak di seni rupa, wujud olahan ciptanya dapat mudah ditangkap apa saja imajinasi yang merambahi kepalanya. Meski dalam karya bercorak realis, adanya penumpukan, dan manipulasi-manipulasi diperhalus oleh tingkatan kesabaran menunggui masa-masa kering cat minyak, pada wajah kanvas misalkan di dalam dunia lukisan.

Atau nalar-nalar koreografer tari menyuguhkan pernik-pernik balutan cahaya, di panggung menampilkan alam kesadaran. Yang menentukan nafasan penonton dalam ruang bacaan, jika disebutkan sebagai dimensi kalimah suatu karya sastra, serta sejenisnya.

Ini mengundang bersela tidaknya penikmat, dan dapat diambil garis lurus. Bahwa pecahan hidup, remuk-redam ditumbuki namanya gagasan, setelah melampaui teka-teki kenyang-laparnya kepribadian di hadapan meja kehidupan.

Secara sederhana, Sartre sudah hatamkan perihal kehalusan pribadi. Apa pun melatarbelakangi tetingkatan kesadarannya bernalar-berimajinasi, sebelum menentukan jawaban dalam ide besarnya, atas bintang "The Psychology of Imagination."

Akibat tekanan pada usia belia, diejek kawan-kawan sebaya sebab lemah fisiknya, jiwanya terpaksa memasuki selubung rerahasia di atas. Itu terulang kembali mencipta perpecahan dirinya dengan Albert Camus yang absurd dimasa depannya. Seakan adanya bara api keabadian ditebarkan para surealis sebelumnya di ubun-ubunnya. Menjalar menerus di setiap cecabang penalaran bersatu jiwa, puncaknya menegakkan eksistensialisme.

Hasrat Sartre tak berjenis kelamin, alias diperluas tidak sekadar menyokong salah satunya; apakah maskulin atau feminin, atas faham didengungkannya. Tapi menyorongkan keduanya dapat eksis, oleh fitroh masing-masing. Atau pun kebetulan-kebetulan naluri disoroti cahaya gemilang dengan ujaran terkenalnya; "L'homme est condamné à être libre." atau “human is condemned to be free.”

Ada semacam dendam bawaan berenergi positif mengupas ragawi insan, ini menjadikan peneletian sepenuh hayatnya. Mempersembahkan keseluruhan bangsa, ataupun bahasa imajinasinya, merasuki dialektika filosofis berargumentasi laksana racun merambati daging-darah kesadaran jaman.

Ia tak memakai kursi pengkhotbah di mimpir kemanusiaan, tapi dengan keasyikan gila senantiasa merasai keseluruhan indra, sampai terlupakan batas sesungguhnya dari sebuah papan datar penalaran. Namun tidakkah di sini keimanan, keyakinan diolek-olek dan kita dipaksa menelan kata-kata; “Apakah sebenarnya yang menggejala dalam diri manusia?”

Pola ini terbentuk tidak kurang hasil cetakan sang bapak yang selalu menghantui lelangkahnya, disamping ruang padat perpustakaan kakeknya, seorang guru besar pada Universitas Sorbonne tersebut.

Akhirnya, sikap penolakan terhadap anugerah Nobel sastra, menyempurnakan nilai-nilai ditancapkan pada keseluruhan hayatnya tetap eksis, dalam kehidupan yang berjubel imaji.

13 November 2010, Lamongan, Jawa.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito