Amien Wangsitalaja
http://www.kr.co.id/
BULAN-BULAN di sepertigaan awal dan menginjak sepertigaan kedua 2003 adalah bulan-bulan milik Inul. Orang-orang mencoba bergoyang a la Inul atau mencoba menyaingi Inul dengan menawarkan gaya goyang lain (sampai ada goyang satu kaki Uut Permatasari), televisi ramai-ramai menayangkan program bertajuk Inul: ada Inultainment (TPI) Kenapa Harus Inul (SCTV), atau Inul Campursari (TV7), dan mungkin masih banyak lagi.
Mari kita menengok ke belakang. Ketika di bulan-bulan menjelang pertengahan tahun 2002 kemarin serial film Meteor Garden yang diputar di salah satu stasiun televisi kita hadir sebagai mata acara yang teramat populer dan digandrungi, remaja Indonesia kemudian tergila-gila kepada model rambut flat ion rebonding (FIR), sebuah model rambut lurus, lentur, rata, dan mengkilat yang mereka tiru dari penampilan tokoh-tokoh film seri Meteor Garden tersebut. Bukan hanya remaja umum, para selebritis pun terlibat “menjalankan ajaran” Meteor Garden ini, seperti Krisdayanti, Anang, Sophia Latjuba, Melly Goeslaw, dan Mira Lesmana (lihat laporan Kompas Minggu, 23 Juni 2002).
Fenomena Inul dan Meteor Garden ini adalah fenomena dominannya “sastra TV” dalam pembentukan wacana keseharian kemanusiaan kita. “Sastra TV” sendiri lebih dekat kepada stereotipe tradisi sastra lisan jika dibandingkan dengan tradisi keberaksaraan: ia hadir langsung sebagai narator di hadapan pendengarnya dengan proses penyerapan informasi yang berlangsung tanpa distansi (tidak seperti dalam sastra tulis yang tercerapnya bacaan ke dalam pikiran pembaca memerlukan banyak proses).
Jika kemudian TV telah sedemikian dekat dengan masyarakat (reseptor sastra) dibanding dengan terseok-seoknya sosialisasi buku-buku sastra dan tradisi membaca, adakah ini pertanda kita sedang kembali kepada masyarakat tradisi lisan?
Tradisi lisan sendiri telah hadir mendahului tradisi tulis dalam kehidupan bersastra kita. Situasi sosiokultural masyarakat Melayu (Indonesia) lama sangat memberi tempat bagi berkembangnya tradisi sastra lisan. Sastra lisan itu berkembang mengambil bentuknya yang khas dalam hikayat, dongeng, cerita pelipur lara, pantun, ataupun juga nyanyian. Termasuk dalam tradisi lisan ini adalah sasra wayang yang berkembang di Jawa.
Ketika sastra Indonesia modern muncul, dimulailah sebuah babak baru dalam tradiisi bersastra, yaitu berkembangnya sastra tulis yang diikuti memudarnya tradisi kelisanan dalam sastra. Sastra tulis berkembang secara pesat dan kemudian memonopoli bangun sejarah sastra Indonesia. Pemonopolian bangun sejarah sastra ini pula yang menyebabkan tradisi sastra lisan terjegal perkembangannya dalam tradisi sastra kita.
Betulkah tradisi lisan telah hilang dari tradisi sastra kita ? Jika yang kita maksud dengan tradisi lisan itu mengacu kepada bentuk-bentuk sastra lisan yang khas tempo dulu, mungkin jawabannya adalah: ya. Tapi, jika tradisi lisan itu tidak musti dirujukkan kepada bentuk sastra lisan dan lebih dipahami sebagai sebuah tradisi kelisanan itu sendiri sebagai pertentangannya dengan tradisi tulis, jawabannya adalah: tunggu dulu.
Tradisi lisan dalam format konvensional barangkali memang telah pudar dalam kehidupan sastra kita. Namun, sebetulnya kehidupan sastra kita kini secara tidak sadar tengah digiring untuk menerima kembalinya tradisi kelisanan tersebut dalam formatnya yang kontemporer. Inilah yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi informasi dengan berkuasanya media elektronik menjadi “pemandu” kehidupan sosial kita. Tradisi lisan kontemporer mengukuhkan TV sebagai singer atau tukang cerita dalam suasana kelisanan yang kontekstual oleh paralelisme sejarah.
Antara tradisi lisan konvensional dengan tradisi lisan kontemporer tentu saja terdapat perilaku-perilaku dan identitas-identitas yang berbeda, berubah, dan berkembang meski ada pula bagian-bagian dari stereotip genre itu yang tetap identik.
Perubahan yang paling radikal, sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, adalah berkenaan dengan modus operandi penyampaian tradisi lisan kontemporer ini yang tidak lagi berjalan secara “manual”, tapi ditopang oleh simulasi teknologi komunikasi.
Di luar persoalan teknis penyampaian, ternyata beberapa perilaku intrinsik antara kedua tradisi lisan ini memiliki pola-pola stereotipe yang tidak berbeda.
Tradisi lisan memberi tempat bagi berkembangnya genre sastra yang sejalan dengan kebutuhan dan permintaan masyarakat, yaitu sastra massa (litterature de masse) yang dikehendaki dan disimak orang banyak. Keinginan memenuhi permintaan massa ini menghasilkan stereotip pemunculan karya yang mengekspose ilusi-ilusi massa yang mewujud dalam cerita detektif, petualangan, hantu, sains, istana, heroisme, dan common sense lain yang setipe dengan itu.
Sebagai genre sastra yang berjalan linear dengan permintaan massa, sastra lisan memiliki ciri-ciri antara lain, pertama, transendensi realitas: sastra mengangkat fenomena riil dari kehidupan manusia tidak secara wajar, tapi dieksploitasi sedemikian rupa dengan penseriusan, pemewahan, romantisasi, dan radikalisasi atas persoalan yang sebenarnya tidak serumit itu.
Kedua eksploitasi “mimpi”, ilusi-ilusi massa akan ideal-ideal kehidupannya dibangkitkan. Dan karena itu menuntut kepada ciri yang ketiga, yaitu pembangkitan emosi, serta ciri keempat, tersampaikannya ajaran dan pesan yang diusung oleh sastra lisan tersebut.
Lantas, bagaimanakah format tradisi lisan kontemporer yang berjalan dalam asuhan modernitas teknologi komunikasi ini?
Tradisi lisan kontemporer ditandai dengan andil besarnya media audio-visual menjadi mediator sekaligus narator dalam “komunikasi sastra” antarruang yang tidak lagi mengharuskan adanya kontak fisik antarpeserta komunikasi. TV menjadi singer yang mendongengkan kaba dan pantun tanpa harus berjalan door to door tapi merangkum ruang yang luas dari setiap pintu rumah siapa pun dalam waktu yang bersamaan.
Iklan, sinetron telenovela, dan film seri yang mendominasi mata acara TV dapat dijadikan representasi yang pas dari sastra lisan kontemporer ini.
Iklan, misalnya, dari satu segi ia merupakan miniatur dari televisi itu sendiri karena ia mencakup berita, hiburan, dan ajaran. Di sisi lain, presentasi iklan itu sendiri hadir melalui “kesadaran bahasa sastra”, seperti dengan adanya alur, suspensi, imaji, dan juga imajinasi. Iklan sendiri sebagai narator /singer juga bekerja sesuai kebutuhan massa akan informasi dan format iklan pun berjalan dalam hubungan timbal balik dengan mentalitas kebutuhan massa. Sementara itu sinetron, telenovela, dan film seri adalah sebuah cerita, karena itulah ia adalah juga sastra.
Bagaimanakah stereotipe sastra lisan itu terterapkan di dalam “sastra TV”?
Pertama, transendensi dan perumitan realitas. Stereotipe semacam ini banyak kita temui dalam iklan. Misalnya saja iklan sikat gigi: persoalan menggosok gigi yang pada mulanya tidak “bermasalah” harus dirumitkan dengan bahwa sikat gigi harus yang bisa menjangkau seluruh permukaan gigi sehingga harus memiliki tiga sudut” (iklan sikat gigi Pepsodent) atau bahwa sikat gigi harus “memiliki pegangan yang pas di tangan” (iklan sikat gigi Durodont).
Kedua, eksploitasi mimpi. Jika dalam konteks sosiokultural tradisi lisan kuno mimpi-mimpi terjelmakan dalam idealisasi kehidupan istana, dalam tradisi lisan kontemporer “sastra TV” ia terjjelmakan dalam hedonitas, glamouritas, dan konsumerisme hidup. Tokoh raja dari tradisi lisan kuno tertransformasikan ke dalam tokoh selebritis, artis, dan para orang kaya.
Ketiga, pembangkitan emosi. Emosi konsumerisme reseptor sastra dibangkitkan, bahkan dipercepat oleh diferensiasi produk: sebelum kita bisa memanfaatkan secara optimal fasilitas bluetooth di handphone kita, sudah dijejalkan kepada kita bahwa handphone harus bisa juga untuk kirim gambar, memotret, harus ada handycam-nya, bisa untuk mendengarkan radio, dst.
Keempat, tersampaikannya ajaran atau pesan. Efek ajaran “sastra TV” ternyata sangat tajam dan membekas. Fenomena berlomba-lomba menandingi Inul dan atau mengekspos Inul dan fenomena potongan rambut FIR tercontohkan di muka adalah satu bukti. Belum lagi bukti yang lebih umum berkenaan dengan pola hidup konsumtif-konsumeristik dan hedonis itu sendiri.
Di saat keberadaan sastra tulis kita yang terseok-seok, fenomena “sastra TV” dapat kita manfaatkan untuk memulai komunikasi yang lebih baik antara sastra dengan reseptornya. Namun, yang perlu didiskusikan kemudian adalah hegemoni budaya konsumen yang membalut komunikasi sastra jenis ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar