Viddy AD Daery
__kompas.com
Gajah Mada, pahlawan maha besar Nusantara itu lahir di wilayah Lamongan, Jawa Timur? Menjawab pertanyaan itu akan menimbulkan berbagai macam jawaban, kalau ditanyakan ke banyak orang, namun kalau ditanyakan kepada saya, jawaban saya adalah Iya Betul! Karena berbagai macam alasan:
Di daerah Modo dan sekitarnya, termasuk Pamotan, Ngimbang, Bluluk , Sukorame dan sekitarnya, tersebar folklor atau cerita rakyat. Dongeng dari mulut ke mulut, mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah kelahiran wilayah Modo situ.
Daerah Modo-Ngimbang-Pamotan-Bluluk dan sekitarnya memang ibukota sejak zaman Kerajaan Kahuripan Airlangga, bahkan anak-cucunya juga mendirikan ibukota di situ, karena strategis, alamnya bergunung-gunung, bagus untuk pertahanan, dan dekat dengan Kali Lamong yang merupakan cabang utama Sungai Brantas. Sudah begitu, ada jalan raya Kahuripan-Tuban yang dibatasi Sungai Bengawan Solo di pelabuhan Bubat (kini bernama kota Babat).
Ibukota ini baru digeser oleh cicit Airlangga ke arah Kertosono-Nganjuk, dan baru di zaman Jayabaya digeser lagi ke Mamenang, Kediri. Selanjutnya oleh Ken Arok digeser masuk lagi ke Singosari. Baru oleh Raden Wijaya dikembalikan ke arah muara, yaitu ke Tarik, namun anaknya yang akan dijadikan penggantinya, yakni Tribuana Tunggadewi, diratukan di daerah Lamongan-Pamotan-Bluluk lagi, yaitu Kahuripan. Jadi Tribuana Tunggadewi sebelum jadi Ratu Majapahit adalah Bre Kahuripan alias Rani Kahuripan, Lamongan.
Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara dari amukan pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan, yakni Badander / bisa Badander Bojonegoro, bisa Badander Kabuh, Jombang, dua-duanya rutenya ke arah Lamongan (dalam hal ini adalah Pamotan-Modo-Bluluk dsktarnya). Itu sesuai Teori Masa Anak-anak, di mana kalau anak kecil atau remaja berkelahi di luar desanya, pasti lari menyelamatkan diri ke desanya minta dukungan, tentu karena di desanya ada banyak teman, kerabat maupun guru silatnya. Saya kira Gajah Mada juga menerapkan taktik itu.
Di wilayah Ngimbang-Bluluk sampai sekarang ada situs kuburan Ibunda Gajah Mada, yakni Nyai Andongsari.
Di dekat situ pula ada situs kuburan kontroversial, karena ada kuburan yang diyakini sebagai kuburan Gajah Mada namun dalam posisi “Islam”, karena kuburannya menghadap ke arah yang persis sebagaimana kuburan orang Islam. Kalau misalnya hal ini benar, maka wajar masa tua Gajah Mada tidak ditulis di babad-babad atau kitab kuno, atau cenderung disisihkan atau dihapus dari sejarah, karena Gajah Mada mungkin dianggap “murtad” atau “semacam itu”.
Pendapat mengenai “Gajah Mada masuk Islam di hari tua” ini tidak mengada-ada, karena seorang kyai terkenal di Jawa Timur keturunan Sunan Drajat, yaitu KH Ghofur dari Pondok Pesantren Drajat, Paciran, Lamongan menyatakan bahwa beliau pernah berdialog secara mistis dengan “ruh” Gajah Mada , dan “ruh Gajah Mada” menyatakan bahwa Gajah Mada masuk Islam di hari tuanya. Benar atau tidaknya hanya Allah yang tahu.
Memperjuangkan pendapat semacam ini tidak mudah. Saya pernah bertamu ke teman-teman saya yang menjadi pejabat tinggi kebudayaan maupun pejabat tinggi pendidikan, tidak ada yang mau membuat seminar nasional mengenai tempat lahir Gajah Mada, entah apa sebabnya, mungkin Cuma karena kemalasan khas pegawai negeri Indonesia saja.
Yang bersedia malahan beberapa budayawan Malaysia, namun sayang rencana itu tertunda-tunda menunggu saat yang baik, padahal dana sudah siap. Biarlah nanti kalau Malaysia sudah siap, biar orang-orang Indonesia bisanya cuma marah-marah karena merasa dilangkahi, sebagaimana sudah sering terjadi.
Maka, untuk perjuangan awal, paling tidak beberapa makalah saya yang saya bacakan di beberapa pertemuan budaya di Singapura, Malaysia dan Brunei sedikit banyak menyebut bahwa Gajah Mada adalah putera kelahiran Lamongan dengan bukti-bukti di atas.
Disamping itu, folklor itu saya sisip-sisipkan ke novel saya “Pendekar Sendang Drajat, Misteri Pengebom Candi Gajah Mada” yang akan terbit dua bulan yang akan datang. Sementara itu, novel saya yang sedang beredar dan cukup laris di pasaran, “Pendekar Sendang Drajat Memburu Negarakertagama” mulai saya arahkan ke arah setting daerah Babat-Modo-Ngimbang-Pamotan.
Pendapat lain
Pendapat lain sudah mengantre tentunya, karena folklor atau naskah “Usana Jawa” dari Bali, mengklaim bahwa GAJAH MADA lahir dari sebuah buah kelapa yang pecah di Bali.... hahahaha...aneh kan?
Naskah lain yang juga dari Bali, yakni “Babad Gajah Mada” mengisahkan bahwa Gajah Mada lahir di Pertapaan Lemah Tulis di Bali. Namun itu hanya tulisan babad atau kidung kuno yang ditulis di zaman pasca Majapahit , sedangkan bukti-bukti lain yang mendukung , sejauh ini belum ada.
Lalu DR. Agus Aris Munandar dari UI berteori bahwa Gajah Mada lahir di Malang, dengan alasan Gajah Mada mendirikan Candi Kertanegara di Singosari Malang. Pendapat ini tentu amat spekulatif, karena mendirikan Candi kan hal biasa yang dilakukan oleh pejabat tinggi yang berkuasa. Bahkan dia berteori bahwa wajah Gajah Mada mirip orang India, bukan seperti wajah “Orang Lamongan” seperti yang diyakini oleh Mohammad Yamin dan sampai kini dijadikan “pendapat umum”.
Teori yang lebih spekulatif dan asal-asalan malah mengatakan, bahwa Gajah Mada lahir di Sumatra, dengan alasan adanya binatang Gajah dan istilah “Mada” hanya ada di Sumatra. Tentunya pendapat ini sangat menggelikan, karena meskipun Gajah asli Sumatra, tapi kan Raja-raja Jawa dapat mendatangkan/membelinya, jadi Gajah bukan hal yang aneh di Jawa. Istilah “Mada” juga ada dalam kosakata Jawa.
Ada juga yang menyatakan, bahwa Gajah Mada lahir di Dompo, Sumbawa, karena di sana ada kuburan Gajah Mada. Tentunya soal kuburan bisa saja dibikin dan diperakukan.
Atau mungkin juga Gajah Mada yang lain, yang bukan di zaman Majapahit, atau tokoh lokal yang kharisma kepemimpinannya mirip tindak tanduk Gajah Mada, meski skopnya tidak Internasional seperti Gajah Mada Majapahit.
Malahan ada juga teori yang menyatakan bahwa Gajah Mada orang Dayak di Kalimantan, karena di wilayah Dayak Krio ada tokoh bernama Jaga Mada yang diutus Demung Adat Kerajaan Kutai untuk menjelajah Nusantara. Namun teori ini dari segi logika hubungan dengan Majapahit sangat lemah. Mungkin juga dia adalah tokoh lokal yang dihormati oleh masyarakatnya setara dengan penghormatan terhadap Gajah Mada Majapahit.
Dan kemudian, ada juga teori yang menyatakan, bahwa Gajah Mada itu mungkin benar lahir di wilayah Pamotan-Lamongan, namun bukan anak Raden Wijaya sebagaimana disebutkan oleh folklor di Modo, akan tetapi lahir dari ibu yang dinikahi Pasukan Mongol yang melarikan diri dari induk pasukannya.
Teori ini agak lemah, karena menurut buku John Man, Pasukan Mongol yang ternyata bukan hanya dipimpin oleh Jendral-jendral Mongol, namun juga disertai oleh Kaisar Mongol sendiri, dibantai habis oleh Pasukan Raden Wijaya dan sisanya melarikan diri ke perahu di pelabuhan Ujung Galuh dan Tuban lalu segera pergi berlayar kembali ke Cina, sudah begitu di Cina mereka dibantai lagi oleh anak petani Cina yang sudah bosan dijajah Mongol lalu memberontak atas bantuan pasukan Majapahit dan kemudian merajakan diri, memerdekakan Cina dari penjajahan Mongol ratusan tahun.
Pendapat ini, menurut budayawan Irawan Djoko Nugroho, sangat sesuai dengan yang dikandung dalam kitab kuno “Tembang Harsawijaya” dan Prasasti Kertarajasa.
Jadi,kalaupun ada sepuluh - tiga puluh orang pasukan Mongol yang mampu menyelamatkan diri lalu lari ke hutan, tentu butuh waktu berpuluh-berbelas tahun baru berani menampakkan diri keluar dari hutan, lalu berani menikahi wanita lokal. Hal itu persis seperti yang dilakukan oleh pelarian pasukan Jepang di zaman perang kemerdekaan Indonesia, dan baru berani muncul dari hutan ketika Indonesia sudah lama merdeka dan melupakan suasana peperangan.
Padahal Gajah Mada lahir hanya setahun dua tahun dari peristiwa pembantaian Pasukan Mongol oleh Pasukan Majapahit. Maka, pasti ibunya tidak dinikahi oleh pasukan Mongol, melainkan oleh pemimpin pasukan Majapahit yang merayakan kemenangan,atau kalau merujuk ke folklor Modo, dinikahi (semacam nikah siri-lah--istilahnya) oleh Raden Wijaya sendiri,dalam rangka pesta perayaan kemenangan, karena pertempuran hebat menumpas Pasukan Mongol memang terjadi di wilayah Lamongan.
Namun di atas semua teori dan tafsir sejarah, hanya Allah Yang Maha Tahu, jadi manusia hanya bisa berteori berdasar alasan-alasan dan data-data yang masuk akal, namun tak berhak mengklaim yang paling benar, wallahu a’lam bissawab, wailaihil marji’ wal ma’ab !!!!
*) Budayawan,kolumnis,novelis,penyair,penulis skenario teater dan sinetron.
http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-kesejarahan/1902-gajah-mada-lahir-di-lamongan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar