Minggu, 29 Juni 2014

PENDIDIKAN MIE INSTAN

Awalludin GD Mualif
sastra-indonesia.com

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.

(WS. Rendra)

Dalam dongeng-dongeng ada kisah tentang sebuah peristiwa yang seharusnya diselesaikan dalam tempo waktu lama, mampu diselesaikan dengan cepat, segera, dan makan waktu sangat singkat. Misalnya, candi sewu di Prambanan Yogyakarta, berbatasan dengan Jawa Tengah, selesai dibangun dalam tempo waktu semalam. Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat, yang sebelumnya tidak ada tiba-tiba muncul menjulang ke langit. Suatu puri yang indah permai di Negeri Antah-berantah tiba-tiba berdiri sendiri, sebagai jawaban seorang ksatria atas sayembara yang dibuat oleh Putri Raja cantik jelita: “Siapa yang mampu mendirikan suatu puri dalam satu malam, akan diambil sebagai suami”. Pembuatan atau pendirian dalam waktu yang sekejap itu tidak hanya terjadi dalam sebuah dongeng, tetapi juga terjadi dalam kehidupan nyata.

Di kehidupan saat ini, mental untuk mendapatkan segala macam keinginan secara cepat bin segera sudah melanda banyak orang. Tak terkecuali di dunia pendidikan kita. Proses dalam sebuah hidup manusia berupa: senang, sedih, beruntung, buntung, berhasil, gagal, menang, kalah, adalah pendidikan pendewasaan bagi manusia untuk lebih matang dalam berpikir dan bersikap. Ilustrasi menarik sebagai sebuah penjelasan tentang proses, kelahiran manusia misal, dimana kelahiran seorang anak manusia di dunia ini tidak langsung ujug-ujug muncul dengan sendirinya. Ia melalui proses pertemuan antara sperma laki-laki membuahi sel telur dalam rahim seorang perempuan, lalu menjadi segumpal darah, berubah menjadi segumpal daging, ditiupkanlah ruh, dan menjelma menjadi seorang anak manusia selama kurang lebih sembilan bulan di dalam rahim, yang pada akhirnya keluar di dunia ini ditandai dengan sebuah tangisan. Tak lantas anak manuisa ini pun bisa langsung berbicara, merangkak, berdiri, berjalan, menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggalkan kembali dunia yang telah disambanginya (mati). Kesemuanya membutuhkan proses. Ada proses yang memang sudah digariskan oleh Tuhan berupa kodrat manusia sebagai seorang manusia, dan ada proses untuk menjadikan manusia yang manusiawi (pendidikan/pembelajaran). Proses manusia dalam rana pendidikan ini menjadi faktor terpenting baginya untuk mengetahui kodratnya dan menyempurnakan dirinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang dihadirkan di dunia fana ini dengan berbekal akal.

Manfaat Ilmu Pengetahuan

Ilmu Pengetahuan adalah hal terpenting bagi manusia dalam mengarungi perjalanan hidupnya. “Barang siapa ingin meraih dunia, maka dengan ilmulah ia mampu meraih, dan barang siapa ingin meraih akhirat, maka dengan ilmulah ia dapat meraihnya juga. Dan barang siapa ingin meraih keduanya, maka dengan ilmu lah ia mampu meraihnya” (AL-Hadist) Hadist ini telah mensiratkan kepada manusia betapa pentingnya peran sebuah ilmu bagi keberlangsungan hidup manusia.

Jika kita merujuk kepada hadist diatas, seolah-olah kita (manusia) tidak akan mungkin mampu meraih apa yang kita cita-citakan tanpa peran sebuah ilmu sebagai landasanya. Hampir tak ada satupun penemuan di dunia ini yang tak berlandaskan atau dapat di terangkan oleh Ilmu Pengetahuan. Ia seperti cahaya bagi kegelapan, tongkat penuntun bagi manusia untuk menemukan segala bentuk sesuatu yang bermanfaat baginya, dan semesta……………..(kurang)

Ilmu Pengetahuan, proses, dan cepat

Sebagaiamana proses sebuah kelahiran, pedidikan manusia pun membutuhkan proses yang tidak singkat dalam mengetahui, memahami, menghayati, sampai dengan menjalankan/mengamalkan apa yang telah dipelajari dan diketahuinya (ilmu pengetahuan). Baik secara formal (sekolah) atau non formal (belajar dari alam), ada plus minus di antara keduanya. Dalam kontek ini, akan saya batasi pada tingkat pendidikan formal tanpa menafikan keanekaragaman pengetahuan yang diberikan oleh pendidikan non formal.

Sebuah pendidikan yang telah diatur sedemikian rupa, berjenjang, dengan kurikulum yang telah disesuaikan menurut jenjang pendidikan yang ditempuh sejak dini (taman kanak-kanak) sampai dengan perguruan tinggi, diharapkan mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan manusia dalam ilmu pengetahuan. Tingkatan-tingakatan pendidikan ini mempunyai bagian ilmu pengetahuannya masing-masing. Perguruan tinggi (kampus) dipercayai sebagai jenjang tertinggi dalam mencari sebuah ilmu pengetahuan. Dalam kontek ini, menjadi hal wajar jika penghuni di dalam kampus dikatakan sebagai ujung tombak bagi keberlangsungan ilmu pengetahuan. Sudah tak tercatat lagi para tokoh di dunia ilmu pengetahuan yang telah berhasil memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan hajat hidup orang banyak dari tempat itu (kampus). Muncul sebuah pertanyaan kecil, apakah budaya seperti itu akan muncul di era-era saat ini dan mendatang? Bersikap positif akan melahirkan jawaban iya. Tetapi fenomena yang sedang berlangsung di rana perguruan tinggi saat ini membuat jawaban positif (iya). Patut dikaji ulang. Bukan berarti tidak bisa/ada! Setidaknya cerminan ini dapat dilihat di salah satu kios buku di Kota Yogyakarta yang memperjual-belikan hasil karya intelektual mahasiswa (skripsi), di mana kios tersebut cukup banyak dikunjungi oleh mahasiswa semester akhir di kota yang dikenal sebagai kota pendidikan di Indonesia (miris). Walaupun fenomena ini belum dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam memberikan/membuat sebuah kesimpulan tentang korelasi antara tingkat intelektual mahasiswa dengan tingkat kemalasan (yang mampu menjerumuskan para intelektual muda ini ke dalam jurang penyesalan di kemudian hari), tetapi sedikit banyak bisa dijadikan acuan, karena fenomena ini adalah fakta, empiris.

Hal di atas dipertajam oleh sistem pendidikan yang diterapkan oleh para pemegang otoritas kebijakan di bidang pendidikan (pemerintah) lewat lembaga (kampus) sebagai “pendidik” dan “pengayom” nalaria/naluria mahasiswa yang terkadang kurang mempertimbangkan dan mewadahi aspirasi para mahasiswa dalam berproses mencari ilmu pengetahuan.

Kebijakan untuk siapa?

Aturan kebijakan diberlakukan kepada mahasiswa untuk segera cepat lulus meninggalkan kampus serta dituntut mampu menghadapi tantangan jaman. Dalam proses pendidikan di perguruan tinggi saat ini, diberlakukan hanya 14 semester atau 4 tahun untuk mencapai gelar strata 1 (sarjana) dalam masa pendidikanya. Ukuran keberhasilan mahasiswa tidak dilihat dari sejauh mana ia mampu menemukan siapa dirinya, mengembangkan, mengetahui arah hidup, memahami dan mampu menjalankan pengetahuanya (jati diri) , namun dilihat dari nilai IPK, absensi, dan tak bermasalah dengan lembaga. Praktis hal semacam ini membuat mahasiswa disibukan dengan hal-hal yang bersifat pyur akademik, dirinya, dan kepentingannya sendiri. Sehingga banyak mengurangi atau bahkan melupakan komunikasi dan interaksi sosial antar mahasiswa dengan mahasiswa (berorganisasi), mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan karyawan kampus, dan terutama mahasiswa dengan masyarakat luas (realitas) hingga sedikit banyak mempengaruhi kepekaan sosialnya. Pola-pola seperti ini ibarat pisau bermata dua, di sisi lain bisa membentuk mahasiswa menjadi rajin belajar guna memenuhi sebuah aturan main yang diberlakukan oleh lembaga, tetapi di sisi yang berbeda bukan tidak mungkin mampu membentuk jiwa-jiwa individualis tanpa memiliki rasa kepekaan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Lalu apakah mungkin dengan proses seperti itu mahasiswa mampu dihadapkan kepada realitas sosial ketika ia suka, tidak suka, atau mau tidak mau akan membaur bermasyarakat?

Bukankah mahasiswa sebagai manusia, bersifat sosial? Tidak hanya karena kebetulan, tetapi kodratnya. Untuk hidup dan mencapi kepenuhanya, manusia memerlukan orang lain, sesamanya. Oleh karenanya, dalam perbuatan pun dia harus mempertimbangkan mereka. Baru dengan demikian tercapai keseimbangan antara pengembangan pribadi serta kepentinganya dan pengembangan serta kepentingan sesama.

Dimana nilai bijak dalam kebijakan?

“Bijak” salah satu kata yang membuat tenang bagi siapapun, jika kita berhadapan dengan orang dengan sifat seperti ini. Ia adalah daya milik manusia guna memandang segala bentuk persoalan dari berbagai bentuk prespektif, mempertimbangakn banyak faktor/hal dalam mengambil sebuah keputusan demi kemaslahatan bersama, terlebih jika menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karenanya menjadi sangat wajar jika muncul pertanyaan dimana nilai “bijak”? dalam setiap kebijakan yang di putuskan oleh para pemegang otoritas itu.

Apakah sudah ada nilai bijak dalam setiap kebijakan yang di putuskan? Entah terlewat atau mungkin kurang mendalam dalam mengkaji hal ini, atau bahkan sudah dilakukan riset-riset mendalam berkenaan dengan pendidikan, tapi pengambilan keputusanya kurang tepat? Masih terasa abu-abu. Tak ada runginya juga berbaik sangka kepada para pemangku kebijakan pendidikan di Negara ini, toh masa depan bangsa terletak di pundak mereka. Apa mungkin mereka akan mempertaruhkan tanah air ini?

Diantara jenjang pendidikan di Indonesia salah satu jenjang pendidikan Formal yang menjadi pondasi dasar bagi siswa/siswi adalah saat mereka duduk di bangku Sekolah Dasar selama 6 tahun. Mari kita me-review pengalaman kita ketika duduk di bangku SD ini.

Jhon Paul Satre mengatakan “Hanya ada dua orang pintar di dunia ini, Seniman dan Agamawan”

To be continu…..

Kopi Hitam
Ruang Jurnal ISI Yogyakarta 19 mei 2014
http://sastra-indonesia.com/2014/06/pendidikan-mie-instan/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito