Senin, 20 Mei 2013

Bahasa, Nasionalisme, Kekalahan

Bandung Mawardi *
Bali Post, 5 Mei 2013

SEJARAH Indonesia dalam pengertian negara telah melimpah. Pembacaan untuk mengenangkan atau mengimpikan Indonesia menjadi kelumrahan karena zaman modern menghendaki kesadaran negara tumbuh sebagai takdir perubahan. Penjelmaan negara itu diresmikan dengan paket nasionalisme saat masa kolonialisme. R E Elson (2009) dalam The Idea of Indonesia pun mengisahkan Indonesia dalam utopia negara dan mengabsenkan bahasa. Produksi wacana ini memunculkan konsekuensi seolah bahasa sekadar ornamen dalam geliat nasionalisme untuk “mencipta” Indonesia. Bahasa ada dalam paket nasionalisme itu kendati kerap menjadi instrumen karena belum memiliki historiografi. Bahasa jadi remang-remang ketimbang negara sebagai proyek.
Joseph Brodsky dalam sepucuk surat pada penguasa Uni Soviet menulis tantangan saat peraih Nobel Sastra 1987 mesti disingkirkan dari negeri sendiri. Brodsky menulis: “Bahasa jauh lebih tua dan penting ketimbang negara.” Petikan surat ini bisa mengingatkan bahwa mengurusi sejarah bahasa Indonesia adalah keharusan. Penulisan sejarah Indonesia sebagai negara malah mengesankan ada pelupaan atas bahasa. Usia tua bahasa kalah pamor oleh nalar kemodernan. Negara jadi idaman tapi bahasa nelangsa dalam gelap-sejarah.

Ketuaan bahasa Indonesia hampir tersingkirkan dari pewacanaan historis-politis. Hilmar Farid (1996) mengingatkan bahwa pewacanaan bahasa di negeri ini kerap dipahami sebagai hasil nasionalisme. Kesadaran atas bangsa untuk menjelma negara malah jadi penentu kelahiran bahasa Indonesia. Nalar ini kentara mengabaikan kesejarahan bahasa Indonesia. Bangsa menemukan bahasa? Wacana ini tumbuh tanpa dibarengi dengan kerja keras untuk penulisan historiografi bahasa Indonesia. Bahasa pun sekadar termaktub dalam bab kecil atau masuk sebagai catatan kaki.

Nasionalisme

Proyek bahasa dalam sastra abad XIX dan XX mengandung utopia-utopia untuk menjelma embrio nasionalisme. Jejak-jejak bahasa ini tampak kehilangan rumah karena gagasan bangsa mencuat. Produksi buku-buku sastra, koran, atau majalah dengan penggunaan formula awal bahasa Indonesia malah termaknai dalam kerancuan proyek identitas. Bahasa itu mempertemukan pelbagai perbedaan etnis dalam permainan dominasi. Bangsa (Indonesia) mungkin ikut terbentuk karena produksi bahasa ketimbang oleh kesadaran modern membentuk komunitas atau gerakan politik. Bahasa memicu pembentukan nasionalisme?

Kepekaaan atas kesejarahan bahasa sebagai pemicu nasionalisme tampak dari studi Benedict Anderson dalam Imagined Communities. Anderson memberi contoh geliat nasionalisme Jerman. Kapitalisme cetak dan bahasa menjadi bahan-bahan signifikan untuk merevolusikan paham bangsa di kalangan petani dan kebangsaan Jerman di kalangan bugher kota. Kasus ini mirip dengan efek kapitalisme mesin cetak di Hindia Belanda sebagai pemicu dari pemihakan gagasan bangsa dan identitas. Nasionalisme tumbuh dalam buku, pamflet, pidato, koran, atau majalah dengan pertaruhan bahasa. Nasionalisme itu tumbuh melalui bahasa Melayu, Belanda, Jawa, Sunda, Bugis, China, atau Batak. Bahasa dalam ilustrasi ini mengesankan sebagai pembuka pintu untuk pembentukan dan sebaran nasionalisme sebelum ada konsesus politik-kultural atas nama Bahasa Indonesia (1928, 1938, 1945).

Pemakaian bahasa dalam produksi sastra abad XX telah identik dengan gagasan nasionalisme. Tulisan-tulisan Muhammad Yamin, Roestam Effendi, Mohamad Hatta, Sutan Takdir Alisjahbana, atau Sanoesi Pane menjadi proyek identitas dan pematangan nasionalisme kendati ada keterbatasan dalam komunikasi politik. Sastra memberi arti saat paket politik kerap disuarakan dengan bahasa Belanda karena prosedur politik kolonial dan berkah dari model pendidikan ala kolonial. Bahasa Indonesia mengisahkan diri dengan intensif dalam sastra

Proyek nasionalisme-bahasa dalam sastra dikuatkan dengan pewacanaan dalam jagat jurnalistik. Kesadaran dan kemauan politik-kultural dalam kerja jurnalistik jadi prolog pelaksanaan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo (1938). Kongres ini merupakan jalan sambungan dari konsensus 1928 tapi memiliki makna kunci karena memicu kemauan membesarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa politik, ekonomi, seni, pendidikan, dan kultural. Legitimasi atas pilihan ini dilakukan oleh kalangan politisi modern, intelektual, pengarang, wartawan, dan penguasa tradisional. Implikasi bahasa pun lekas menyebar ke penjuru negeri dengan pengesahan-pengesahan secara efektif dan efisien untuk mengusung nasionalisme.

Petikan dalil dari makalah Sutan Takdir Alisjahbana saat kongres di Solo itu pantas jadi penanda dari relasi bahasa dalam agenda politik-kultural. Bahasa menentukan kualitas dan jalan nasionalisme (bangsa) melalui cara pikir bahasa dalam kemodernan. Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan: “Oleh karena bahasa ialah alat keboedajaan jang terpenting dan oleh karena berpikir cara modern bersandar pada bahasa, maka keboedajaan Indonesia jang baroe hanja moengkin toemboeh dengan baik apabila bangsa Indonesia seoemoemnja ataoe sekoerang-koerangnja jang mendjadi pemoeka dalam segala lapangan keboedajaan Indonesia, paham betoel akan bahasa Indonesia.”

Kekalahan

Fragmen-fragmen kesejarahan ini adalah tanda seru untuk kematangan nasionalisme hari ini saat proyek demokrasi luka-luka oleh konstitusi, arogansi komunikasi politik, kebanalan kurikulum pendidikan, kooptasi bahasa global, kesekaratan bahasa etnik, dan pengerasan bahasa oleh kekuasaan. Biografi bahasa Indonesia memang identik dengan kekuasaan tapi kerap diabaikan sebagai substansi Indonesia. Bahasa-nasionalisme mengubah diri dalam godaan globalisasi.

Soekarno dan Soeharto besar karena bahasa. Kekuasaan mereka hadir melalui bahasa Indonesia. Masa lalu itu digantikan oleh kesibukan mengurusi politik dan penglahiran undang-undang kebahasaan. Bahasa Indonesia mendapati perlindungan politik saat perhatian etik sudah pudar oleh ambisi demokratisasi-global dan menuruti kemauan pasar dalam konsensus bahasa global. Sastra memang masih jadi rumah bahasa tapi kadang lelah dan dimentahkan oleh proyek politik-ekonomi. Perlindungan politik melalui konstitusi seolah mengabarkan kekalahan telak bahasa Indonesia atas perubahan zaman dan rezim-kapital. Bahasa Indonesia telah kehilangan rumah-bangsa?

Penjelasan historis-utopis dari Benedict Anderson dalam Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia (1990) memberi tanda seru untuk proses menghidupi atau mematikan bahasa Indonesia. Anderson ingin bahasa Indonesia tak sekadar untuk mengekspresikan nasionalisme, aspirasi Indonesia, atau mengungkapkan tradisi-tradisi Indonesia. Bahasa Indonesia mesti menjadi kekutan vital dari proses perubahan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa politik memang menegangkan tapi jalan kultural mesti disemaikan untuk merawat kesejarahan dan capaian masa depan.

Bahasa Indonesia memang jarang jadi wacana primer untuk proyek Indonesia mutakhir. Bahasa kalah dengan modal dan politik. perkara-perkara bahasa pun tersembunyi oleh urusan korupsi, skandal seks, gosip, sinetron, atau kriminalitas. Bahasa mungkin masih jadi masalah dalam sastra kendati asing di rumah-bangsa sendiri. Bahasa Indonesia hari mirip tumbal dari ketamakan kapitalisme dan arogansi demokratisasi-global. Bahasa Indonesia hampir tanpa historiografi dan impian untuk menentukan masa depan. Begitu.

*) Bandung Mawardi, Pengelola Jagat Abjad Solo
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=18&id=75861

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito