Bandung Mawardi *
Bali Post, 5 Mei 2013
SEJARAH Indonesia dalam pengertian negara telah melimpah. Pembacaan untuk mengenangkan atau mengimpikan Indonesia menjadi kelumrahan karena zaman modern menghendaki kesadaran negara tumbuh sebagai takdir perubahan. Penjelmaan negara itu diresmikan dengan paket nasionalisme saat masa kolonialisme. R E Elson (2009) dalam The Idea of Indonesia pun mengisahkan Indonesia dalam utopia negara dan mengabsenkan bahasa. Produksi wacana ini memunculkan konsekuensi seolah bahasa sekadar ornamen dalam geliat nasionalisme untuk “mencipta” Indonesia. Bahasa ada dalam paket nasionalisme itu kendati kerap menjadi instrumen karena belum memiliki historiografi. Bahasa jadi remang-remang ketimbang negara sebagai proyek.
Joseph Brodsky dalam sepucuk surat pada penguasa Uni Soviet menulis tantangan saat peraih Nobel Sastra 1987 mesti disingkirkan dari negeri sendiri. Brodsky menulis: “Bahasa jauh lebih tua dan penting ketimbang negara.” Petikan surat ini bisa mengingatkan bahwa mengurusi sejarah bahasa Indonesia adalah keharusan. Penulisan sejarah Indonesia sebagai negara malah mengesankan ada pelupaan atas bahasa. Usia tua bahasa kalah pamor oleh nalar kemodernan. Negara jadi idaman tapi bahasa nelangsa dalam gelap-sejarah.
Ketuaan bahasa Indonesia hampir tersingkirkan dari pewacanaan historis-politis. Hilmar Farid (1996) mengingatkan bahwa pewacanaan bahasa di negeri ini kerap dipahami sebagai hasil nasionalisme. Kesadaran atas bangsa untuk menjelma negara malah jadi penentu kelahiran bahasa Indonesia. Nalar ini kentara mengabaikan kesejarahan bahasa Indonesia. Bangsa menemukan bahasa? Wacana ini tumbuh tanpa dibarengi dengan kerja keras untuk penulisan historiografi bahasa Indonesia. Bahasa pun sekadar termaktub dalam bab kecil atau masuk sebagai catatan kaki.
Nasionalisme
Proyek bahasa dalam sastra abad XIX dan XX mengandung utopia-utopia untuk menjelma embrio nasionalisme. Jejak-jejak bahasa ini tampak kehilangan rumah karena gagasan bangsa mencuat. Produksi buku-buku sastra, koran, atau majalah dengan penggunaan formula awal bahasa Indonesia malah termaknai dalam kerancuan proyek identitas. Bahasa itu mempertemukan pelbagai perbedaan etnis dalam permainan dominasi. Bangsa (Indonesia) mungkin ikut terbentuk karena produksi bahasa ketimbang oleh kesadaran modern membentuk komunitas atau gerakan politik. Bahasa memicu pembentukan nasionalisme?
Kepekaaan atas kesejarahan bahasa sebagai pemicu nasionalisme tampak dari studi Benedict Anderson dalam Imagined Communities. Anderson memberi contoh geliat nasionalisme Jerman. Kapitalisme cetak dan bahasa menjadi bahan-bahan signifikan untuk merevolusikan paham bangsa di kalangan petani dan kebangsaan Jerman di kalangan bugher kota. Kasus ini mirip dengan efek kapitalisme mesin cetak di Hindia Belanda sebagai pemicu dari pemihakan gagasan bangsa dan identitas. Nasionalisme tumbuh dalam buku, pamflet, pidato, koran, atau majalah dengan pertaruhan bahasa. Nasionalisme itu tumbuh melalui bahasa Melayu, Belanda, Jawa, Sunda, Bugis, China, atau Batak. Bahasa dalam ilustrasi ini mengesankan sebagai pembuka pintu untuk pembentukan dan sebaran nasionalisme sebelum ada konsesus politik-kultural atas nama Bahasa Indonesia (1928, 1938, 1945).
Pemakaian bahasa dalam produksi sastra abad XX telah identik dengan gagasan nasionalisme. Tulisan-tulisan Muhammad Yamin, Roestam Effendi, Mohamad Hatta, Sutan Takdir Alisjahbana, atau Sanoesi Pane menjadi proyek identitas dan pematangan nasionalisme kendati ada keterbatasan dalam komunikasi politik. Sastra memberi arti saat paket politik kerap disuarakan dengan bahasa Belanda karena prosedur politik kolonial dan berkah dari model pendidikan ala kolonial. Bahasa Indonesia mengisahkan diri dengan intensif dalam sastra
Proyek nasionalisme-bahasa dalam sastra dikuatkan dengan pewacanaan dalam jagat jurnalistik. Kesadaran dan kemauan politik-kultural dalam kerja jurnalistik jadi prolog pelaksanaan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo (1938). Kongres ini merupakan jalan sambungan dari konsensus 1928 tapi memiliki makna kunci karena memicu kemauan membesarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa politik, ekonomi, seni, pendidikan, dan kultural. Legitimasi atas pilihan ini dilakukan oleh kalangan politisi modern, intelektual, pengarang, wartawan, dan penguasa tradisional. Implikasi bahasa pun lekas menyebar ke penjuru negeri dengan pengesahan-pengesahan secara efektif dan efisien untuk mengusung nasionalisme.
Petikan dalil dari makalah Sutan Takdir Alisjahbana saat kongres di Solo itu pantas jadi penanda dari relasi bahasa dalam agenda politik-kultural. Bahasa menentukan kualitas dan jalan nasionalisme (bangsa) melalui cara pikir bahasa dalam kemodernan. Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan: “Oleh karena bahasa ialah alat keboedajaan jang terpenting dan oleh karena berpikir cara modern bersandar pada bahasa, maka keboedajaan Indonesia jang baroe hanja moengkin toemboeh dengan baik apabila bangsa Indonesia seoemoemnja ataoe sekoerang-koerangnja jang mendjadi pemoeka dalam segala lapangan keboedajaan Indonesia, paham betoel akan bahasa Indonesia.”
Kekalahan
Fragmen-fragmen kesejarahan ini adalah tanda seru untuk kematangan nasionalisme hari ini saat proyek demokrasi luka-luka oleh konstitusi, arogansi komunikasi politik, kebanalan kurikulum pendidikan, kooptasi bahasa global, kesekaratan bahasa etnik, dan pengerasan bahasa oleh kekuasaan. Biografi bahasa Indonesia memang identik dengan kekuasaan tapi kerap diabaikan sebagai substansi Indonesia. Bahasa-nasionalisme mengubah diri dalam godaan globalisasi.
Soekarno dan Soeharto besar karena bahasa. Kekuasaan mereka hadir melalui bahasa Indonesia. Masa lalu itu digantikan oleh kesibukan mengurusi politik dan penglahiran undang-undang kebahasaan. Bahasa Indonesia mendapati perlindungan politik saat perhatian etik sudah pudar oleh ambisi demokratisasi-global dan menuruti kemauan pasar dalam konsensus bahasa global. Sastra memang masih jadi rumah bahasa tapi kadang lelah dan dimentahkan oleh proyek politik-ekonomi. Perlindungan politik melalui konstitusi seolah mengabarkan kekalahan telak bahasa Indonesia atas perubahan zaman dan rezim-kapital. Bahasa Indonesia telah kehilangan rumah-bangsa?
Penjelasan historis-utopis dari Benedict Anderson dalam Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia (1990) memberi tanda seru untuk proses menghidupi atau mematikan bahasa Indonesia. Anderson ingin bahasa Indonesia tak sekadar untuk mengekspresikan nasionalisme, aspirasi Indonesia, atau mengungkapkan tradisi-tradisi Indonesia. Bahasa Indonesia mesti menjadi kekutan vital dari proses perubahan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa politik memang menegangkan tapi jalan kultural mesti disemaikan untuk merawat kesejarahan dan capaian masa depan.
Bahasa Indonesia memang jarang jadi wacana primer untuk proyek Indonesia mutakhir. Bahasa kalah dengan modal dan politik. perkara-perkara bahasa pun tersembunyi oleh urusan korupsi, skandal seks, gosip, sinetron, atau kriminalitas. Bahasa mungkin masih jadi masalah dalam sastra kendati asing di rumah-bangsa sendiri. Bahasa Indonesia hari mirip tumbal dari ketamakan kapitalisme dan arogansi demokratisasi-global. Bahasa Indonesia hampir tanpa historiografi dan impian untuk menentukan masa depan. Begitu.
*) Bandung Mawardi, Pengelola Jagat Abjad Solo
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=18&id=75861
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar