Minggu, 27 Januari 2013

Pemberontakan PKI tahun 1926-1927, 1948 dan 1965

Lokasi, Waktu, Latar Belakang, dan Sikap Pemerintah
Toto Gutomo [1]
iwaka91.blogspot.com

A. Tahun 1926 – 1927

1. Sumatera Barat
Masuknya pengaruh PKI ke Sumatera Barat tidak lepas dari peran serta pemuka agama Islam, Haji Datuk Batuah yang membawa dan menyebarkan paham komunis di daerah tersebut. Pada tahun 1923 ia menanamkan ajaran komunis di kalangan pelajar-pelajar dan guru-guru muda Sumatera Thawalib Padang Panjang[2]. Oleh masyarakat setempat ajaran komunis ini disebut “ilmu kominih” (Schrieke, 1960: 155), yakni menggabungkan ajaran Islam dengan ide anti penjajahan Belanda, anti imperialisme-anti kapitalisme dan ajaran Marxis. Pada akhir 1923 didirikan pusat Komunikasi Islam di Padang panjang.
Desember 1925 di Prambanan, Yogyakarta diadakan pertemuan partai yang dipimpin oleh Alimin. Pertemuan ini dihadiri oleh tokoh-tokoh PKI, diantaranya Budi Sucipto, Aliarcham, Sugono, Surat Hardjo, Martojo, jatim, Sukirno, Suwarno, Kusno dan lain-lainnya. Sedang Said Ali, pemimpin PKI cabang Sumatera Barat pada pertemuan ini hadir mewakili seluruh Sumatera. Kemudian diputuskan:

a. Sejalan dangan Surat Edaran Komite Pusat PKI No.221[3] maka PKI cabang Sumatera Barat berusaha mengumpulkan senjata.

b. Mengadakan aksi-aksi ilegal. Ini terutama dilakukan dalam bentuk membangun sel-sel PKI di derah-daerah pertanian dalam rangka memperkuat semangat perlawanan.

c. Memperkuat propaganda di kalangan buruh-buruh tani.
Gelagat pemberontakan tercium Pemerintah kolonial Belanda kemudian segera melakukan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin PKI dengan tuduhan hendak memberontak. Sekalipun para pemimpin PKI Sumatera Barat telah banyak yang ditangkap dan dipenjarakan, akan tetapi pada akhirnya pemberontakan tetap meletus juga, pendukung PKI akhirnya mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Banten, yang meletuskan pemberontakan pada pertengahan November 1926. Mereka menyerang kedudukan pemerintah. Selanjutnya di Tanjung Ampulu, pada tanggal 1 Januari 1927 terjadi pembakaran rumah milik para pegawai pemerintah Kolonial Belanda dan kaki tangannya. Di Padang Siberuk para pemberontak membunuh kepala nagari dan beberapa penduduk yang dianggap kaki tangan Belanda. Di Silungkang, markas besar kaum pemberontak, terjadi pembunuhan terhadap opsir-opsir Belanda dan beberapa orang guru agama serta tukang emas yang dianggap bekerja sama dengan Belanda.

2. Jawa Barat (Kabupaten Lebak – Madiun)
Masuknya komunisme dikalangan masyarakat menggunakan Islam sebagai senjata propagandanya, pengertian komunis ditekankan sebagai usaha menentang Belanda dan dipersamakan dengan perang sabil. Hal tersebut kemudian dipertegas oleh Alimin dan Musso yang datang ke Pandeglang sekitar tahun 1925. Di hadapan massa, kedua tokoh PKI ini menguraikan secara panjang lebar soal-soal perjuangan bangsa menghadapi penjajahan Belanda. Dengan demikian, dalam usahanya mendapatkan dukungan dari rakyat Banten, para proganda PKI menghilangkan pengertian komunisme, tetapi kemudian lebih mengedepankan persamaan perjuangan antara Islam dan PKI. Oleh karena itu, para ulama Banten tidak menentang kehadiran PKI di Banten bahkan di antara para ulama itu kemudian ada yang menjadi pengurus PKI Cabang Banten. Selain itu dukungan juga datang dari golongan petani yang dijanjikan akan dibebaskan dari pajak kepal/perorangan (hoofdgeld).

Dengan meningkatnya aktivitas PKI Banten, bulan Juli – September 1926, pemerintah Hindia Belanda melakukan penangkapan terhadap beberapa pemimpin PKI Banten.[4] Penahanan ini mengakibatkan pimpinan PKI berada di bawah tangan para ulama dan jawara. Golongan inilah yang kemudian memimpin para petani melancarkan pemberontakan pada bulan November 1926. Target utama pemberontakan adalah kaum priyayi dan dipilih secara selektif (kaum priyayi bukan asli Banten dan suka melakukan kekerasan kepada rakyat) yang menjadi sasaran adalah mereka yang telah dianggap mencemari nama baik Banten. Sementara orang Cina tidak menjadi sasaran karena ada indikasi keterlibatan secara tidak langsung dalam pemberontakan tersebut[5].

Pada tanggal 6 November 1926, pecahlah pemberontakan PKI yang ditandai dengan penyerbuan kota Labuan pada tengah malam oleh ratusan orang bersenjata. Pemerintah Hindia Belanda segera melakukan tindakan terhadap para pemberontak. Pada tanggal 13 November 1926, pemerintah kolonial telah melakukan penangkapan di berbagai tempat di Banten, di antaranya enam kali di Kabupaten Lebak. Sehari kemudian, pemberontakan PKI Banten berhasil dipadamkan oleh pemerintah kolonial dan sampai bulan Desember 1926, pemerintah kolonial masih melakukan penangkapan kepada para pelaku pemberontakan. Para pemberontak yang berhasil ditangkap kemudian dibuang ke Boven Digul[6], dipenjaran dan atau dihukum mati.

Dengan dihancurkannya komunisme dan semakin tidak berdayanya Islam sebagai kekuatan politik, agaknya zaman bagi nasionalisme telah tiba dan lahirlah PNI pada 4 Juli 1927 dengan Sukarno sebagai Ketua.

B. Tahun 1948

Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dawali dengan ketidakpuasan terhadap hasil persetujuan Renville yang dianggap merugikan pihak Indonesia, kabinet Amir Syarifuddin dijatuhkan pada 23 Januari 1948 dan menyerahkan mandatnya kepada presiden dan digantikan kabinet Hatta yang terkenal dengan Re-Ra[7]. Amir kemudian menjadi “golongan kiri” diluar pemerintahan republik memulai suatu usaha yang menimbulkan bencana untuk mendapatkan kembali kekuasaan. Februari 1948 berganti nama menjadi Front Demokrasi Rakyat dan mencela persetujuan Renville yang sebetulnya dirundingkan sendiri oleh pemerintahan Amir.

11 Agustus 1948 Musso (pemimpin PKI tahun 1920-an) tiba di Yogyakarta dari Unisoviet memberi kekuatan tersendiri ditubuh PKI, ditambah lagi partai-partai dalam tubuh FDR menyatakan bersatu dengan PKI. Pertengahan September pertempuran terjadi antara yang Pro-PKI dan Pro-pemerintah yang pada 17 September dapat dipukul mundur hingga mereka mundur ke Madiun yang kemudian begabung dengan satuan-satuan yang Pro-PKI lainnya. Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur. Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis.[8]

Tanggapan pemerintah yang cepat dapat dilihat melalui kecaman pemberontak melalui radio oleh Sukarno dan menghimbau bangsa Indonesia bergabung bersama dirinya dan Hatta daripada dengan Musso dan rencananya membentuk pemerintahan gaya Soviet. Dihadapkan pada dua pilihan, banyak satuan militer yang pada dasarnya bersimpati kepada pihak anti-pemerintah meilih menjauhkan diri, begitu juga FDR di Banten dan Sumatera mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan gerakan Madiun.[9]

Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi. pemberontak terus dipukul mundur, Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam, Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Pada 31 Oktober Musso tewas saat berupaya melarikan diri dari tahanan.[10] Dalam aksi pemberontakan dan penumpasan ini banyak sekali berjatuhan korban jiwa, baik dari kubu PKI maupun dari pemerintah.

C. Tahun 1965

Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat.[11]

Pada pertengahan tahun 1965, berita sakitnya Sukarno memanggil Aidit yang tengah melakukan perjalanan ke Cina untuk pulang sekaligus membawa ahli medis dari Cina. Melihat kondisi Sukarno, pada ahli menyimpulkan bahwa Sukarno akan segera meningggal atau mengalami kelumpuhan permanen. Disis lain terhembus bahwa ada “Dewan Jendral” yang hendak memberontak pemerintah berdasarkan bukti dari pernyataan-pernyataan Aidit dan dengan ditemukannya Telegram Gilchrist.[12] Kaitannya dengan pihak Inggris adalah bersangkut paut dengan persoalan Malaysia.

Usulan pembentukan angkatan kelimapun dilontarkan oleh pihak PKI yang menghendaki masyarakat dipersenjatai, meski hal ini menimbulkan konflik antara PKI dan Angkatan Darat yang dengan terpaksa, Jenderal Achmad Yani menyatakan bahwa Presiden berhak mengambil keputusan semacam itu, selain itu adapula serangan-serangan terbuka terhadap pada elite Angkatan Darat yang berkaitan dengan gaya hidup mereka yang penuh dengan kemewahan maupun dengan sikap-sikap reaksioner yang mereka tampilkan. Ditengah situasi yang demikian, tiba-tiba Sukarno jatuh sakit yang pada gilirannya memunculkan perkejolakan kekuasaan dan mendorong Aidit untuk lebih berjaga-jaga.

Angkatan Daratpun menyelenggarakan pertemuan-pertemuan secara teratur, meski isu tentang Dewan Jendral yang hendak menggulingkan pemerintah semaki merebak luas, hingga pada kritik PKI yang mencap mereka sebagai koruptor dan kapitalis birokrat.

Pada tanggal 30 September malam 1 Oktober 1965, ketegangan-ketegangan meletus karena terjadinya percobaan kudeta di Jakarta yang didalamnya terdapat skenario penculikan jenderal-jenderal yang berakhir dengan pembunuhan sadis. Tepat menjelang fajar Soeharto yang tidak masuk dalam daftar penculikan, pergi ke kostrad setelah mendengar berita tersebut dan langsung mengambil alih komando atas angkatan bersenjata dengan persetujuan jenderal-jenderal angkatan darat.

Paginya, pihak pemberontak mengumumkan melalui radio bahwa “Gerakan 30 September” adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Sukarno dari kudeta yang telah direncanakan oleh dewan jenderal yang menjadi kaki tangan Amerika Serikat (CIA).

Referensi Buku:

Edman, Peter. 2005. Komunisme Ala Aidit. Center for Information Analysis.
Falah, Miftahul. Tt. Pemberontakan Pki 1926 Di Kabupaten Lebak. Jurnal.
Karso., Imran, A., dan Setiadi, Asep. Pelajaran Sejarah Untuk SMTA Kelas 3. Bandung: Penerbit Angkasa.
Nurhabsyah. 2004. Pemberontakan PKI Di Silungkung Tahun 1927. Jurnal Fakultas Sastra Jurusan Sejarah Universitas Sumatera Utara.
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1994. Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang Aksi, dan Penumpasannya. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Sudiyo. 2003. Arus Perjuangan Pemuda Dari Masa Ke Masa. Jakarta: Rineka Cipta.

Internet:

http://www.mitrafm.or.id/

http://www.sejarahkita.comoj.com/jenny17.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Madiun

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia

[1] Mahasiswa Program S1 Pendidikan Sejarah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
[2] Suatu lembaga pendidikan yang dimiliki oleh kalangan pembaharu Islam di Sumatera Barat, dimana haji Batuah merupakan salah seorang pengajarnya (Nurhabsyah, 2004).
[3] berisi perintah kepada cabang Padang supaya mengumpulkan uang derma yang dimaksudkan untuk membeli persenjataan yang akan digunakan untuk melakukan aksi pemberontakan
[4] Di Rangkasbitung, empat orang tokoh utama PKI, yakni Tjondroseputro, Atjim, Salihun, dan Thu Tong Hin ditahan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada akhir bulan September 1926 (Falah, TT)
[5] Sebagian masyarakat Cina di Labuan dan Menes telah menjual senjata dan amunisi kepada kaum pemberontak. Selain itu, ada juga orang Cina yang telah menjadi pemimpin terkemuka PKI Banten, salah satunya adalah Tju Tong Hin yang bergabung dengan PKI Rangkasbitung. (Ibid)
[6] Boven Digul adalah sebuah kamp tahanan di Papua (id.wikipedia.org)
[7] Kebijaksanaan reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang (Re-Ra) guna membersihkan anasir komunis dari tubuh angkatan perang.
[8] Pada 18 September diumumkan melalui radio bahwa suatu pemerintahan Front Nasional yang baru telah terbentuk. (Ricklefs, 2005)
[9] Semaun dan Tan Malaka menyayangkan pemberontakan karena beranggapan PKI masih lemah dan prematur. Sebaliknya Alimin, Darsono mendukung karena merasa massa(bangsa Indonesia) mendukung gerakan PKI (Sudiyo, 2003)
[10] Hal ini mengakhiri karirnya sebagai pemimpin PKI yang berlangsung hanya delapan puluh hari (Op cit)
[11] Kekuatan pemerintahan seakan-akan tebagi menjadi tiga kubu, yakni Sukarno, PKI, dan AD
[12] Telegram yang ditemukan dikantor keduataan Inggris yang diduga dikirim dari atasannya, didalam telegram terdapat kalimat yang menyatakan ada “orang dalam” yang mendukung Inggris, yang diterjemahkan oleh Aidit sebagai Angkatan Darat (SNRI, 1994).

Dijumput dari: http://iwaka91.blogspot.com/2011/10/pemberontakan-pki-tahun-1926-1927-1948.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito