Sutejo
Surabaya Post, Feb 1990
Setiap saat kita selalu dihadapkan pada pertanyaan klasik, namun bila
kita bicarakan akan semakin asyik. Yakni, tentang manakah sastra kita?
Sehingga jawabannya akan sangat perspektif sekali, tanpa ada suatu
kepastian. Termasuk para ‘’dewa-dewa sastra’’ sekarang tak mampu
memberikan jalan tengah. Mereka berpendapat
sendiri dengan penuh kesubjektivitasan. Di satu sisi, di dengungkan
tentang sastra adiluhung yang mempunyai nilai sastra tinggi, dengan
begitu orientasi diarahkan pada lapisan masyarakat tertentu, yakni para
kritisi sastra. Sementara, di sisi lain didengungkan tentang sastra yang
kontekstual, yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat (sosial,
budaya, pendidikan, teritorial daerah, dan seterusnya).
Satu hal yang patut kita amati adalah masalah penentuan manakah
sastra, dan manakah yang bukan (belum) sastra. Agaknya keputusan masih
terletak erat di tangan para kritisi sastra. Efek dari keadaan ini
tampak sekali dalam dunia pengajaran sastra di sekolah, yang banyak
memanfaatkan vokal para kritisi sebagai senjata andal dan pamungkasnya.
Bahkan, tidak jarang dalam mengajarkan sastra mereka mengenakan
‘’seragam apresiasi’’, kemudian dikenakan beramai-ramai oleh siswa
sebagai penikmat sastra. Dan jarang sekali, memilih karya sastra yang
bertebaran dan yang telah terpublikasikan di media massa.
Inilah kenyataan sekarang. Terkecuali bila pengarangnya sudah
mempunyai tahta –sebagai sastrawan yang mapan- bukan sastrawan pemula
yang masih banyak mencoba-coba mencari bentuk dan jati diri. Maka dari
keadaan ini, tidaklah mengheranka bila pada ‘’pertemuan Sastrawan Muda
Jawa Timur’’ tempo hari, ada semacam kesepakatan masalah perlunya respon
para kritisi terhadap karya mereka, minimal diperhatikan dan
diperhitungkan kehadirannya. Atau, katakanlah, ada semacam kesepakatan
dibutuhkannya ‘’keterterimaan’’ atas kehadirannya, bukan antisipasi
ataupun ‘’keteracuh-tak-acuhan’’.
Barangkali, inilah suatu keironisan panjang yang akan menjadi
keriskanan, bila sang kritisi tidak juga mau dan sudi mengerlingkan mata
pada sastrawan muda yang mencoba merangkak untuk menemukan sosok
sastranya yang ideal, karena mereka ibarat tumbuhan adalah calon-calon
benih yang akan tumbuh. ‘’Bagaimana agar mereka tidak mati?’’ tentunya
dibutuhkan siraman dan perhatian terhadapnya agar tidak musnah.
Sastra Universal
Sastra inilah, agaknya yang diidealkan oleh kritisi sastra, yakni
‘’sebuah karya sastra yang berada di awang-awang’’, karena sastra ini
dianggap mempunyai nilai rasa universal, yang tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu, yang berlaku kapan saja dan di mana saja. Dan sastra macam
ini hanyalah milik orang-orang tertentu. Ambillah contoh, karya sastra
yang mendapat Hadiah Nobel, yang penciptaannya cenderung diorientasikan
untuk konsumsi bagi konsumen tertentu, yakni para kritisi sastra. Dengan
begitu, akan terasa adanya kesenjangan panjang dengan penikmat yang
lain.
Pada keadaan ini, muncullah problema bahwa sastra kita akan menjadi
tidak akrab lagi dengan publik sendiri (masyarakat), tepatnya hanya
untuk kalangan tertentu. Sehingga akan terasa menyakitkan bila
ketidaktahuan penikmat yang lain, dianggap sebagai suatu
keterbelakangan, kebodohan, dan kepicikan apresiatornya. Bukankah
sebenarnya sastra kita mempunyai corak tersendiri dengan yang lain?
Dan barangkali, sastra yang macam inilah yang diidealkan dalam tulisan sastrawan Bandung ‘’Obsesi Resepsi Sastrawan Muda Jawa Timur’’,
dengan menampilkan beberapa tuntutan dalam menentukan kebermaknaan
suatu karya, diantaranya (i) sudahkah karya sastra yang dimaksudkan
memenuhi harapan si apresiator (Jauss dan Mandelokov) sehingga dengan
begitu akan diperoleh adanya perluasan jarak estetis dan penemuan norma
baru, (ii) apakah faktor ketidaktentuan (inerden) dan bidang kosong
(Iser) dapat dihadirkan oleh sang kreator dan konstruktif, sehingga
karya mempunyai pesona untuk diapresiasi.
Dalam keadaan ini, agaknya yang patut dicatat adalah apresiator kita
yang beragam, sehingga akan muncul kemungkinan bahwa karya itu bermakna
bagi yang satu belum tentu bagi yang lain, indah bagi apresiator yang
satu belum tentu indah bagi apresiator lain. Padahal, keindahan dan
kebermaknaan itu bukankah ada pada karya itu sendiri, penikmat sastra
(apresiator), dan keindahan yang ada di luar antara keduanya. Barangkali
yang terpenting adalah bagaimana karya itu bisa berinteraksi secara
elastis dan fleksibel dengan penikmatnya.
Sastra Kontekstual
Sastra ini secara ekstrem dapatlah dikatakan sebagai pertentangan
dari sastra universal. Sastra yang dibatasi oleh konteks tertentu,
mempunyai nilai yang berbeda dari kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain, tempat yang satu berbeda dengan tempat yang lain, begitu
seterusnya. Mungkin karya sastra yang bertebaran hijau di lahan massa
dapat digolongkan dalam sastra ini, di mana sastra yang demikian
mempunyai hubungan yang lebih akrab dan menyatu dengan penikmatnya.
Bukan saja bentuk-bentuk yang demikian dapat dikatakan sastra, seperti
halnya Yudhistira yang mengatakan bahwa karya sastra adalah sesuatu yang
bisa berkomunikasi dengan lingkungan. Dicontohkan salah satu bentuknya
sastra dangdut. Bagi Romo Mangun, lebih berbicara masalah keagunan yang
menggantikan konsep keindahan secara formal dalam dunia sastra
–keindahan adalah formal dalam dunia sastra – keindahan adalah
kecerlangan kebenaran (puchrum splendor est veritas), sehingga sastra yang berkualitas baginya adalah sastra yang mempunyai nilai (dimensi) religius.
Bila kita apresiasi beberapa karya sastra yang sudah mapan, banyaklah
yang dapat kita golongkan ke dalam karya sastra ini. Di antaranya (1) Pengakuan Pariyem (1981) karya Linus Suryadi AG, (2) Ronggeng Dukuh Paruk (1982), (3) Lintang Kemukus Dini Hari (1985), (4) Jantera Bianglala (1986), yang ketiganya karya Ahmad Tohari, (5) Burung-burung Manyar (1981) karya Romo Mangun, dan masih banyak lagi.
Pada Pengakuan Pariyem tercermin adanya kepasrahan seorang pembantu yang digauli oleh bendoronya, dia terima dengan kepasrahan lego lilo pasrah sumarah
menggambarkan adanya ‘’dunia kecil’’ dan ‘’dunia besar’’. Pada ketiga
karya Ahmad Tohari tercermin warna lokal kedaerahannya, yang
menggambarkan warna lokal Jawa (tepatnya Jawa Tengah). Sedangkan Burung-burung Manyar Romo Mangun,
lebih menonjolkan suatu nilai yang patut dipersembahkan kepada
bangsanya, yang mencerminkan keadaan masyarakat (tepatnya masyarakat
Indonesia).
Kalau kita mau jujur, sebenarnya banyak sastra Jawa yang mempunyai
nilai tinggi. Seperti halnya Wayang, yang banyak mengandung nilai
filosofis dan mistis tersendiri, bahkan mistis itu begitu tertanam dalam
masyarakat Jawa (tepatnya yang masih memegang adat Jawa). Keyakinan
akan ‘’candrane pewayangan’’ terhadap seseorang yang lahir pada
hari tertentu, misalnya seorang anak yang lahir pada hari Wage,
dianggap mempunyai tabiat dan perwatakan yang mirip Bima (=Bayuputro,
Werkudoro). Sehingga anak itu, dianggap mempunyai ciri berpendirian
teguh, kuat keyakinan, pantang mundur, mempunyai sikap yang sederhana (prasojo), dan seterusnya.
Lalu Sastra Kita?
Barangkali kita tidak terlalu repot dan bersusah-susah dengan teori
Barat kemudian kita paksakan pada sastra kita untuk sekadar menentukan
baik atau buruknya. Karena, kita mempunyai ciri karakteristik yang khas
pada sastra kita yang berbeda dengan yang lain. Tapi, bukan menutup
kemungkinan bahwa sejumlah teori Barat yang dianggap agung bisa
diterapkan pada sastra kita, namun jangan disalahkan sastranya. Itu
semua adalah sastra kita, milik kita. Mengapa harus memakai ukuran orang
lain? Agaknya bukanlah suatu keharusan.
*) Sutejo, atau S.Tedjo Kusumo, (dulu) penulis tingggal di Malang.
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/10/yang-manakah-sastra-kita-sebenarnya-antara-kontekstual-dan-universal/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar