Kamis, 26 Juli 2012
Media Katarsis, Manfaat Pendekatan Resepsi Sastra
Wemmy Alfadhli
http://www.kompasiana.com/wem
Seorang koruptor zaman Orde Baru yang lolos dari pengawasan Indonesian Coruption Watch bersantap malam bersaama keluarga besarnya. Sambil menyantap makanan yang lezat-lezat, sambil seluruh anggota keluarganya melahap sepuas-puasnya semua hidangan yang serba nikmat, sang koruptor berbicara panjang lebar tentang perbuatan korupsi yang dilakukannya; yang bagaimanapun itu demi kesejahteraan dan kemakmuran keluarga. Yang bagaimanapun untuk itu ia bersedia menanggung semua dosanya. Demi modal hidup baik-baik anak cucunya kelak. Sementara acara makan-makan yang serba lezat terus berlangsung dengan sangat nikmat. Tulang belulang segala macam daging berserakan di piring-piring. Sehabis itu giliran puding, karamel, dan berbagai rupa pencuci mulut meluncur ke meja makan. Sementara di luar hujan turun dengan derasnya. Dari Aceh hingga Jakarta.
Di Aceh, di tengah-tengah derasnya hujan, di antara suara guntur dan halilintar yang bersambung-sambungan, orang-orang sedang bekerja keras membongkar sebuah kuburan massal yang baru ditemukan. Satu per satu tengkorak-tengkorak dan tulang belulang tersebut diangkat ke permukaan. Pada waktu yang sama, di Jakarta, sang koruptor dengan sangat nikmat sedang menyedot otak gulai kepala ikan bumbu aceh. Sedotannya bagai sedotan kilang-kilang minyak di tengah lautan yang bergelora.
Cuplikan pada para paragraf di atas saya ambil dari sebuah cerpen karangan sastrawartawan Seno Gumiro Ajidarmo berjudul Telepon Dari Aceh. Sungguh teramat memikat gaya ironik yang dihadirkan Seno pada cerpen yang pernah dimuat dalam buku kumpulan cerpen terbaik KOMPAS tahun 2000 ini. Dengan mengontraskan secara paralel suasana acara bersantap dengan hidangan serba nikmat yang terjadi di Jakarta–di rumah sang koruptor–dengan kejadian pembongkaran kuburan–bisa kita tafsirkan sebagai korban DOM–di Aceh, cerita ini telah berhasil menghadirkan kesan miris pada pembacanya. Paling eksplisit bisa kita lihat pada korelasi oposisional yang mungkin timbul antara tulang belulang segala macam daging santapan keluarga sang koruptor tersebut dengan tulang belulang mayat-mayat yang ditemukan di Aceh. Seno tepat sekali sama-sama menggunakan pilihan kata tulang belulang bagi kedua hal yang sebetulnya berbeda tersebut. Apabila hal ini kita hubungkan dengan pemaknaan yang bisa hadir bahwa sang koruptor Orde Baru tersebut adalah simbol dari Jakarta atau Pemerintah Pusat yang dianggap menindas daerah–dalam hal ini rakyat Aceh–maka bisa saja timbul metafor yang sangat sadistik di benak pembaca: sang koruptor dan keluarganya tersebut sebetulnya sedang menikmati tulang belulang korban DOM di Aceh dengan sangat nikmatnya dan tanpa rasa bersalah.
Banyak sekali fakta-fakta tekstual dalam cerpen ini yang bisa lebih dikupas lagi untuk menunjukkan kesan ironistiknya; yang akan mengakibatkan sentuhan estetik pada sisi emosi pembaca. Daya sentuh terhadap emosi pembaca inilah yang diharapkan akhirnya berujung pada efek katarsis pada setiap pembacanya. Sebuah pencerahan yang didapatkan setelah melewati tahapan kemuakan terhadap apa yang terjadi. Tentang bagaimana efek katarsis bekerja dalam “dunia sastra”, Profesor Budi Darma pernah memberi contoh pada peristiwa “banjir darah” dalam pertunjukkan sebuah drama tragedi. Pertunjukan tersebut pada akhirnya “mendidik” penonton agar tidak melakukan hal apa-apa yang baru saja mereka saksikan di atas panggung.
Pada sekira akhir tahun 70-an model pendekatan dalam kritik sastra ikut diramaikan oleh teori estetika resepsi; atau dalam posisinya di antara berbagai macam pendekatan lain dalam analisis teks sastra lebih umum dikenal dengan istilah resepsi sastra. Ada dua tokoh yang pertama kali secara sistematis dan metodologik merumuskan model pendekatan ini, yakni Jauss dan Iser; keduanya dari Jerman. Setelah tulisan-tulisan mereka dikenal oleh dunia, mulailah terlihat bagaimana model analisis teks dan teori-teori sastra mendapatkan kesegaran dan sudut pandang baru. Pengaruh paling radikal setidaknya terlihat pada sebuah buku yang berjudul Kritik Sastra Subjektif (David Bleich) yang dikomentari Selden sebagai sebuah argumen canggih; yang setuju pergeseran paradigma kritik sastra objektif ke kritik yang bersifat subjektif. Apalagi jika hendak dibicarakan bagaimana pengaruhnya pada aliran dekonstruksionisme yang sedang hangat-hangatnya disoroti pada zaman paskamodernisme ini.
Poin paling penting dalam pendekatan resepsi sastra adalah bagaimana peran (setiap) pembaca–dengan segala persamaan dan perbedaan tipikalnya–dalam menafsirkan teks (sastra) mulai diperhitungkan. Antara Jauss dan Iser sebetulnya terdapat perbedaan konsepsi tentang analisis resepsi ini. Jauss lebih membicarakan tentang penerimaan aktif–pembacaan yang diikuti oleh penciptaan karya baru oleh pembaca tersebut–sehingga membentuk garis kesinambungan sejarah penerimaan; lebih jauh tentang ini bisa dilihat pertemuannya dengan pendekatan dan teori intertekstualitas. Sedang Iser lebih menekankan model analisisnya pada kemampuan atau cara teks (dan penulis) mempengaruhi (penafsiran) pembaca; atau dirumuskan oleh Iser dengan konsep tentang efek (wirkung, dalam bahasa Jerman). Sebab pembicaraan tentang pembaca (yang mahaluas) inilah barangkali yang mengakibatkan kemandegan usaha pengembangan model pendekatan ini. Sesuatu yang cukup “beresiko”, untuk menjelaskan (secara ilmiah) sebuah objek yang sangat besar macam variabelnya, dan tambah pula, sangat tinggi tingkat mobilitasnya. Objek tersebut iaitu manusia; yang hidup, berpikir, mempengaruhi, dan dipengaruhi. Upaya generalisasi sepertinya juga sulit untuk diterapkan. Berbeda dengan kajian-kajian sosial lainnya, kajian sastra memiliki tuntutan tersendiri yang berupa “penghargaan besar” terhadap “segala keunikan satuan estetiknya”.
Jauss sebetulnya juga telah berusaha menghindari kesemerawutan identifikasi pembaca tersebut dengan memfokuskan penelitiannya pada penerimaan yang bersifat aktif–sehingga ada pembuktian secara interteks. Begitupun Iser, ia mengemukakan klasifikasi tentang pembaca dengan membedakan antara pembaca sebenarnya (real reader) dengan pembaca yang disarankan oleh teks (implied reader). Yang terakhir ini dapat kita temui pada pembaca ahli–yang bagaimanapun dengan segala keterbatasannya pula–sebab seorang ahli melakukan penafsiran teks telah dibekali oleh seperangkat alat analisis; tidak sekedar sudut pandang impresi dan latar belakang subjeksinya. Sehingga dengan itu diharapkan sudut pandang yang dihadirkan oleh teks–barangkali untuk kali ini perlu dipisahkan dari “niat semula” pengarangnya–dapat ditangkap dengan sebaik-baiknya.
Dengan sangat terbatas, apa yang dilakukan Iser tersebutlah yang coba saya terapkan pada cerpen di atas. Sehingga saya berani mengambil kesimpulan tentang efek katarsis (pencerahan) yang mungkin dihadirkan oleh teks cerpen tersebut pada pembaca; dengan penyesuaian pada segala variabel pembaca untuk menentukan intensitas pengaruh teks tersebut. Ada benarnya, dalam analisis sudut pandang atau skema yang dihadirkan oleh teks cerpen tersebut perlu dilakukan sebuah kajian semiotik; sebab upaya pengorelasiannya terhadap referensi peristiwa dan hal-hal real di luar teks juga secara terbatas memasuki lingkup kajian sosiologi sastra. Namun, seperti yang dikatakan oleh Dr. Faruk (UGM) bahwa resepsi sastra adalah bagian dari teori semiotik, saya kira semiotik pun adalah hanya salah satu pendekatan “tambahan” yang dibutuhkan dalam rangka analisis estetika resepsi yang menekankan efek karya (baca: cara karya yang memproduksi efek) ini.
Saya melihat masih banyak karya-karya sastra lain–yang secara feeling dianggap menyentuh emosi dan kesadaran seorang pembaca–bisa digarap dengan teori wirkung-nya Iser ini. Salah satunya–yang saat menulis ini tiba-tiba terlintas di kepala saya–adalah naskah drama Orang Malam karangan Soni FM. Menarik jika kita menyimak sudut pandang dalam pengangkatan sebuah tema pada drama itu dibandingkan dengan kecenderungan tematik karya-karya sastra dalam sebuah rubrik mingguan yang diasuh Soni. Apalagi jika hendak dihubungkan dengan latar sosiologisnya. Dan lebih apalagi lagi, jika dihubung-hubungkan dengan niat membentuk watak kebudayaan masyarakat sebagai upaya pembuktian bahwa karya sastra berperan dalam membentuk nilai-nilai pada masyarakatnya. Perlu saya tambahkan di sini bahwa ada sebuah buku menarik, karangan George W. Burns, yang memperlihatkan bagaimana cerita (metafora) bisa dimanfaatkan sebagai sarana psikotherapi (terapi psikis). Bahkan, seperti yang pernah dilansir Subagyo Sastrowardoyo, di Amerika sana telah ada yang dinamakan Psikopoetry sebagai sebuah alternatif terapi kejiwaan.
Barangkali ini memang upaya yang mulai bergerak ke arah pragmatisme; ke pemikiran yang mulai membicarakan peran sastrawan dan karya sastra di tengah-tengah masyarakatnya. Tetapi apa salahnya kukira. Kita bisa melihat betapa keringnya teks-teks sastra maupun analisis-analisis teks sastra yang tidak memiliki wawasan di luar “sastra untuk sastra”. Apalagi dalam analisis wacana teks media–yang tak seprismatik teks sastra–juga telah berkembang analisis yang mulai memperhitungkan peran penafsiran pembaca; meninggalkan kekakuan tradisi analisis formalistik dan positivistik. Contohnya adalah upaya pengklasifikasian unsur analisis teks media oleh Sara Mills yang dikenal dengan kritik feminisnya. Apa yang coba saya lakukan pada cerpen Seno tadi masih sangat awal dari upaya “ambisius” pendekatan resepsi sastra; masih tidak terlalu memperhitungkan tingkat variasi pembaca. Dan tulisan saya kali ini pun sangat bertendenz untuk memancing tanggapan reseptik berikutnya. Walau begitu, walau dengan baru “dikit-dikit” kenal semantik dan semiotika, saya memberanikan diri sedikit berbeda pendapat dengan GM–dalam kata pengantarnya pada halaman depan buku KOMPAS ini–tentang efek horor karya Seno tersebut. Bukankah kita sama-sama pembaca, sekaligus merupakan pembaca yang berbeda, Pak Goen?
Dijumput dari: http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/08/media-katarsis-manfaat-pendekatan-resepsi-sastra/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar