Kamis, 26 Juli 2012

Biar Jelek, Tapi Punya Sendiri

(Membaca Secara Lain Wacana Sastrawan NTT)
John Sinartha Wolo *
Flores Pos (Ende) 25 Mei 2012

Ketika saya melacak beberapa tulisan Bapak Yohanes Sehandi seputar sastrawan NTT dalam harian Flores Pos yang sudah ditulis entah untuk ke beberapa kalinya dalam balutan penekanan yang berbeda, saya lantas merasa bangga. Toh, padahal NTT punya barisan panjang “sastrawan,” yang sudah dengan amat komprehensif diperkenalkan oleh Yohanes Sehandi dan mengurutkannya secara literer mulai dari urutan satu, dua, tiga, dan seterusnya dalam harian ini.


Beberapa nama yang karyanya sudah amat familiar (mungkin familiar bagi saya, dan baru bagi yang lain?), sementara ada “pendatang-pendatang baru” (mungkin baru bagi saya, tapi sudah cukup familiar bagi yang lain?) yang meskipun karya mereka belum terlalu dikenal luas, tetapi oleh Pak Sehandi, melalui cara dan metode serta dengan telaah pengetahuan dan kapasitasnya sebagai “Pemerhati Sastra” ia lalu memasukkan mereka dalam wajah-wajah estetis sastrawan NTT. Bisa jadi, karya sastrawan-sastrawan pendatang baru ini belum cukup terjamah konsumen. Salah satu alasan yang bisa saya duga ialah kurangnya minat baca masyarakat kita.

Menakjubkan. Tatkala interese masyarakat NTT menerawang jauh dalam episode dan tayangan sporadis televisi, yang konon lebih mengorbitkan aktor-aktor rekaan media di pusat sana, Pak Sehandi menghentak banyak masyarakat NTT dengan “audisi sastrawan NTT-nya.” Saya berpikir lebih jauh, andai Pak Sehandi memperkenalkan sastrawan NTT di televisi, TV One, misalnya, bakal dipastikan hampir seluruh penduduk Flobamorata diberi pencerahan.

Hanya sayang, lewat surat kabar lokal, dengan perpaduan antara keengganan untuk berlangganan surat kabar (masalah ekonomi) dan rendahnya minat baca, usaha memperkenalkan wajah-wajah sastrawan NTT ini pasti terkubur impian. Tapi, tidak apa-apa, meskipun tidak semua masyarakat membaca wacana sastrawan NTT dalam harian Flores Pos, sekurang-kurangnya segelintir orang yang mencerna ide cemerlang Pak Sehandi dapat menjadi agen informasi yang memperkenalkan sastrawan NTT versi Pak Sehandi ke pelosok terpencil sekalipun. Bukankah kita pernah mendengar adagium tua, “Bermil-mil jauhnya, dimulai dari satu langkah awal.”

Lantas, beberapa tanggapan pun bermunculan. Gagasan cemerlang dalam bentuk pengorbitan sastrawan NTT nyatanya menyulut pelbagai tanggapan, afirmasi-negasi. Biasalah, penerimaan dan penolakan terhadap gagasan tertentu bukanlah satu hal baru dalam belantika hidup manusia dari zaman ke zaman. Semua usaha untuk mengorbitkan pegangan tertentu niscaya bersifat tentatif. Menuai pro dan kontra. Karena itu, ia terbuka terhadap sanggahan-sanggahan baru. Dari sini perbaikan demi perbaikan diberi tempat secara proporsional, dan karenanya kesan menuju kesempurnaan tengah perlahan tercipta.

Bentuk pengorbitan secara literer barisan panjang nama-nama sastrawan NTT dalam sudut pandang dan kapasitas pengetahuan Pak Sehandi pun menuai celaan. Mulai dari perlawanan argumentatif yang menilai gagasan ini cenderung serampangan bin murahan (Charles Beraf) hingga pada bentuk penolakan karena fundasi penentuan sastrawan NTT yang terkesan tergesa-gesa, kurang kompleks dan cermat (Sil Ule).

Saya menilai gebrakan Pak Sehandi dalam memperkenalkan sastrawan NTT sebagai usaha untuk mendukung potensi putera daerah yang memiliki kualitas dan kapasitas sebagai sastrawan. Jika tidak ada reaksi solidaritas dan upaya pengafirmasian terhadap potensi sama saudara yang lain, bukankah kita tengah menguburkan hasrat orang lain, katakan potensi-potensi sastrawan NTT, yang seperti Pak Sehandi sebutkan, sebagai barisan sastrawan besar NTT? Bahwa kita acapkali terlena dalam buaian abstraksi yang diciptakan TV-TV besar di sentral Jawa sana, kemudian lupa akan keutamaan-keutamaan yang nyatanya tengah mekar dan ada dalam batas geografis terdekat, tanah Flobamorata.

Pak Sehandi membongkar praanggapan yang sudah seperti cerita bersambung, dongeng wajib turunan dari tahun ke tahun ke anak cucu kita, kalau kita punya Ayu Utami, punya Chairil Anwar, punya, entahlah, sederet nama besar sastrawan luar NTT. Pak Sehandi memperkenalkan kepada kita, kepada anak cucu, kalau NTT punya John Dami Mukese, punya Maria Matildis Banda, punya Leo Kleden, dan lain-lain.

Acapkali kita demikian terbuai dengan kualitas orang-orang di luar NTT hingga nyaris tak memberi tempat terhadap potensi yang tengah tumbuh di tanah sendiri. Cara-cara seperti ini menciptakan “mental tempe” kepada anak cucu kita, serentak kian menggerutu pesimistis di tengah keluhan pelbagai sektor yang sedang melilit NTT. Cara-cara ini lantas mengafirmasi plesetan miring, Negeri Tukang Tadah, NTT? Tadah ekonomi, tadah budaya, juga tadah sastranya. Oleh sebab itu, sekalipun ditemui banyak kekurangan dan terkesan serampangan pengorbitan sastrawan NTT versi Yohanes Sehandi, tetapi usaha semacam ini patut diberi apresiasi. Inilah permulaan yang menarik, sekaligus usaha yang membuka ruang diskusi lebih jauh.

Memang benar, kriteria untuk bergerak naik pada podium sastrawan adalah satu penelusuran yang kompleks dan rumit. Artinya, tidak sekadar berkonsentrasi pada tataran berapa intensitas jumlah naskah puisi dan cerpen yang dilahirkan atau dipublikasikan. Namun, sekali lagi, kalau memang sastrawan NTT menurut kriteria Pak Sehandi masih meninggalkan sederet cacat sambil menanti perbaikan-perbaikan dari pelbagai pihak, kita juga bisa membacanya dari sisi lain. Inilah awal dari kebangkitan solidaritas terhadap tumbuh-mekarnya potensi anak negeri; satu proses panjang menuju puncak, manakala satu ketika kelak kita sudah punya sastrawan yang benar-benar sastrawan NTT.

Cara berpikir seperti inipun perlu pengejahwantahan pada segi-segi lain. Standar westernisasi ala Mc.Donald bukankah telah menggeser pangan ubi dan jagung yang sudah beratus-ratus tahun menjadi makanan pokok eyang-eyang kita? Juga minuman sekaliber coca-cola berlisensi New York dengan mudah memangkas minat anak-anak kita untuk meneguk air kelapa muda. Apalagi rambut diribonding ala Jenifer Lopez, menggaet hobi orang-orang kampung kita dari kebiasaan mengeremas rambut kepala dengan santan kelapa. Pun busana ala jambul Syahrini di Jawa sana membangkitkan selera remaja puteri untuk menanggalkan pakaian daerah kita (lawo-lambu), misalnya. Dan terakhir, tinggalkan tani ternak lalu coba-coba mengais rezeki dengan menambang mangan dan emas. Padahal banyak orang suka mengafirmasi diri dengan tutur bijak ini: biar jelek, tapi punya sendiri.

Diskusi kita tentang sastrawan lokal NTT mempunyai bias interpretasi yang bisa diterjemahkan dalam banyak segi kehidupan manusia-manusia NTT lainnya. Bahwa yang utama adalah kita tidak mesti melupakan kearifan-kearifan budaya kita. Jika kita tidak punya konsentrasi untuk mengenang dan mengembalikan kearifan-kearifan dan rangkaian kekayaan yang kita miliki, maka suatu ketika, pada satu titik tertentu, kita seperti tejaga dalam tidur panjang dan tersentak kaget, bahwa kita sedang bermimpi.

Pada titik tertentu kita terbelalak sadar, bahwa kita sedang membentuk diri sebagai orang-orang bertopeng, menyangkal apa yang asali kita miliki dan membaptis diri dengan latar liar yang tak tahu dari mana datangnya. Dan, jika sudah terbiasa rutinitas pembekalan diri lewat pendekatan topeng-topengan, maka dalam banyak lini kehidupan kecenderungan yang sama akan melebarkan penyakitnya. Bukankah KKN, yang marak berkeliaran di tanah NTT adalah manifestasi dari budaya topeng? Yang menyangkal suara hati, kalau tidak mau mengatakan suara hatinya telah mati. Yang menipu diri, lalu berbuat curang? Apalagi KKN di tanah kita sudah seperti kecurangan missal dalam banyak tataran kehidupan.

*) Mahasiswa STFK Ledalero/Kru KMK, Maumere, Flores

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito