JJ. Kusni
http://wachyu.depsos.org/
Mengikuti kehidupan perpuisian di dunia maya dan media cetak tanahair, sampai sekarang nampak bahwa sanjak cinta tetap merupakan arus kuat dan gelombang besar yang menggemuruh dan berdebur. Yang saya maksudkan dengan sanjak cinta, tidak lain daripada sanjak-sanjak yang mengambil cinta sebagai tema olahan. Barangkali keadaan demikian berkaitan dengan usia relatif muda para penulis karya-karya puisi tersebut, di samping asal strata sosial mereka yang bisa dikelompokkan pada lapisan kelas menengah, lulusan “tiga pintu” [pintu keluarga, sekolah dan kantor] dan masih asing dari badai topan perjuangan mayoritas penduduk yang bersifat hidup-mati serta kalah-menang. Bersumber dari basis sosial-ekonomi demikian maka sastra-seni yang dilahirkan pun mencerminkan keadaan lapisan kelas-menengah dari mana para pendukungnya berasal. Wajah sastra-seni yang agak kelimis, wangi parfum dan salon yang asyik dengan keasyikan dunia tersendiri di mana tidak jarang soal-soal buruh, tani, politik dilirik sekilas atau dipandang dengan menyipitkan mata keheranan seperti orang tercengang ketika tiba-tiba berhadapan dengan seekor kijang tersesat ke halaman rumah pusat kota. Apalagi selama hampir tiga dasawarsa, rezim Orde Baru Soeharto melakukan depolitisasi yang sangat sistematik.Di tengah-tengah syarat politik, sosial-ekonomi dan budaya dominan yang demikian, maka munculnya manusia penyair yang sekaligus sebagai aktivis gerakan demokratisasi seperti Wiji Thukul yang berasal dari lapisan bawah masyarakat, tidaklah merupakan hal yang jamak. Sekalipun memang dari sisi lain juga bisa dilihat bahwa Wiji Thukul dengan begitu dilahirkan oleh zamannya seperti halnya Mas Marco atau Cak Durasim dilahirkan oleh zaman masing-masing. Perbedaan asal strata-sosial serta jauh dekatnya, terlibat tidaknya para penyair dengan kehidupan mayoritas dan gerakan sosial-politik, memperlihatkan diri kembali pada karya, pada sikap para seniman [dalam hal ini, penyair] ketika menempatkan puisi di tengah kehidupan dan masyarakat. Bahkan pada di mana mereka menempatkan diri sendiri dalam kehidupan dan masyarakat yang tentu saja bersesuaian dengan pandangan hidup yang banyak ditentukan oleh kondisi sosial.
Hal lain yang menarik perhatian saya adalah gejala yang diperlihatkan oleh warga masyarakat Tenaga Kerja Indonesia [TKI], yaitu orang-orang Indonesia yang mencari pekerjaan dan bekerja di luarnegeri. Seperti umum diketahui bahwa jumlah TKI tidaklah kecil dan mereka tersebar di lima benua, mulai dari Amerika melalui Eropa, Afrika dan Asia sampai ke Australia. Gejala yang saya maksudkan adalah terutama gejala yang berkaitan dengan bidang sastra-seni. Walaupun masih dalam jumlah yang belum menonjol agaknya warga masyarakat TKI sudah mulai mengungkapkan diri, menuturkan pahit-getir serta permasalahan mereka dalam bentuk karya sastra-seni seperti: puisi, laporan, esai, cerpen, lukisan dan drama. Dalam bidang puisi, misalnya nama Mega Vristian [Hong Kong] nampak paling menonjol, sedangkan bidang esai mulai menampilkan dua nama: Jelitheng [Eropa Barat] dan Erine Endri [Beijing], lalu di bidang reportase atau laporan telah muncul nama Suraiya Kamaruzzaman [Hong Kong]. Karya-karya mereka muncul dan disiarkan selain melalui internet juga disiarkan di penerbitan-penerbitan buruh migran di luar negeri serta majalah dan suratkabar di Indonesia.
Karya-karya mereka memperlihatkan ciri yang berbeda dari karya-karya dominan atau arus umum dalam sastra-seni yang berkembang di Indonesia dewasa ini. Sekalipun para penulisnya hidup di luarnegeri mereka tidak mengesankan tenggelam oleh glamour konsumerisme, tidak silau oleh kemerlap kehidupan negeri orang. Melalui tulisan-tulisan mereka yang tidak lain dari warga masyarakat TKI itu sendiri atau aktivis organisasi buruh migran, kita mengenal pahit-getir, persoalan dan harapan para TKI. Keberpihakan kepada pihak yang lemah, tuntutan akan keadilan dan kemanusiaan merupakan ciri utama karya-karya warga masyarakat TKI ini. Sastra-seni bagi warga masyarakat TKI seperti halnya Wiji Thukul dengan puisi-puisinya, merupakan alat memanusiawikan diri dan kehidupan. Sikap ini nampak jelas dari sanjak-sanjak Mega yang belakangan disiarkan seperti: “Megatruh Purwanti”, “Satiyem: Ibu Indonesia”, “Amien Fahlan”, “Elegi TKW”, “Dari Taman Victoria”, “Mariska”, dan lain-lain… bahkan pada sanjak tiga barisnya berikut:
“MALAM MINGGU”
malam mingu
cuma kuintip dari jendela kamar
ada darah menetes di wajah rembulan
Hong Kong, 27 Maret 2004.”
“Darah [yang] menetes di wajah rembulan” itu adalah darah buruh migran, terutama di Hong Kong di mana Mega hidup dan bekerja sebagai TKI. Mengapa fisik dan jiwa warga masyarakat TKI di Hong Kong sampai berdarah? Penyair memancing dan mengundang kritikus dan pembaca untuk mengenal permasalahan lebih jauh.
Melalui sanjak-sanjaknya yang belakangan, nampak Mega sudah memasuki tahap baru dalam berpuisi. Keberpihakannya makin nyata dan jelas. Mega sudah meninggalkan tema cinta dan memasuki wilayah perjuangan politik, sosial dan ekonomi, hak azasi, keadilan. Mega, seperti halnya juga Erine Endri, Jelitheng dan Suraiya menempatkan karya-karya mereka dalam kontek perjuangan TKI dan kemanusiaan. Keberpihakan dan di mana puisi serta karya-karya ditempatkan oleh para penulis warga masyarakat TKI, diungkapkan dengan tandas oleh Mega dalam sepucuk suratnya [29 Maret 2004] kepada Mawi, penyair yang tinggal di Amsterdam, di mana antara lain dikatakannya:
“Entah abang apakah masih menyediakan waktu untuk membaca puisi saya, yang ada di beberapa milis sastra.Dari situ abang bisa memahami betapa hati dan nurani saya merasa terbantai melihat penderitaan, penindasan dan ketidak adilan yang di alami beberapa rekan TKI lainnya.
Saya ingin melakukan sesuatu untuk mereka, walaupun mungkin apa yang saya lakukan belum bisa menolong banyak terhadap mereka. Lewat puisi, saya berbicara pada dunia, lewat puisi saya mengurai penderitaan mereka pada bunda pertiwi, karena mereka adalah anak negeri yang perlu perhatian, belai sayang dan pertolongan dari bunda pertiwi. Entah apakah bunda pertiwi akan tega membiarkan lima anaknya saat ini meregang takut menanti keputusan hukuman mati dari pemerintah Singapura?”
Keberpihakan para penulis TKI ini tidak berhenti pada kata-kata, tapi mereka ujudkan ke dalam kenyataan dengan terjun langsung sebagai aktivis. Mega dan Suraiya misalnya aktif di Indonesia Migrant Worker Union [IMWU], Jelitheng aktif dalam berbagai kegiatan humaniter di Eropa Barat, Erine yang tadinya di Xiamen melanjutkan kegiatan serupa di Beijing. Kata dan praktek disatukan oleh para penulis TKI karena kata dan praktek adalah kehidupan mereka sendiri. Dituntut oleh kehidupan sebagai TKI, karya, juga puisi di tangan mereka bukan menjadi lagu ninabobok tapi untuk memanusiawikan diri dan kehidupan. Kehidupan jugalah yang mendesak mereka untuk menjadi penyair, menjadi penulis tapi sekaligus sebagai aktivis praktis yang menerjuni langsung kancah pertarungan yang membuat “rembulan” pun terpercik “darah”. Di kancah pertarungan berdarah [yang jauh dari wangi salon dan kelimis wajah fisik dan kekenesan jiwa kelas menengah] inilah mereka menempa, mengobah dan mematangkan diri dan karya-karya mereka. Dengan latarbelakang kehidupan begini maka tokoh yang lahir dari karya-karya penulis TKI bukanlah noni-noni dan sinyo kota serta salon yang suka bingung dan stress.
Dua jenis sastra-seni lahir dari dua sastra sosial berbeda. Keduanya lahir dan hidup di dunia sastra Indonesia sekalipun sastra dan karya yang ditulis diciptakan oleh lapisan bawah sering tidak dipandang sebelah mata, dipandang tidak bernilai seni, kurang bobot universal dan penuh demagogi oleh penulis dan seniman salon. Sikap beginipun memperlihatkan bahwa di dunia sastra-seni terdapat paling tidak dua standar dan norma. Standar salon dan standar populer di kalangan bawah.Yang menggelikan bahwa kehidupan sering mempertontonkan pertunjukan dimainkan para seniman dan manusia salon yang bicara tentang universalisme, tentang kemanusiaan, demokratisasi atau keadilan, sementara pada detik yang sama tindakan mereka menyangkal ucapan mereka sendiri. Sehingga kita dipaksa merenung apakah universalisme tidakkah sama dengan kepentingan kelompok dan golongan; kemanusiaan sinonim dari perbudakan, demokratisasi sama dengan otokorasi dan diktatur; sedangkan keadilan berupa penindasan terhadap yang lain.
Jika demikian, apakah tidak perlu sejarah sastra ditulis kembali atau sejarah sastra lapisan bawah yang tidak dindahkan atau kurang diperhatikan, memang sudah selayaknya ditulis? Jika kelak ia ditulis, saya kira sastra TKI, sastra bawah tanah, sastra-eksil, karya-karya di tahanan dan penjara serta yang selama ini tidak diperhatikan, akan mendapat tempat yang patut.
Catatan belajar ini hanyalah suatu usaha awal memahami ciri-ciri sastra-seni TKI yang sekarang memperlihatkan tanda-tanda keberadaannya di dunia sastra Indonesia. Pernahkah gejala ini sejenak berkelebat di mata perhatian para pengamat sastra dan kalangan akademisi negeri kita? Ataukah karya yang dihasilkan warga TKI akan senasib dengan TKI itu sendiri di kalangan bangsanya. Boleh jadi begini: Warga TKI dan penulis-penulis TKI pertama-tama dan terlebih dahulu, layak pandai dan bisa menghargai serta menghormati diri sendiri. Dalam hal ini organisasi buruh migran seperti IMWU bisa memainkan peranan penting. Siapapun tidak akan menghormati dan menghargai diri kita kalau kita tidak pertama-tama menghormati dan menghargai diri sendiri. Mengapa tidak misalnya ILWU menerbitkan karya-karya tentang TKI dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia? Saya melihat bahwa sastra TKI mempunyai ciri dan watak tersendiri yang hanya membuatmenambah pelangi sastra tanahair bertambah warna.
“Pengorbanan berat membulatkan tekad
yang kuasa menempa surya dan candra
bercahya di cakrawala baru”
demikian seorang penyair Tiongkok menulis ketika Tiongkok menghadapi kesulitan demi kesulitan beruntun. Barangkali kata-kata penyair Tiongkok inipun bisa diterapkan dalam usaha warga TKI termasuk para penulisnya, guna menghormati dan menghargai diri sendiri. Banyak yang bisa dilakukan ketika prakarsa tersulut dan marak.
Paris, Maret 2004.
—————–
sumber:
1) http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/10935
2) http://wachyu.depsos.org/2010/06/02/sastra-tki-dan-ciri-cirinya/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar