Minggu, 27 Mei 2012

Membaca “Dongeng” Nusantara

Achmad Sunjayadi *
Kompas, 27 Okt 2008

BEBERAPA waktu lalu ada yang mengusulkan untuk mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara. Alasannya, nama Nusantara lebih sesuai dibandingkan Indonesia. Jauh sebelumnya, tahun 1920-an, Dr Setiabudi yang memiliki nama asli Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950) memopulerkan nama untuk tanah air negeri kita adalah Nusantara. Satu kata yang tak memiliki unsur kata ”Hindia” (dari kata bahasa Belanda = Nederlands Indië, Hindia Belanda). Nama yang digunakan pemerintah kolonial untuk menyebut negeri kita.
Setiabudi mengambil nama ini dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit. Naskah ini ditemukan akhir abad ke-19 di Bali yang lalu diterjemahkan JLA Brandes dan diterbitkan Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920. Hal menarik adalah pengertian Nusantara usulan Setiabudi sangat berbeda dengan pengertian Nusantara zaman Majapahit.

Pada masa Majapahit, kata Nusantara dipakai untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (dalam bahasa Sansekerta ”antara” berarti luar atau seberang) untuk dioposisikan dengan Jawadwipa (Pulau Jawa). Adalah Patih Gajah Mada yang mengucapkan Sumpah Palapa Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa (Jika pulau-pulau seberang telah kalah, saya baru menikmati istirahat). Setiabudi lalu mengotak-atik kata nusantara zaman Majapahit yang bermakna kolonialis dan memodifikasinya sehingga memiliki pengertian nasionalis.

Setiabudi menggunakan makna kata Melayu asli ”antara” sehingga Nusantara akhirnya memiliki makna baru, yaitu ”nusa di antara dua benua dan dua samudra”. Dengan demikian, Jawa pun masuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah baru Dr Setiabudi ini segera menjadi populer yang digunakan sebagai alternatif nama Hindia Belanda.

Ada pula yang menyatakan bahwa istilah Nusantara diperkenalkan Ki Hajar Dewantara, tokoh pendiri Taman Siswa. Dewantara sendiri menjadi anggota partai Douwes Dekker, Indische Partij. Bersama Dr Cipto Mangunkusumo, mereka dikenal sebagai ”tiga serangkai”. Kemungkinan besar, Nusantara adalah ide Dewantara dan Douwes Dekker yang sejalan.

Nama Nusantara ini pula yang digunakan oleh Bernard HM Vlekke untuk judul bukunya Nusantara. A History of the East Indian Archipelago (1943). Sedangkan buku yang diterjemahkan ini berasal dari edisi kelima tahun 1961 dengan judul Nusantara: A History of Indonesia.

Perbedaannya sangat jelas. Pada edisi 1961 ini ada perubahan sudut pandang. Dari Eropa sentris menjadi Indonesia sentris. Jika pada edisi 1943, khususnya Bab 6, lebih memusatkan pada Jan Pieterszoon Coen sebagai peletak dasar perekonomian Belanda di Hindia, maka pada edisi 1963, bab tersebut lebih memusatkan pada Indonesia di masa Sultan Agung dan Jan Pieterszoon Coen. Suatu perubahan sudut pandang dari masa sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.

Hal tersebut cukup menarik mengingat Vlekke tentunya kita anggap sebagai pihak luar (apalagi dari Belanda) yang mengamati Indonesia dengan kacamata berbeda. Tak tertutup kemungkinan pendapatnya tak lepas dari pandangan kolonial. Namun, anggapan ini terbantahkan, mengingat Vlekke pada tahun 1940 pergi ke Amerika bersama istrinya, Caroline, untuk bekerja di Nederlandsch Informatie Bureau, New York, sekaligus mengajar di Harvard University, Cambridge (Massachusetts).

Di Amerika inilah Vlekke menulis buku Nusantara. Dalam hal ini, Vlekke harus bisa mengambil jarak dan bersikap ”netral” bagi publik Amerika serta tidak dapat memaksakan pandangan umum bangsa Belanda terhadap negeri koloninya. Apalagi memasukkan cerita kepahlawanan kolonialisme Belanda yang menggulirkan slogan ”Daar werd wat groots verricht’ (Di sana dibangun sesuatu yang besar). Namun, sekaligus ia ingin menggambarkan makna penting kehadiran Belanda di Nusantara sebagai sine ira et studio (without anger and fondness).

Ada beberapa pendapat Vlekke yang berbeda dengan pendapat umum para sejarawan Belanda yang lebih menitikberatkan pada proses perluasan kolonialisasi. Misalnya bagi Belanda, persatuan Indonesia sebenarnya tidak ada dan sebenarnya berkat Belanda-lah ”persatuan” dari Sabang hingga Merauke itu ada. Vlekke menjawab bahwa sebenarnya Indonesia bukan disatukan oleh kolonialisme Belanda. Penyatuan itu lebih disebabkan masa silam gemilang Indonesia yang disebut Nusantara.

Penyajian

Tidak hanya itu, penyajian Vlekke jauh berbeda dengan sejarawan Belanda pada umumnya ketika buku ini pertama kali diterbitkan. Seperti ulasan E Adamson Hoebel dalam American Anthropologist (Oct-Des 1944) yang menyebut Vlekke mengambil sikap netral dalam membahas isu-isu sejarah kontroversial. Vlekke tidak menganalisis budaya Indonesia seperti analisis seorang etnolog yang menempatkan masyarakat pribumi sebagai obyek belaka. Lepas dari budaya yang dimilikinya. Namun, Vlekke lebih menitikberatkan pada masyarakat dan pengaruh budayanya. Oleh karena itu, tulis Hoebel, Vlekke memperlakukan sejarah sebagai a record of man and his accomplishments based on written documents.

Hal itu muncul pada edisi berikutnya (1961), khususnya dalam diskusi mengenai kontak budaya awal antara India dan Nusantara. Menurut Vlekke, kontak budaya tersebut menjadi satu hal yang mungkin dipertimbangkan sebagai masalah penting.

Kenetralan Vlekke tampak karena ia tidak hanya menggambarkan masyarakat Nusantara. Tokoh-tokoh, seperti HW Daendels, TS Raffles, dan Van den Bosch, yang memberikan warna dalam historiografi, baik Indonesia maupun Belanda, juga dibahasnya. Lengkap dengan berbagai intriknya.

Hal menarik lainnya adalah analisis Vlekke tentang jatuhnya Majapahit yang sebagian kalangan meyakini semata-mata ada hubungannya dengan bangkitnya Islam. Menurut Vlekke, memudarnya kejayaan Majapahit disebabkan mulai berkuasanya armada dari China di jalur perdagangan Nusantara. Faktor lainnya adalah para pedagang dan pelaut Eropa (Portugis dan Spanyol) yang mulai berdatangan pada awal abad ke-15 di Jawa. Dengan kata lain, menurut Vlekke, faktor kedua kekuatan utama (China dan Eropa) di samping kebangkitan Islam sebagai penyebab memudarnya Majapahit.

Pada Bab 8 ”Keruntuhan Negara-Negara Indonesia”, Vlekke membantah mitos bahwa keberhasilan Belanda menguasai Nusantara karena peralatan militer mereka yang lebih hebat. Namun, lebih disebabkan faktor internal, yaitu selama 60 tahun, kerajaan-kerajaan di Nusantara saling berperang dan menguasai satu sama lain. Belanda kemudian datang pada saat dan situasi yang menguntungkan mereka. Mereka mengadakan berbagai perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara yang isinya memudahkan mereka berkuasa di Nusantara.

Analisis menarik lainnya adalah tentang pilihan para raja terhadap Islam bukan karena mereka masuk secara sukarela terhadap agama tersebut, tetapi karena dihadapkan pada pilihan bersekutu dengan Portugis atau bekerja sama dengan Demak dan Johor. Dengan kata lain, pilihannya Islam atau Kristen. Pada dua bab terakhir (Bab 15 dan 16), Vlekke mengangkat lahirnya suatu bangsa melalui perjuangan kaum nasionalis di meja parlemen hingga jatuhnya pemerintahan Hindia Belanda.

Buku ini dilengkapi pula dengan ringkasan peristiwa-peristiwa secara kronologis, mulai dari masa Hindu-Buddha hingga Hindia Belanda, baik yang terjadi di Nusantara dan Belanda. Selain itu, buku ini memuat daftar nama penguasa Jawa dan gubernur jenderal.

Secara garis besar, tema-tema dalam buku babon ini masih sejalan dengan masalah-masalah yang muncul pada masa kini. Bagi generasi baru, membaca buku ini seperti membaca ”dongeng” Nusantara yang tentu juga harus diimbangi dengan sikap kritis.

*) Achmad Sunjayadi, Pengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI dan Erasmus Taalcentrum Jakarta.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/10/sejarah-membaca-dongeng-nusantara.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito