Sabtu, 12 Mei 2012

Saat Duo Cerbon Berpadu

Akmal Nasery Basral
http://majalah.tempointeraktif.com/
MAAF, MAAF, MAAF 
Karya dan sutradara: N. Riantiarno 
Pemain: Syaeful Anwar, Ratna Riantiarno, Prijo S. Wienardi, Sari Madjid, Cornelia Agatha, Embie C. Noer (dalang) 
Skenografi: Syaeful Anwar 
Penata Musik: Embie C. Noer

Sepotong senja yang ranum itu dibuka dengan pemotongan tumpeng. Tiga potong tumpeng itu seperti sekumpulan bab dalam sebuah kitab klasik. Para "pembaca kitab" itu adalah dramawan Norbertus Riantiarno, yang kerap dipanggil Nano. Ia memberikan potongan tumpeng untuk Syaeful Anwar, Ratna Riantiarno, dan Abdul Madjid. Sekeping sejarah teater modern Indonesia tersaji seperti appetizer yang menggoda selera.

Penonton pertunjukan Maaf, Maaf, Maaf, yang dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (GBB TIM), 2-15 Maret, tak akan melihat adegan ini di bawah kilau lampu sorot di tengah panggung. Sebab, peristiwa itu berlangsung pada 1 Maret sebagai syukuran ulang tahun ke-28 Teater Koma. Sepuluh angkatan berkumpul, dari generasi pendiri sampai angkatan 2005 yang terdiri dari 22 orang. "Heran saya, di zaman sekarang masih ada anak muda yang mau belajar teater dengan serius. Kalau kami yang sudah terjerumus ini memang tak punya pilihan lain," kata Riantiarno berseloroh. Hadirin tersenyum. Di antara mereka terlihat Didi Petet, Slamet Rahardjo Djarot, dan Shahnaz Haque.

Riantiarno memulai dari "bab pertama", sebuah nostalgia saat 12 orang sepakat mendirikan sebuah teater pada 1 Maret 1977. Mereka antara lain mendiang Rudjito, Titiek Qadarsih, Jajang Pamuntjak, Rima Melati, Syaeful Anwar, Nano dan sang istri, Ratna Madjid, yang saat itu masih dikenal sebagai gadis penari jelita yang dikejar banyak pria. "Kita latihan di halaman rumah seorang tokoh partai politik yang waktu itu masih belum jelas apakah akan menjadi ayah mertua saya atau tidak," katanya disambut gelak tawa hadirin. Tokoh politik itu adalah sesepuh PDIP, singa podium Abdul Madjid, yang tetap bugar pada usia 87 tahun.

Lalu datanglah masa produksi. Pentas pertama Koma hanya ditulis empat orang. Semuanya sastrawan: Leon Agusta, Sutardji Calzoum Bachri, Dami N. Toda, dan Ikranagara. "Untung, se-mua tulisan mereka mendukung Koma agar terus berproduksi," Riantiarno melanjutkan. Pentas kedua, pada 1978, lebih menyakitkan. Baru beberapa hari digelar, drama itu dicekal Orde Baru—sebuah pengalaman yang akhirnya terbiasa dialami teater itu sampai dua dekade kemudian. Judul naskah itu: Maaf, Maaf, Maaf, yang kini diproduksi sebagai karya ke-105.

Selain membawakan repertoar orisinal, Koma juga memainkan karya-karya yang lebih mendunia, seperti Animal Farm (George Orwell) menjadi Sandiwara Para Binatang, Tartuffe (Molière), The Marriage of Figaro (Pierre Beaumarchais), hingga Women in Parliament yang ditulis penyair komedi terbesar dalam sejarah Yunani Kuno, Aristophanes (448-380 SM).

Riantiarno tak mengizinkan waktu berlalu sia-sia. Tanpa diduga hadirin, ia menyodorkan kekagumannya pada Clint Eastwood. "Baru tadi pagi saya tahu dari koran bahwa umurnya sudah 74 tahun. Dan ia datang ke (acara) Oscar membawa ibunya yang berusia 96 tahun. Bukan main. Itu luar biasa," tuturnya. Di ajang Oscar, film Million Dollar Baby yang dibesut aktor kelahiran San Francisco itu meraih empat piala, termasuk untuk sutradara terbaik.
***

"MINTA IZINNYA ya, Pi. Mohon doa restu," ujar Embie C. Noer, dalang dan penata musik, sembari mencium pipi Abdul Madjid. Lalu ia memasuki "kawasan musisi" di depan panggung Graha Bhakti Budaya yang agak menjorok ke dalam. Tingkah Embie segera diikuti para pemusik dan pesinden. Satu per satu mereka mencium ayah Ratna Riantiarno ini.

"Mereka semua memanggil saya 'papi'. Ini jadi semacam tradisi dalam pementasan Koma," ujar Abdul Madjid, yang duduk di baris terdepan dalam geladi bersih Selasa malam itu. Matanya menyapu properti panggung dan spanduk bermotif dekoratif yang "menyembunyikan" daerah pemusik dari mata penonton. "Saya adalah seorang orator," kata Abdul Madjid lagi, "Jadi kadang-kadang suka geregetan melihat artikulasi pemain teater yang tidak terdengar jelas. Padahal mereka hanya menaklukkan beberapa ratus orang dalam satu pementasan, tidak sampai ribuan orang," ujarnya.

Gong kedua terdengar. Para pemusik yang sudah duduk di posisi masing-masing mulai menala instrumen. Awalnya seperti serpihan bunyi yang terserak, terpisah satu dengan yang lain. Lalu nada-nada itu seperti mengalir ke sebuah muara, sebuah improvisasi yang memunculkan warna Cirebonan (Cerbon) seperti "tarling", perkawinan gitar dan suling, namun dengan mengganti rebab menjadi biolin. "Pendekatannya seperti improvisasi pada jazz, tapi tetap main-main. Katakanlah ini semacam post-strukturalisme bermusik," ujar Embie, yang juga menjadi dalang dan penata musik pada pementasan 27 tahun silam. Bedanya, komposisi sekarang sepuluh kali lebih meriah. "Spirit zaman harus kita tangkap, jadi sekarang ada tarling disko, tarling remiks, yang kita mainkan," katanya.

Gong ketiga berkumandang, Embie meraih mikrofon. Suara baritonnya menggelegar: "Syahdan, pada suatu malam ketika langit kelam tanpa bintang atau bulan…, Dasamuka merebut Sinta dari Rama Wijaya…. Pemberontakan terjadi di mana-mana bagai jerawat di pipi remaja…."
 
Lakon Ramayana yang dibawakan secara khas Cirebonan, dengan warna masres (ketoprak) dan genjring dogdog yang kental itu, perlahan tersaji di panggung. Ini ciri khas Teater Koma yang disukai penonton. Sementara teater lain kesulitan mementaskan naskah melewati hari ketiga, Koma terus melaju sampai dua minggu, dengan penonton tetap penuh setiap malam.

Dasamuka tetap diperankan Syaeful Anwar, salah seorang generasi pendiri yang beberapa jam sebelumnya meluncurkan buku Dari Dunia Kertas ke Pentas Dunia. Ini tesisnya tentang Teater Koma di Institut Kesenian Jakarta. Ekspresi aktingnya pas. Ia memperlihatkan jam terbang yang tinggi. Konsistensi vokalnya tak ikut kendur seperti perutnya yang mulai menggelambir.

Karakter-karakter lainnya berganti pemeran. Dewi Sinta, yang dulu diperankan Widiati Taufiq (kini istri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufiq Effendi), kini diperankan Ratna Riantiarno. Tokoh Sarpakanaka, raksasa perempuan adik Dasamuka yang doyan lelaki, yang dulu dimainkan Rima Melati, kini di tangan Cornelia Agatha (lihat rubrik Pokok Tokoh). Sedangkan tokoh Uti/Ratu Cahaya, yang awalnya diperankan Titik Qadarsih, kini dilakoni Sari Madjid. "Pentas ini tidak semewah pertunjukan Koma sebelumnya, tapi tetap bikin pusing karena infrastruktur teknologi yang sangat minim di panggung," ujar Ratna, yang juga menjabat pimpinan produksi.

Ketika Dasamuka yang mengangkat diri jadi kaisar seumur hidup itu mulai didemo oleh berbagai kalangan, dengan yakin ia menghadapi massa. Suaranya mengguntur menyeramkan, "I don't care with my popularity!" Alih-alih tegang, penonton justru terpingkal-pingkal.
***

ADA yang tak bisa dilupakan Nano ketika naskah ini dipanggungkan pertama kali di Teater Tertutup TIM, 27 tahun silam. Sutradara Arifin C. Noer menonton dengan berjas lengkap. "Soalnya gue mau nonton penampilan perdana adik gue," kata Arifin menunjuk Embie seperti diulangi Nano. Embie sendiri ingat bagaimana saat itu ia jadi senewen. "Saya baru datang ke Jakarta, langsung dititipkan Arifin ke Mas Nano. Eh, malah dipercaya sebagai dalang. Ya sudah, jalan saja," katanya.

Barangkali inilah salah satu hikmah pementasan Maaf, Maaf, Maaf yang mempertemukan kembali dua putra terbaik Cirebon itu di satu panggung setelah mereka cukup lama terpisah. Hasilnya: sebuah pertunjukan yang betul-betul digarap dengan serius.

Barangkali mestinya ada potongan tumpeng keempat yang diberikan Nano untuk Embie. Sebab, inilah "bab" lain yang diakui Riantiarno sendiri mulai dilupakan orang: bahwa Embie sesungguhnya bukan hanya seorang ilustrator musik, tapi juga dalang yang tangguh.

07 Maret 2005

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito