Viddy AD Daery *
http://oase.kompas.com/
Kontroversi yang mengiringi artikel saya mengenai “Gajah Mada kelahiran Lamongan” bercuatan dengan seru, hampir sebagian besar komentator lebih mengedepankan rasa chauvinisme sempit ketimbang memakai rasio,logika dan intelektualitasnya. Saya yang sudah membaca lebih dari seribu buku kebudayaan , sejarah dan sosial-politik dengan mudahnya dituduh ngawur,enggak baca buku dan sebagainya.
Tetapi saya diam saja, karena sesungguhnya, apapun komentar mereka, setiap komentar yang mencuat dari mulut mereka, justru memperlihatkan tinggi rendahnya intelektualitas mereka. Jumlah mereka yang asal “ngocol”. Cuma sekitar 60 orang, tentu hanya setitik kecil daripada jumlah 51.490 orang pembaca yang diam, dan 1.052 orang yang berterus-terang mendukung artikel saya.
Sebagian dari pengkritik itu, dengan rasa chauvinisme sempit menyatakan bahwa Gajah Mada bukan pahlawan, tetapi pengkhianat, agressor, penjajah dan sebagainya. Lucunya, mereka mengatakan, seharusnya yang layak mendapat kesempatan menjadi penjajah dan agressor adalah kaum mereka. Lhooo…gimana sih?
Okelah,sekarang kita berhenti dulu membicarakan Gajah Mada, dan kita sekarang membicarakan Rahwana. Nah,bagaimanakah kita menilai Rahwana???
Siapakah penghancur kearifan lokal Nusantara ? Ternyata penghancurnya ialah pemerintah (pusat maupun daerah), plus petinggi-petinggi parpol ( pusat maupun daerah ) plus pengusaha-pengusaha bervisi babi-buta. Darimana kesimpulan itu? Dari berita-berita media massa Indonesia selama puluhan tahun. Terutama media massa akhir-akhir ini, baik koran maupun televisi berita, akhir-akhir ini mulai langsung tunjuk hidung, bahwa rezim penguasa sekarang adalah pengkhianat bangsa, kleptokrat/pemerintahan para maling, penghancur bangsanya sendiri dan sebagainya.
Masuk akalkah seorang atau sekelompok pemimpin melakukan penghancuran terhadap bangsanya sendiri? Seharusnya tidak masuk akal, tapi buktinya begitulah yang terjadi di Indonesia. Namun kisah itu bukan barang baru, karena pernah terjadi, apakah ini cuma epos atau fiksi—perlu penelitian.
Dalam buku “Rahuvana Tattwa” karya Agus Sunyoto ( 2006 ), yang menjungkirbalikkan sudut pandang kepahlawanan Ramayana, diceritakan bahwa Rahwana sebetulnya adalah pahlawan bagi bangsa kulit berwarna.
Sebagaimana sejarah dunia mencatat, benua India ( dalam buku “Rahuvana Tattwa” disebut Negeri Jambudwipa ) dahulunya dikuasai oleh kaum kulitberwarna, dari sawomatang sampai hitam legam. Mereka disebut dengan berbagai nama kesukuan, antara lain : Drawida, Wanara, Raksasa, Bhuta,Denawa,Gandarwa, Asura, Naga, Garuda, Beruang dan sebagainya.
Tentu itu fakta. Antropolog telah menemukan sisa-sisa peradaban kaum Drawida yang sangat megah dan berperadaban tinggi lewat situs-situs reruntuhan negeri Mohenjo Daro dan Harappa, sebagai negeri kaum Drawida. Situsnya terletak di perbatasan India-Pakistan. Diperkirakan tahun jaya-jayanya kaum Drawida di Mohenjo Daro dan Harappa adalah tahun 3000 SM sampai 1500 SM, jadi masa jayanya berusia 1500 tahun.
Kaum Bhuta juga masih memiliki negara yang kini disebut Bhutan. Sedang bangsa-bangsa kulit-kulit hitam dengan campuran kulit terang maupun masih asli,kini menghuni pulau Srilangka, dan sebagian menghuni India selatan. Sebagian lagi menyeberang ke Nusantara menjadi Kaum Keling yang masih banyak terdapat di Aceh , Sumatera Utara dan tersebar di banyak tempat, sedangkan yang tidak termasuk puak keling,namun termasuk wangsa Drawida atau Weddoid dan Negrito tersebar di pulau-pulau timur Nusantara serta bermukim di hutan-hutan dan puncak gunung yang akhirnya kini disebut suku-suku terasing Nusantara.
Mengenai hal ini, perlu kajian dan penelitian lebih lanjut oleh sarjana-sarjana ilmu antropologi ragawi. DIHANCURKAN OLEH KOALISI ASING ARYA DENGAN KOMPRADOR PRIBUMI WIBISANA DKK.
Sebagaimana sejarah mencatat, India memang pernah diserang dan dijajah rayah oleh Alexander The Great dari Macedonia-Yunani-Albania. Dialah bangsa Arya kulit putih yang kemudian membuat India menjadi berbudaya “Semakin Arya”.
Pertanyaannya, apakah periode Alexander The Great itukah yang menginspirasi kisah Ramayana, ataukah sudah ada “Serangan Kaum Arya” lain sebelum Alexander the Great, memang masih perlu diskusi, seminar, lokakarya dan penelitian. Alexander baru masuk India sekitar 326 SM. Jadi, kemungkinan memang yang disebut Arya yang pertama ini adalah “Arya yang buas” yakni bangsa Nomaden yang masuk dan menjarah India pada tahun 1500 SM. Mereka adalah kaum “Mannu”. Dari istilah “Mannu” itu mereka mempopulerkan istilah “Mannu-sa” artinya “Keturunan Mannu” sebagai konsep “bangsa yang beradab”. Dari situlah maka timbul sebutan “Manusia” dari asal kata “Mannu-Sa” tadi.
Sebaliknya, kaum hitam yang dijajahrayah mereka sebut “bukan bangsa yang beradab”. Maka mereka memaksakan istilah “Bhota” sebagai buta—kaum yang bodoh dan rakus, Raksasa sebagai bangsa pemakan daging mentah, Gandarwa jadi semacam Genderuwo,Wanara disamakan dengan monyet, Naga setara dengan ular, Garuda seperti burung…pokoknya dianggap binatanglah atau hantulah.
Ironisnya, bangsa Mannu-sa itu aslinya tidak punya nabi tidak punya kitab suci. Mereka bangsa pengembara yang “nabinya” hanyalah dukun-dukun sihir dan peramal nasib. Maka, merekapun merebut kitab suci kaum Drawida yakni “Weda” lalu dirusak dan ditambah-tambahi, jadilah “Weda versi rusak” yang dijadikan kitab suci bangsa Arya sekarang.
Nah,dalam buku “Rahuvana Tattwa” diceritakan, bahwa Rahwana adalah Raja yang kekuasaannya meliputi India tengah sampai selatan plus “Salilabuwana” alias “Benua Air” yakni Nusantara.
Rahwana menyatukan kaum kulit-berwarna agar bersatupadu melawan Arya-penjajah yang dipimpin oleh Dewa Indra yang licik, yang beristana di Indraloka—yang disetarakan dengan surga. Kebetulan, pahlawan dari bangsa Arya, yakni Rama menyia-nyiakan Sita isterinya. Rahwana sebagai raja dari bangsa yang menjunjung tinggi wanita—matriarkat—tidak tega melihat wanita cantik di”KDRT” oleh suaminya yang berbudaya patriarkat, maka diapun merebut Sita.
Akhirnya terjadilah perang antara Rama-Arya-kaum asing penjajah melawan Rahwana yang mengkoordinasikan kaum pribumi kulit berwarna untuk bergerak mencetuskan “REVOLUSI” melawan penjajah.
Kaum Arya hampir saja kalah, kalau tidak ditolong oleh komprador ( pengkhianat bangsa ) yakni Wibisana—adik tiri Rahwana sendiri–bersama para anggota “Koalisinya” yakni antara lain Hanoman, Jembawan, Anggada, Anila, Sugriwa dan para pengikutnya.
Wibisana membocorkan rahasia-rahasia kesaktian Rahwana hingga akhirnya Rahwana dapat dikalahkan oleh Rama, itupun dengan cara dikeroyok dengan para anggota koalisi kompradornya.
Nah,kita ingin bertanya : “Motivasi apakah Wibisana mau mengkhianati dan menghancurkan bangsa dan negaranya sendiri?” Jawabannya adalah “Motivasi kekuasaan”, jadi Wibisana ingin menjadi raja Alengka tapi takut dengan kakaknya, yakni Rahwana. Jalan satu-satunya adalah berkhianat dengan bekerjasama menjadi agen kaum asing-penjajah.
Sekarang kita juga ingin bertanya : “Motivasi apakah para pemimpin Indonesia dari jenis atau golongan pengkhianat—kok mau mengkhianati bangsanya?” Jawabannya tentu “Motivasi kekuasaan yang artinya adalah uang dan kenikmatan”, meskipun nantinya negara dan bangsanya akan hancur.
Maka, yang sekarang perlu digemakan adalah “Tiba saatnya REVOLUSI !!!!” untuk menghancurkan “Mental komprador” yang menghancurkan Nusantara kita. Kini saatnya Nusantara menemukan jatidirinya sendiri! Dan tidak lagi menghamba kepada “semua yang berbau asing” yang belum tentu sesuai dengan “kearifan budaya lokal Nusantara”!!!!
Di mana-mana sekarang mulai ada kelompok-kelompok diskusi yang menyiapkan konsep-konsep agar kita kembali ke jatidiri “Manusia Indonesia” yang asli, bukan manusia Indonesia yang karakternya dipoles oleh penjajah asing via para komprador– yaitu lembaga-lembaga yang kegiatannya selalu kampanye pro-budaya asing dan didanai oleh kucuran deras dana-dana asing.
*) budayawan, kolumnis, penyair, novelis, penulis naskah drama dan sinetron. /22 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar