Jumat, 23 Maret 2012

Antara Gajah Mada dan Rahwana

Viddy AD Daery *
http://oase.kompas.com/

Kontroversi yang mengiringi artikel saya mengenai “Gajah Mada kelahiran Lamongan” bercuatan dengan seru, hampir sebagian besar komentator lebih mengedepankan rasa chauvinisme sempit ketimbang memakai rasio,logika dan intelektualitasnya. Saya yang sudah membaca lebih dari seribu buku kebudayaan , sejarah dan sosial-politik dengan mudahnya dituduh ngawur,enggak baca buku dan sebagainya.

Tetapi saya diam saja, karena sesungguhnya, apapun komentar mereka, setiap komentar yang mencuat dari mulut mereka, justru memperlihatkan tinggi rendahnya intelektualitas mereka. Jumlah mereka yang asal “ngocol”. Cuma sekitar 60 orang, tentu hanya setitik kecil daripada jumlah 51.490 orang pembaca yang diam, dan 1.052 orang yang berterus-terang mendukung artikel saya.

Sebagian dari pengkritik itu, dengan rasa chauvinisme sempit menyatakan bahwa Gajah Mada bukan pahlawan, tetapi pengkhianat, agressor, penjajah dan sebagainya. Lucunya, mereka mengatakan, seharusnya yang layak mendapat kesempatan menjadi penjajah dan agressor adalah kaum mereka. Lhooo…gimana sih?

Okelah,sekarang kita berhenti dulu membicarakan Gajah Mada, dan kita sekarang membicarakan Rahwana. Nah,bagaimanakah kita menilai Rahwana???

Siapakah penghancur kearifan lokal Nusantara ? Ternyata penghancurnya ialah pemerintah (pusat maupun daerah), plus petinggi-petinggi parpol ( pusat maupun daerah ) plus pengusaha-pengusaha bervisi babi-buta. Darimana kesimpulan itu? Dari berita-berita media massa Indonesia selama puluhan tahun. Terutama media massa akhir-akhir ini, baik koran maupun televisi berita, akhir-akhir ini mulai langsung tunjuk hidung, bahwa rezim penguasa sekarang adalah pengkhianat bangsa, kleptokrat/pemerintahan para maling, penghancur bangsanya sendiri dan sebagainya.

Masuk akalkah seorang atau sekelompok pemimpin melakukan penghancuran terhadap bangsanya sendiri? Seharusnya tidak masuk akal, tapi buktinya begitulah yang terjadi di Indonesia. Namun kisah itu bukan barang baru, karena pernah terjadi, apakah ini cuma epos atau fiksi—perlu penelitian.

Dalam buku “Rahuvana Tattwa” karya Agus Sunyoto ( 2006 ), yang menjungkirbalikkan sudut pandang kepahlawanan Ramayana, diceritakan bahwa Rahwana sebetulnya adalah pahlawan bagi bangsa kulit berwarna.

Sebagaimana sejarah dunia mencatat, benua India ( dalam buku “Rahuvana Tattwa” disebut Negeri Jambudwipa ) dahulunya dikuasai oleh kaum kulitberwarna, dari sawomatang sampai hitam legam. Mereka disebut dengan berbagai nama kesukuan, antara lain : Drawida, Wanara, Raksasa, Bhuta,Denawa,Gandarwa, Asura, Naga, Garuda, Beruang dan sebagainya.

Tentu itu fakta. Antropolog telah menemukan sisa-sisa peradaban kaum Drawida yang sangat megah dan berperadaban tinggi lewat situs-situs reruntuhan negeri Mohenjo Daro dan Harappa, sebagai negeri kaum Drawida. Situsnya terletak di perbatasan India-Pakistan. Diperkirakan tahun jaya-jayanya kaum Drawida di Mohenjo Daro dan Harappa adalah tahun 3000 SM sampai 1500 SM, jadi masa jayanya berusia 1500 tahun.

Kaum Bhuta juga masih memiliki negara yang kini disebut Bhutan. Sedang bangsa-bangsa kulit-kulit hitam dengan campuran kulit terang maupun masih asli,kini menghuni pulau Srilangka, dan sebagian menghuni India selatan. Sebagian lagi menyeberang ke Nusantara menjadi Kaum Keling yang masih banyak terdapat di Aceh , Sumatera Utara dan tersebar di banyak tempat, sedangkan yang tidak termasuk puak keling,namun termasuk wangsa Drawida atau Weddoid dan Negrito tersebar di pulau-pulau timur Nusantara serta bermukim di hutan-hutan dan puncak gunung yang akhirnya kini disebut suku-suku terasing Nusantara.

Mengenai hal ini, perlu kajian dan penelitian lebih lanjut oleh sarjana-sarjana ilmu antropologi ragawi. DIHANCURKAN OLEH KOALISI ASING ARYA DENGAN KOMPRADOR PRIBUMI WIBISANA DKK.

Sebagaimana sejarah mencatat, India memang pernah diserang dan dijajah rayah oleh Alexander The Great dari Macedonia-Yunani-Albania. Dialah bangsa Arya kulit putih yang kemudian membuat India menjadi berbudaya “Semakin Arya”.

Pertanyaannya, apakah periode Alexander The Great itukah yang menginspirasi kisah Ramayana, ataukah sudah ada “Serangan Kaum Arya” lain sebelum Alexander the Great, memang masih perlu diskusi, seminar, lokakarya dan penelitian. Alexander baru masuk India sekitar 326 SM. Jadi, kemungkinan memang yang disebut Arya yang pertama ini adalah “Arya yang buas” yakni bangsa Nomaden yang masuk dan menjarah India pada tahun 1500 SM. Mereka adalah kaum “Mannu”. Dari istilah “Mannu” itu mereka mempopulerkan istilah “Mannu-sa” artinya “Keturunan Mannu” sebagai konsep “bangsa yang beradab”. Dari situlah maka timbul sebutan “Manusia” dari asal kata “Mannu-Sa” tadi.

Sebaliknya, kaum hitam yang dijajahrayah mereka sebut “bukan bangsa yang beradab”. Maka mereka memaksakan istilah “Bhota” sebagai buta—kaum yang bodoh dan rakus, Raksasa sebagai bangsa pemakan daging mentah, Gandarwa jadi semacam Genderuwo,Wanara disamakan dengan monyet, Naga setara dengan ular, Garuda seperti burung…pokoknya dianggap binatanglah atau hantulah.

Ironisnya, bangsa Mannu-sa itu aslinya tidak punya nabi tidak punya kitab suci. Mereka bangsa pengembara yang “nabinya” hanyalah dukun-dukun sihir dan peramal nasib. Maka, merekapun merebut kitab suci kaum Drawida yakni “Weda” lalu dirusak dan ditambah-tambahi, jadilah “Weda versi rusak” yang dijadikan kitab suci bangsa Arya sekarang.

Nah,dalam buku “Rahuvana Tattwa” diceritakan, bahwa Rahwana adalah Raja yang kekuasaannya meliputi India tengah sampai selatan plus “Salilabuwana” alias “Benua Air” yakni Nusantara.

Rahwana menyatukan kaum kulit-berwarna agar bersatupadu melawan Arya-penjajah yang dipimpin oleh Dewa Indra yang licik, yang beristana di Indraloka—yang disetarakan dengan surga. Kebetulan, pahlawan dari bangsa Arya, yakni Rama menyia-nyiakan Sita isterinya. Rahwana sebagai raja dari bangsa yang menjunjung tinggi wanita—matriarkat—tidak tega melihat wanita cantik di”KDRT” oleh suaminya yang berbudaya patriarkat, maka diapun merebut Sita.

Akhirnya terjadilah perang antara Rama-Arya-kaum asing penjajah melawan Rahwana yang mengkoordinasikan kaum pribumi kulit berwarna untuk bergerak mencetuskan “REVOLUSI” melawan penjajah.

Kaum Arya hampir saja kalah, kalau tidak ditolong oleh komprador ( pengkhianat bangsa ) yakni Wibisana—adik tiri Rahwana sendiri–bersama para anggota “Koalisinya” yakni antara lain Hanoman, Jembawan, Anggada, Anila, Sugriwa dan para pengikutnya.

Wibisana membocorkan rahasia-rahasia kesaktian Rahwana hingga akhirnya Rahwana dapat dikalahkan oleh Rama, itupun dengan cara dikeroyok dengan para anggota koalisi kompradornya.

Nah,kita ingin bertanya : “Motivasi apakah Wibisana mau mengkhianati dan menghancurkan bangsa dan negaranya sendiri?” Jawabannya adalah “Motivasi kekuasaan”, jadi Wibisana ingin menjadi raja Alengka tapi takut dengan kakaknya, yakni Rahwana. Jalan satu-satunya adalah berkhianat dengan bekerjasama menjadi agen kaum asing-penjajah.

Sekarang kita juga ingin bertanya : “Motivasi apakah para pemimpin Indonesia dari jenis atau golongan pengkhianat—kok mau mengkhianati bangsanya?” Jawabannya tentu “Motivasi kekuasaan yang artinya adalah uang dan kenikmatan”, meskipun nantinya negara dan bangsanya akan hancur.

Maka, yang sekarang perlu digemakan adalah “Tiba saatnya REVOLUSI !!!!” untuk menghancurkan “Mental komprador” yang menghancurkan Nusantara kita. Kini saatnya Nusantara menemukan jatidirinya sendiri! Dan tidak lagi menghamba kepada “semua yang berbau asing” yang belum tentu sesuai dengan “kearifan budaya lokal Nusantara”!!!!

Di mana-mana sekarang mulai ada kelompok-kelompok diskusi yang menyiapkan konsep-konsep agar kita kembali ke jatidiri “Manusia Indonesia” yang asli, bukan manusia Indonesia yang karakternya dipoles oleh penjajah asing via para komprador– yaitu lembaga-lembaga yang kegiatannya selalu kampanye pro-budaya asing dan didanai oleh kucuran deras dana-dana asing.

*) budayawan, kolumnis, penyair, novelis, penulis naskah drama dan sinetron. /22 Juni 2011

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito