Bagian Terakhir dari Dua Tulisan
Ahmadun Yosi Herfanda
__Republika, 07 Mei 2006
Di tengah mencairnya ‘orientasi estetik’ (orientasi kesastraan) dalam berpuisi dewasa ini muncul sangat banyak penulis perempuan. Mereka memaraki komunitas-komunitas penggemar puisi, sejak komunitas saiber sampai penerbitan buku. Mereka bahkan menjadi motor utama komunitas-komunitas tersebut. Komunitas Bunga Matahari, misalnya, ditokohi Gratiagusti Chananya Rompas (Anya). Cybersastra.net dikomandani Medy Loekito. Sedangkan Risalah Badai — penerbit antologi-natologi puisi khusus karya perempuan — dimotori oleh Amdai Muth Siregar.
Dominannya kaum perempuan dalam tradisi berpuisi di atas ikut memperkuat fenomena kebangkitan kaum perempuan dalam dunia kepenulisan di tanah air dewasa ini, sejak pada mainstream ‘fiksi seksual’, chicklit, teenlit, sampai fiksi Islami yang dimotori oleh Forum Lingkar Pena (FLP), yang makin memaraki dunia pustaka kita.
Pada sajak-sajak yang lahir dari komunitas-komunitas penulis perempuan, yang menarik adalah kejujuran dan kebeningan mereka dalam ‘berekspresi dengan hati’. Meskipun di sisi lain masih sering tampak kurang menguasai metode pengucapan sajak (poetika), saya kira kekurangan itu dapat diatasi sambil berproses asal memang ada niat dari mereka untuk meningkatkan kualitas estetika karya masing-masing.
Khusus tentang Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia (APPPI, Risalah Badai, 2005) — yang menghimpun karya 50 orang perempuan dari berbagai kalangan — secara kuantitatif menampakkan kemajuan yang cukup signifikan dibanding seri Surat Putih yang juga diterbitkan Risalah Badai. Antologi Surat Putih 1 (2001) hanya diikuti 13 penyair, Surat Putih 2 (2002) diikuti 25 penyair, Surat Putih 3 (2004) diikuti 37 penyair, dan APPPI 2005 (2005) diikuti 50 penyair.
Secara kualitatif, meskipun masih didominasi ‘sajak-sajak bebas’ yang lugu dan sederhana — tidak ditandai permainan imaji, simbol, majas maupun metafor yang mempesona — juga menampakkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Setidaknya, puisi-puisi yang dipilih sudah terkesan rapi dan cukup indah, serta tidak ada lagi ‘puisi yang bukan puisi’ (puisi yang hanya memenggal-menggal kalimat prosa agar tampak seperti puisi) seperti yang terdapat pada Surat Putih 3.
Dalam keluguan dan kebersahajaannya, sajak-sajak dalam APPPI 2005 berbicara tentang banyak tema, sejak cinta sampai kematian, sejak catatan sosial sampai keprihatinan tentang Indonesia. Dalam keluguan dan kebersahajaan mereka kita justru dapat menangkap suara bening nurani perempuan. Simaklah, misalnya sajak Aku Punya karya BM Siregar, dalam kata-kata sederhana dan permainan logika yang sederhana, namun cukup simbolik pada bait penutupnya, bahwa puisi dapat mengubah sesuatu yang kurang bermakna jadi sangat berguna:
Aku punya cita-cita
Mengubah kata
Jadi mutiara
Aku punya puisi
Mengubah besi
Jadi peniti
Atau sajak-sajak pendek Luluk Nur Hamidah, yang mencoba tampil simbolik dalam format pendek dan sederhana. Misalnya, sajak Untitle I:
Sepasang kuda putus asa
Pengantinnya tak pernah tiba
Dalam kesederhanaan ungkapan pula, Regina Malvinasrani Gitasari, dalam sajak Petuah Ibuku dan Hasrat Terpendam, mencoba membangun kearifan hidup. Dalam Hasrat Terpendam, Regina bahkan mencoba membangun kearifannya secara religius:
Sayang, pertemukan aku dengan Isa
Agar kutahu rasanya dikhianati
Sayang, pertemukan aku dengan Muhammad
Agar lurus hidupku
Sayang, pertemukan aku denganMu
Agar kubisa memelukMu
Di antara sajak-sajak yang lugu dan sederhana di atas, puisi-puisi karya mereka yang sudah cukup lama berproses, seperti Diah Hadaning, Helvy Tiana Rosa, Shantined, Agnes Veronika, Winarti, Tesalonika Lies Indrayantie, Tini Sastra Saleh, Ririe Rengganis, Retno Iswandari, Evi Idawati, Fatin Hamama, Medy Loekito, Rukmi Wisnu Wardani, Akidah Gauzillah, dan Miranda Putri, terkesan lebih matang dalam perenungan dan estetika. Simak, misalnya, sajak Rahasia Makrifatmu karya Rukmi Wisnu Wardhani berikut ini:
Menyelami rahasia makrifatmu
Sesungguhnya kau telah mengajari kami
Bagaimana cara melubangi perahu jasmani
Dengan tongkat musa (alif yang paling berharga)
Biar hanyut segala lalai di dalam diri…
Kutipan sajak-sajak di atas sudah cukup membuktikan bahwa kesederhanaan sebuah sajak tidak selalu berarti kedangkalan makna, karena kesederhanaan ungkapan bisa saja hadir secara sangat simbolik dengan makna yang sangat dalam dan luas. Lagi-lagi, contoh yang bagus untuk itu adalah sajak Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi WM, yang sederhana namun mengandung konsep tasawuf yang dalam dan kompleks:
Tuhan, kita begitu dekat
Bagai api dan panas
Aku panas dalam apimu
Penguasaan terhadap ‘metode penciptaan puisi’ sangat menentukan apakah seseorang dapat menghadirkan sajak sederhana dengan penuh makna yang dalam atau sekadar ungkapan polos yang dangkal maknanya. Seperti saran Sapardi Djoko Damono, jika ingin memperlihatkan sebutir kacang pada seseorang janganlah perlihatkan kacang itu secara telanjang, tapi masukkanlah ke dalam kaca prisma agar tampak lebih indah. Kacang itu adalah isi puisi, sedangkan kaca prismanya adalah bahasa yang indah.
Prolem estetik yang juga sangat terasa pada sajak-sajak karya sebagian perempuan penyair dalam APPPI 2005 adalah dalam membangun keutuhan imaji. Sering, kata-kata, jika tidak tampil telanjang, berserak begitu saja dengan imaji yang kurang utuh dan musikalitas yang tidak terjaga, sehingga ada kesan ‘sembarangan’ atau mirip catatan harian semata.
Ada kesan ‘memberontak’ dari kelaziman, tapi belum menemukan pola pengucapan baru yang lebih bernas, sehingga malah ada kesan ‘kesembarangan’. Bagaimanapun, seperti kata Subagio Sastrowardoyo, puisi adalah intisari persoalan yang dikemas dalam citraan-citraan yang utuh dan indah. Dari sinilah kekuatan estetik puisi akan memancar untuk mempesona pembacanya. Dalam koridor estetika itulah, kebebasan berekspresi bermain. Jadi, kebebasan berekspresi tidak berarti ‘kesembarangan’.
Peran penyair sebagai pembaharu memang juga membongkar estetika yang lazim, mencari ‘estetika baru’ bagi kehadiran sajak-sajaknya. Tanpa gairah untuk menemukan karakter ‘estetika baru’ seorang penyair hanya akan terjebak ke dalam tradisi reproduksi tanpa pembaharuan, ke dalam kejumudan estetik.
Tetapi, sebaiknya, dalam pencarian itu, penyair bersedia belajar pada para ‘pencari yang telah menemu’, seperti Hamzah Fansuri, Chairil Anwar, Goenawan Mohamad, Sutardji Calzoum Bachri, hingga Afrizal Malna. Sejarah dan nama-nama besar itu telah membuktikan, bahwa tiap penemuan ‘poetika baru’ tidak dapat lepas sepenuhnya dari koridor-koridor keindahan bahasa, atau isyarat-isyarat estetik, yang telah ada. Benar teori intertekstualitas Derrida maupun Julia Cristeva, bahwa kehadiran sebuah karya sastra tidak pernah terbebas sepenuhnya dari pengaruh teks-teks yang telah ada sebelumnya.
Ketika membebaskan diri dari pantun, Hamzah Fansuri mesti merujuk pada soneta. Ketika menempatkan diri sebagai ‘binatang jalang sastra’ Chairil tetap membutuhkan prinsip-prinsip dasar puisi — sejak diksi, keutuhan imaji, sampai keindahan bunyi. Seorang Goenawan pun masih perlu ‘berguru secara kreatif’ pada estetika Senja di Pelabuhan Kecil-nya Chairil Anwar. Begitu juga ‘pemberontakan estetik’ Sutardji justru memperlihatkan ‘kembalinya sang anak hilang’ pada ‘sang ibu poetika sastra Melayu’ yakni mantra. Sajak-sajak mosaik Afrizal, selain memodifikasi estetika seni mosaik, juga masih sangat mempertahankan irama bahasa.
Bahasa religius mengatakan, rasa keindahan, kepekaan estetik, adalah bagian dari fitrah manusia. Ke dalam diri tiap manusia, Tuhan meniupkan ruhnya, dan pada ruh itu terikut sifat-sifat Tuhan (99 Asmaul Husma), yang salah satunya adalah Al Jamil (Yang Mahaindah). Jika sifat Al Jamil itu dominan pada diri seseorang, maka itu berarti ia dianugerahi bakat alam untuk menjadi seniman (penyair).
Tetapi, bakat alam saja tidak cukup dan dibutuhkan intelektualitas untuk mempertajamnya. Bakat alam tidak akan bekerja sempurna jika tidak terus diasah melalui proses belajar yang terus menerus — dengan membaca, menulis, dan membaca (ber-iqra). Tentu saja tidak hanya perlu membaca konsep-konsep estetik yang bersifat teoretis, tapi juga contoh-contoh dan isyarat-isyarat estetik yang bertebaran di sekitar kita, sejak geliat sehelai daun di tepi jalan sampai teks-teks puitis di buku-buku sastra. Dari sanalah dapat ditimba berbagai sumber ide sekaligus puitika bagi tiap penyair untuk membangun kekuatan estetik pada tiap karyanya.
Tanpa kekuatan estetik, sebuah sajak hanya akan hadir sebagai sepenggal atau sekumpulan ide yang tidak memiliki kekuatan untuk berdialog dengan publiknya. Sebab, dengan kekuatan estetiklah sajak berdialog dengan pembaca. Tanpa kekuatan untuk berdialog, sebuah sajak akan cenderung ‘menjerit dalam sepi’ untuk mati sendiri.
Dalam kekuatan estetik pula — meminjam istilah penyair AS, Robert Frost — kegairahan (delight) sajak akan hidup dan terpancar untuk mewariskan kearifan hidup (wisdom) bagi peradaban umat manusia.
Artikel ini merupakan prasaran untuk diskusi peluncuran buku Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia (Risalah Badai dan KSI, 2005) di PDS HB Jassin, TIM, Jakarta, April 2006.
*) Sastrawan dan wartawan Republika
Dijumput dari: http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=VQsDBFYPBgED
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar