Rabu, 09 November 2011

MENGUAK TRADISI MENULIS PESANTREN

K.H. A. Azis Masyhuri
http://sastra-indonesia.com/

Indahnya Menuangkan Gagasan dalam Tulisan

“Menulis adalah sebuah eksotisme, bahkan membuat segala sesuatu menjadi indah”. Begitulah kata Tahar Ben Jelloun. Dan memang aktifitas menulis pada dasarnya merupakan salah satu pilihan berkreatifitas yang cukup menantang dalam rangka aktualisasi diri bagi mereka yang bergelut dengan dunia pengetahuan dan intelektualitas. Termasuk di dalamnya masyarakat pesantren, yang sejak awal sejarahnya memang memfokuskan diri pada kajian keislaman. Dalam konteks ini, setidaknya ada dua alasan penting mengapa aktifitas menulis menjadi hal yang menarik.


Pertama, realitas menunjukkan bahwa tradisi lisan masih tetap dominan, terutama sekali terjadi pada masyarakat pesantren. Masih kuatnya tradisi lisan daripada tradisi tulis ini menjadikan pesantren terasa miskin dengan karya-karya dan publikasi-publikasi ilmiah. Meskipun, tentu saja, tidak bisa kita nafikan bahwa masih ada masyarakat pesantren, baik kiai maupun santri, yang tetap mempunyai perhatian besar terhadap hal ini.

Namun demikian, kalau kita cermati lagi secara sungguh-sungguh, tampak sekali bahwa pesantren yang pada awalnya memiliki perhatian terhadap dunia tulis menulis dan pemikiran ini  masih kurang memadai. Dalam artian, jumlah mereka yang begitu banyak jauh tidak berimbang dibandingkan karya-karya tulis yang dilahirkan.

Semestinya dunia pesantren menjadi lumbung berbagai pemikiran dan karenanya pula seharusnya menjadi lumbung kreatifitas. Ini diwujudkan dengan memperbanyak bermunculannya pemikiran-pemikiran. Jika itu terjadi maka pesantren akan menjadi ajang tukar pikiran, debat dan polemik, hal yang sangat kondusif bagi perwujudan masyarakat ilmiah.

Untuk menuju arah itu, kegiatan yang paling relevan dilakukan adalah dengan membudayakan tradisi menulis di kalangan masyarakat pesantren.

Kedua, iklim pesantren sekarang ini masih membatasi santri untuk berkreatifitas optimal, khususnya lagi dalam aktifitas mengasah kepekaan dan kepedulian sosial politik mereka. Kendala ini memang ideologis sifatnya, karena pesantren memang sengaja diciptakan untuk mempertahankan tradisi, menjunjung tinggi ulama dengan berbagai regulasinya.

Hal lain yang juga menarik adalah menurut pengakuan beberapa intelektual, menggeluti dunia tulis menulis ini juga menjadi jenjang yang harus ditempuh oleh seorang intelektual. Dan rasanya memang betul, tidak ada seorang intelektual yang akan dikenal pemikirannya oleh banyak orang, tanpa ia menuliskan ide-idenya dan mempublikasikannya. Bagaimana mungkin seorang intelektual akan teruji intelektualnya kalau belum pernah melemparkan ide-idenya kepada publik.

Memang cara ini bukanlah satu-satunya, akan tetapi sepertinya cara ini cukup efektif untuk mensosialisasikan suatu gagasan sekaligus mengaktualisasikan diri.

Menghidupkan Tradisi Menulis di Pesantren

Tak seperti dipahami orang awam yang kadang membatasi masyarakat pesantren sekadar sebagai agamawan, mereka ternyata juga penulis andal dan bahkan mampu melahirkan karya-karya yang monumental. Tidak hanya tentang agama, tapi juga mahir menulis tentang sastra, anekdot, cerita dan persoalan-persoalan sosial budaya.

Jangan tanya soal shalawat dan madaih nabawiyah (pujian kepada nabi) mereka gudangnya. Dari Qosidah Al Burdah karya Al Bushir, yang sangat imajinatif dan puitis, hingga beraneka prosa dan puisi maulid, terutama karya Ja’far Al Barzanji. Malah ada karya genuine yang mereka gubah sendiri, seperti Shalawat Badar karya Kiai Ali Mansur Tuban yang amat populer dan menjadi shalawat wajib bagi kaum sarungan.

Tentu saja tak boleh dilewatkan karya berupa tembang, cerita, dan anekdot yang juga banyak ditulis oleh para kiai. Siapa yang tak kenal dengan syair ‘Tombo Ati’ yang amat populer itu. Begitu populernya karya ini nyaris jadi bacaan wajib di surau-surau di pedalaman Jawa. Belum lagi lir-ilir gubahan Sunan Kalijogo yang tak kalah kesohor.

Belakangan, tidak sedikit para kiai yang biasa berceramah menyusun sendiri tembang jawa yang dirangkaikan bacaan shalawat dan digunakan sebagai selingan  dalam pengajian. Soal cerita dan anekdot, Kiai Bisri Musthofa mungkin biangnya. Ayah Kiai Mustofa Bisri ini mengumpulkan banyak sekali anekdot dalam buku berjudul Kasykul. Kiai Abdurrahman Ar Roisi juga menerbitkan belasan jilid kumpulan cerita yang diberi judul ’30 Kisah Teladan’.

Keakraban dengan bahasa Arab, menyebabkan karya intelektual yang lahir dari tangan para santri/kiai tak lepas dari rumpun bahasa semit ini. Dari sebelas judul karya Kiai Hasyim Asy’ari yang pernah saya baca, misalnya, hanya empat buah yang menggunakan bahasa Jawa bertulisan Arab Pego. Sisanya berbahasa Arab.

Menantu Kiai Siddiq, yaitu Kiai Abdul Hamid Pasuruan, tak kalah kreatif. Ia mensyairkan Sullam At Taufiq – sebuah kitab fikih sufistik yang bercorak ghozalian dan menjadi mainstream pemahaman Islam Sunni Indonesia – dalam 553 bait. Selain itu, ia juga menyairkan 99 nama Allah yang dikenal dengan Al Asma’ Al Husna. Masih banyak lagi contoh lain yang bila diungkap satu persatu, akan membuat tulisan ini jadi terlalu panjang.

Di sini, terbaca jelas bahwa para masyarakat pesantren terdahulu tak cuma agamawan, melainkan juga penulis handal di bidang sastra, budaya  dan lainnya, sehingga kiai dahulu juga disebut budayawan dan sastrawan. Tidak berlebihan jika Eric Wolf menyebut peran kiai sebagai “cultural broker” alias agen budaya yang menjembatani perubahan akibat pengaruh luar terhadap dunia pesantren dan komunitas Muslim tradisional yang relatif tertutup. Selain lewat pendidikan gaya pesantren, peran itu mereka implementasikan melalui proses kreatif di jalur budaya. Kiai dahulu memiliki apresiasi yang tinggi terhadap budaya serta mampu melahirkan karya-karya bermutu. Tradisi menulis seolah menjadi rutinitas sehari-hari setelah mengajar santri. Tiada hari tanpa mengajar dan menulis, mungkin itu motto hidup kiai di masa lalu.

Tapi, sayangnya tradisi menulis dan kerja-kerja budaya kiai telah hilang dan tidak (kurang) diwarisi oleh para santri sekarang. Apalagi, beberapa tahun belakangan, terlalu banyak aktivitas di luar yang mereka geluti, terutama di kancah politik. Sebagian besar potensi dan energi terkuras di medan perebutan kekuasaan. Proses kreatif yang dulu mampu menghasilkan karya-karya monumental tak ada lagi, sehingga tradisi menulis kiai mandek atau bahkan telah mati.

Kenyataan tersebut memunculkan ironi. Banyak lulusan pesantren yang beralih profesi dari ‘cultural broker’ menjadi ‘political broker’ alias makelar politik yang (maaf) ujung-ujungnya duit. Padahal, kekuasaan dan uang seringkali melenyapkan akal budi, menumpulkan hati nurani dan pada akhirnya menghentikan proses kreatif masyarakat pesantren.

Maka, tak mengherankan bila pesantren belakangan ini cenderung kering dari sentuhan buku atau tulisan, karena para kiai dan ustadz tidak lagi produktif menulis buku. Memang ada beberapa nama yang pantas disebut, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari, jauh dibanding jumlah kiai yang jadi politisi.

Kini tak banyak lagi kiai atau gus atau ustadz ayng memiliki malakah (naluri berekspresi), apalagi ikhtira’ untuk menciptakan karya. Bahkan tingkat apresiasi mereka terhadap tradisi menulis bisa dibilang sangat rendah. Ini merupakan sebuah ironi.

Mungkin ‘para masyarakat’ pesantren kini telah lupa, atau boleh jadi memang tak tahu akan ungkapan yang begitu populer dari mantan Presiden AS, John F. Kennedy, “jika politik mengotori, maka buku mencucinya”. Pergeseran kecenderungan dari menulis buku ke politik ini merupakan kenyataan pahit yang patut disesali.


Semoga bermanfaat,
Denanyar, Jombang, 25 Juni 2008

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito