Senin, 19 September 2011

Gaya Hidup “delete” Kritik Seni “enter” Promotor Seni

Afrizal Malna*
Kompas,6 Mei 2007

HAMPIR selama dua minggu, sejak awal April kemarin, saya beberapa kali sempat bertemu dengan Boedi S Otong, sutradara Teater Sae yang hidup sebagai performer di Eropa sejak awal tahun 1990-an.

Selama dua minggu itu saya cenderung terlalu memaksakan diri untuk bisa bertemu dan ngo- brol dengannya. Tubuh dan jiwa saya terasa sakit dan tidak siap untuk bertemu dengan siapa pun waktu itu.
Saya merasa berada dalam tekanan yang datangnya tidak jelas. Seperti ada makhluk yang mau meledak dalam tubuh dan jiwa saya. Tapi saya tidak memberi tahu keadaan ini kepada Boedi. Mungkin dia bisa merasakannya seperti keringat yang merembes lewat alis matanya.

Lalu kami sempat terperangkap dalam tema pembicaraan di sekitar wajah kekuasaan: Kenapa di wajah sebagian teman-teman kesenian kini memiliki semacam “selubung kekuasaan”? Kami berdua mungkin juga bagian dari wajah itu. Kita tidak bertemu dengan seniman atau dengan seorang teman, melainkan bertemu dengan kekuasaan yang sosoknya tidak jelas.

Apakah kesenian itu? Dan apakah menjadi seorang seniman itu? Kesenian tidak bisa dijaga oleh wacananya sendiri. Kesenian menjadi ember bocor justru lewat kehidupan senimannya.

Progresivitas gaya hidup membuat sebagian seniman kehilangan kesadaran kelasnya dan membiarkan kehidupan sosialnya dikonstruksi lewat kelas sosial yang menjadi super-ego tak sadarnya. Hubungan-hubungan politik, terutama yang dekat dengan pemerintahan, parlemen, dan partai politik, membuat sang seniman rela menjadikan dirinya sebagai “agen politik” dengan kesenian sebagai obyeknya.

Sensitivitas klik dan intrik juga bermunculan di sini, seperti virus sosial yang membuat hubungan-hubungan dalam lingkungan kesenian menjadi kumuh. Setiap telinga dan mulut seperti memiliki sumbu kompor dan korek api. Masalah kemanusiaan dan sosial kian terabaikan dalam hubungan-hubungan itu. Identitas kemanusiaan tertanggalkan hanya untuk memperbesar gaya hidup kesenimanan.

Rezim gelap dan teater tidur

Dalam kondisi itu, ada dua hal yang mungkin kita tertarik menanyakannya: di manakah peran kuratorial (legitimasi, visi) dan kritik seni (pengembangan wacana-wacana kritis kesenian) kini?

Peran kuratorial lebih menonjol di seni rupa dalam membuat pemetaan seni rupa, terutama lewat forum-forum bienale seni rupa. Walaupun “pesan” yang dibawa para kolektor papan atas sedikit banyaknya ikut bermain. Hubungan seni rupa dalam kondisi ini kian dekat dengan gejolak ekonomi. Karena itu, manajemen dan infrastruktur seni rupa memerlukan banyak perubahan dalam memasuki fenomena ini.

Tetapi, di bidang seni lain peran ini gelaplah sudah. Sebagian kesan yang muncul justru bukan pemetaan kuratorial, melainkan klik dari rezim yang berkuasa.

Rezim seni ini sebagian merupakan “rezim gelap” yang tidak mengamati langsung kehidupan kesenian yang bergerak di sekitarnya. Mereka hanya bermain di tingkat networking dan meninggalkan subyeknya sendiri.

Teater kini mungkin tampak sedang tidur, dan beruntung tidak memiliki rezim yang menentukan keberadaannya (mungkin karena tidak terlalu menguntungkan).

Teater yang mengesankan sedang meninggalkan ruangnya sendiri dan tidak terlalu mengambil sikap atas tumbuhnya performance art. Teater yang kehilangan pernyataan.

Teater kampus tumbuh di mana-mana dan ikut merayakan narasi yang bukan datang dari dunianya sendiri. Tetapi, ketika teater kembali membaca aktor dan tubuh seperti apa yang sedang dialami oleh dunia di sekitarnya, mungkin teater akan bangun dan terkejut ketika menyaksikan bahwa jam di tangannya telah berpindah mencekik lehernya sendiri.

Jurnalisme gaya hidup

Tetapi, apa kabar peran kritik seni?

Uh. Kritik seni masih membawa masalah lamanya: Kesulitan melakukan identifikasi karya, lalu hanya bermain di tingkat konsep dan tema; menggunakan karya yang dikritik hanya sebagai obyek justru untuk membicarakan teori-teori yang digunakannya. Kritik yang cenderung menempatkan diri di atas karya seni.

Kritik seni menjadi lipstik untuk karya yang dipuji, dan menjadi comberan untuk karya yang dianggap jelek. Kritik yang masih bermain di tingkat apakah karya yang dibahas bagus atau jelek, dan bukannya lebih berurusan dengan fenomena seni yang dibawa sebuah karya.

Padahal, bagus dan jelek sebuah karya seni bukanlah urusan kritik seni, melainkan urusan pasar. Pasar bisa subyektif di tingkat konsumen, tetapi bisa obyektif di tingkat pembentukan pasar. Kritik seni yang perannya berubah menjadi pendapat konsumen atau pendapat pasar adalah kritik seni yang sebenarnya lebih menjalankan perannya sebagai “promotor seni”.

Bergesernya peran kritik seni menjadi promotor seni sebenarnya berhubungan dengan dekatnya kritik seni atas media massa, bersamaan itu dengan lemahnya peran akademis dan penelitian.

Media massa, terutama karena provokasi media tv, membuat politik jurnalisme kian mendekati dirinya sebagai “jurnalisme gaya hidup” yang menggunakan kecantikan, kekerasan, dan selebriti sebagai performance dan politik pembacaannya. Kesenian yang bermain di lapis bawah cenderung tidak mendapatkan ruang dan kritik, bersaing dengan kesenian dari seniman selebriti.

Karena itu pula medan baca kesenian cenderung kehilangan halaman lain oleh jurnalisme gaya hidup seperti ini, di mana kritik seni lebih menjalankan perannya sebagai promotor seni.

Pendidikan dan tradisi

Pada pihak lain, dunia akademis, baik sastra maupun disiplin seni lainnya, hampir tidak memiliki sumbangan untuk pengembangan wacana seni dewasa ini, kecuali dari ilmu-ilmu komunikasi dan antropologi seni.

Dunia pendidikan juga harus menerima nasibnya seperti media massa, di mana budaya saintis dalam kehidupan kampus kian tergantikan oleh budaya gaya hidup (konsumerisme). Menjadi mahasiswa sama seperti memasuki gaya hidup, siswa dan mahasiswa masuk tv, tv juga masuk ke sekolah dan ke kampus.

Dunia pendidikan seni seperti sibuk dengan urusan birokrasi, proyek pertunjukan, dan soal-soal teknis kesenian. Cenderung melahirkan seniman yang cukup tangguh secara teknis, tetapi basis intelektualnya untuk mencipta cukuplah miskin.

Pendidikan tari paling menderita dalam hal ini karena hanya mahasiswa tarilah yang paling dibebani untuk mewarisi tradisi dibandingkan dengan disiplin seni lain yang lebih memiliki kebebasan untuk mencipta. Tradisi yang umumnya lahir dari sikap “melakoni”, oleh pendidikan hanya diperlakukan sebagai pola-pola teknik dalam metodologi penerapannya. Gaya hidup membuat “salonisasi tradisi” tak terhindarkan berlangsung lewat pendidikan tari.

Tradisi kehilangan kelanjutannya dalam konteks perubahan yang dibawa oleh generasi selanjutnya. Dalam fenomena ini tradisi sebenarnya bukan diwariskan ke generasi di selanjutnya, melainkan ditaklukkan dan diringkus untuk sebuah kemasan gaya hidup.

Ketika politik identitas dibiarkan dikuasai gaya hidup, tradisi pun terancam kehilangan sejarahnya sendiri.

* Afrizal Malna, Penyair
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/05/esai-gaya-hidup-delete-kritik-seni.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito