Selasa, 29 Maret 2011

Naskah Teater Anak: Mata Kucing

Mata Kucing
Karya: Rodli TL
http://sastra-indonesia.com/

Sinopsis
Adalah tentang permainan tardisi yang sering kali dimainkan anak-anak di pelataran pada malam bulan purnama. Awalnya mereka bermain dengan suka ria, namun kemudian salah satu dari mereka ada yang tidak sportif dalam permainan. Sasa lebih memilih tidur daripada mencari teman-temanya yang sedang bersembunyi ketika bermain petak umpet.

Mega, anak perempuan yang paling besar kemudian marah-marah dan mengajak meninggalkan Sasa yang tidur sendirian di pelataran.

Sasa mengigau, dan teman-temanya menganggap ia kesurupan karena ketakutan. Kemudian Uzan, dan Rio menyalahkan Mega. Uzan dan Rio tidak mau bertanggungjawab pada apa yang sedang terjadi pada Sasa. Mereka pun mulai bertengkar saling menyalahkan, lempar batu sembunyi tangan.

Sedang Kiki anak terkecil lebih suka bermain dari pada mempedulikan pertengkaran teman-temanya.

Setting:
Di pelataran rumah kampung pada malam bulan purnama

Tokoh:
1. Mega, anak perempuan yang paling besar. Sedikit terlihat jiwa kepemimpinannya. Pemikiranya agak mulai dewasa.
2. Sasa, anak perempuan yang suka membuat masalah. Seringkali tidak mau sportif dalam permainan.
3. Uzan, anak laki-laki yang sifatnya kadang egois. Ia tidak mau dipersalahkan.
4. Rio, anak laki-laki yang tidak punya pendirian. Selalu ikut apa kata Uzan.
5. Kiki, anak perempuan terkecil yang masih lugu.
***

Anak-anak bermain di pelataran. Mereka bermain “Pung-Pung Balung” kemudian menyusun semua telapak tangan. Masing-masing menggengem tiap jari jempol milik temannya dengan bernyanyi “Pung-Pung Balung”

pung pung balung
bumi merak bumi mancung
mekaro ndok sepiti pyar

Telapak tangan yang paling bawah terbuka di setiap akhir nyanyian. Kemudian mereka melanjutkan nyanyiannya dengan nyanyian “Yek Uyek Ranti”, sambil mengunyek punggung tangan, mereka bernyanyi

Yek-uyek ranti
Ono bebek pinggir kali
Nothol pari sak uli
Ditangisi mrebes mili
Serontang seranting
Ono bajing nyolong gunting
Guntinge mbok petoro
Uleno nang ngabean
Golekno payung abang
Abang-bang seronce
Sedelek ceplis

Pada setiap akhir lagu, salah satu anak mengangkat setiap telapak tangan ke kepala pemiliknya. Dan pada akhirnya masing-masing mengangkat kedua tangan, seakan memanggul keranjang di atas kepala. Salah satu diantara mereka kemudian menanyakan isi keranjang tersebut.

1. Mega: Kalian semua sedang membawa apa?
2. Anak-Anak: Membawa keranjang berisi hewan
3. Mega: Coba turunkan, saya ingin tahu

Anak-anak menurunkan isi keranjang sambil bersuara seakan suara hewan yang ada dalam keranjang. Lalu mereka memainkan menjadi hewan. Kemudian mereka adu kekuatan dengan suara-suara.

4. Uzan : (bersuara menjadi kambing)
5. Kiki : (bersuara menjadi burung)
6. Sasa : (bersuara menjadi kucing)
7. Rio : (bersuara menjadi ayam)
8. Mega : (bersuara menjadi tikus)

Suara hewan-hewan bersahutan seakan di margasatwa. Suaranya menjadi nyanyian. Kadang-kadang merdu. Kadang-kadang menakutkan.

“embek-embek cicit-cuit cicit-cuit meong-meong pethok-pethok cit-cit uwiing”

9. Uzan: Aku berbadan besar. Akulah kambing, merumput pada pematang sawah

10. Kiki : Aku si kecil tapi cantik. Aku terbang, dan hinggap pada pepohonan

11. Sasa : Akulah si manis. namun bertaring. Aku suka makan daging

12. Rio : Akulah si ayam. Suka memakan biji-bijian
13. Mega : Aku si tikus. tapi aku adalah si tikus putih yang cantik dan tidak menjijikkan
14. Heni : Akulah si nyamuk, centil, dan suka menggigit mereka yang malas bersih-bersih
Mereka berlari sambil meneriakkan tentang binatang yang dianggap mengganggu hidupnya.
Burung hinggap dan mematuk-matuk tubuh kambing

15. Fauzan : Aduh, tubuhku sakit. Tubuhku dipathok burung
Tikus mengejar burung

16. Kiki : Takut, aku dikejar-kejar tikus
Kambing menyeruduk kucing

17. Sasa : Waduh bahaya, ada si kambing bertanduk. Ia suka Menyeruduk
Tikus merebut makanan ayam

18. Rio : Dasar si tikus. Selalu saja menggangguku. Ia merebut Makananku
Nyamuk merasa aman. Ia leluasa terbang kesana-kemari

19. Heni : Uwiing, nyamuk tidak takut apapun, karena hidupnya nyamuk pada malam gelap-gulita, nyamuk juga tidak takut pada hantu, uwiiing…

Anak-anak berlarian, mereka seakan dikejar puluhan nyamuk

20. Anak-anak : (bernyanyi)

Banyak nyamuk digigit sakit
Aduh aduh, nyamuknya nakal

Anak-anak berlarian sambil mengibas tangannya, mereka terus bernyanyi sambil melakukan gerakan tari. Lama-lama mereka kelihatan lelah. Pelan-pelan tertidur.

21. Heni : Wah, mereka kok tidur semua ya, kalau begitu nyamuk juga mau tidur. Nyamuknya ngantuk. Nyamuknya tidur, uwiiiing…

Semua tertidur pulas, dengkuran mereka bersahut-sahutan.
Tak lama kemudian Sasa yang memerankan sebagai kucing bangun. Bergerak mengaum.

22. Sasa : Meong, meooong…..

Mega yang menjadi tikus itu bangun dengan ketakutan. Layaknya seekor tikus yang mau diterkam oleh seekor kucing

23. Mega : Mata kucing, mata kucing itu seakan mau menerkamku.

Satu persatu anak-anak terjaga dari tidurnya dengan rasa takut. Pelan-pelan mereka berkumpul bergerak menjauhi si kucing. Mereka bergerak dengan nyanyian.

“mata kucing, mata kucing, seakan menerkamku”

24. Mega : Ayo kita bersembunyi!
25. Anak-anak : Ayo….

Sambil menyuarakan suara binatang, anak-anak bersembunyi, sedang Sasa harus menutup matannya sambil bernyanyi meminta bantuan setan gundul untuk menemukan persembunyian teman-temannya.

26. Sasa : (bernyanyi)

Setan gundul temokno koncoku,
Sing gak koen temokno tak uyoi ndasmu

27. Kiki : Belum (belum menemukan tempat persembunyian)
28. Rio : Aku juga belum, aku masih mencari tempat persembunyian

29. Mega : Cuit
30. Uzan : Cuit

Sasa terus bernyanyi sedang teman-teman lain bercicit-cuit, seperti memainkan musik iringi nyanyian Sasa.

Anak-anak yang bersembunyi terus bercicit-cuit untuk mengeco Sasa. Sedang Sasa bergerak kebingungan sampai ia ketiduran. Suara cicit-cuit terus mencericit. Lama kemudian Sasa berhenti mencari dan kembali tidur.

31. Mega : Sssst, sepertinya ada yang tidak beres.
32. Uzan : Kenapa Mega?
33. Mega : Coba kamu lihat Sasa, si anak kentongan itu. Dia pura-pura tidur, dia tidak mau mencari kita.

34. Kiki : Hi Sasa, tidak boleh nakalan begitu!
35. Rio : Iya, tidak boleh cepat menyerah. kalau nakalan seperti itu permaianan kita tidak seru.

36. Mega : Aku punya ide.
37. Heni : Ide apa itu?
38. Mega : Anak yang nakal, yang tidak sportif dalam permainan kita nakali juga.

39. Uzan : Maksud Mega?
40. Mega : Kita tinggal saja dia, biar dia tidur di sini sendirian, biar digondol setan gundul.

41. Rio : Ya, aku setuju.

Anak-anak mulai meninggalkan arena permainan dengan melantunkan tembang dolanannya.

Setan gundul gondolen Sasa
Setan gundul gondolen Sasa

42. Uzan : Stop, sepertinya kali ini Sasa tidak pura-pura tidur. ia benar-benar tertidur.

43. Kiki : Ya, Sasa kan biasanya penakut. Tapi hari ini dia tidak takut.

44. Rio : Pasti dia tidur sungguhan. Andaikata ia tidur-tiduran, ia pasti bangun dan mengejar kita. Ia pasti takut sendirian.

45. Kiki : Kita klitiki aja dia, pasti ketahuan, apakah dia benar-benar tidur Atau pura-pura!

Mereka berempat jalan mengendap-endap sambil membawa setangkai sapu lidi. Mereka gunakan untuk mengkelitiki telingah Sasa. Sasa terbangun, tapi ia seperti orang yang sedang ngigau. Ia duduk, berdiri dan berjalan sambil mulutnya nggedumbel.

Setan gundul, temokno koncoku
Sing gak koen temokno tak uyoi ndasmu.

Sasa terus berjalan dengan mengucapkan beberapa kalimat setan gundul tersebut.

46. Rio : Wah bahaya, dia kerasukan setan
47. Mega : Maksud kamu keserupan?
48. Kiki : (Menangis karena ketakutan) Sasa kesurupan ya? Mae, mae, aku takut…

Sasa kemudian kembali lagi ke tempat semula dan terus bergumam memanggil-manggil setan gundul.

49. Uzan : Mega, bagaimana ini semua tejadi? Ini semua gara-gara kamu.

50. Rio : Ya, ini gara-gara kamu. Sasa kesurupan dan kiki menangis ketakutan

51. Mega : Apa, gara-gara aku. ini salah Sasa sendiri. Enak-enak main kok dia malah tidur.

52. Uzan : Tapi kenapa kamu ajak kita untuk meninggalkan dia tidur sendiri di sini?

53. Mega : Biar dia kapok. Lagian dia gak sportif. Waktunya jadi dia malah tiduran. Tidak mau mencari. Apa kemudian kita biarkan saja dia, sambil kita menunggu digigiti nyamuk.

54. Rio : Pokoknya, kamu harus bertanggungjawab. Kalau ayahnya marah, aku tidak ikut-ikut

55. Uzan : Ya, kamu sendiri yang salah. Bukan kita.
56. Mega : Hai, kalian nyrocos saja, chicken you are! Pengecut kau!

Mereka terus berdebat. Sedang Kiki terus menangis dan Sasa sudah tidak ngomel lagi. Ia kembali tidur sambil mendengkur.

Uzan dan Rio terus tidak mau kalah. Ia terus menyalahkan Mega. Mereka mengolok-olok mega dengan nyanyian.

57. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokoknya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
58. Mega : (bernyanyi) Hai, hai hai hai…
59. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
60. Mega : (bernyanyi) Hai, chicken chicken you are, Pengecut kau!

Don”t be chicken, jangan jadi pengecut kau!

61. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa”
62. Mega : Stop

Dengan terlihat marah, mega membentak mereka. Spontan nyanyiannya berhenti

63. Mega : Teman, jangan lempar batu sembunyi tangan, ini masalah kita bersama, seharusnya kita hadapi dengan kesatria.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

64. Uzan : Ayahnya datang!

Mereka berlarian mengisis ruang kosong dan saling bertabrakan. Mereka mengadu kesakitan

65. Mega : Rasakan kalian pengecut. Itu adalah batunya orang yang lempar sembunyi tangan.
Sasa tiba-tiba terbangun dan menceritakan mimpinya.

66. Sasa : Aku tadi tidur ya? Aku bermimpi bertemu dengan setan gundul. Setan gundul itu lucu sekali. (mengamati temannya yang kesakitan) Kenapa kalian mengerang kesakitan? Jatuh karena lari ya. Kenapa, takut sama setan gundul. Setan gundul alias tuyul itu imut, lucu.

67. Uzan : Hai, kucing, ini semua gara-gara kamu. Kamu merasa bersalah tidak ?

68. Sasa : Apa salah saya?
69. Rio : Hai, kamu tadi tidur apa kesurupan?
70. Sasa : Yang jalas aku bermimpi bertemu dengan setan gundul yang imut.

71. Uzan : Kamu sekarang sudah sadar belum? Jangan-jangan masih mengigau

72. Mega : Ayo kita jiwiti dia
Mereka bersama-sama menjiwit Sasa. Sasa mengerang kesakitan

73. Mega : Ternyata dia sudah sadar. Tidak ngigau lagi
74. Rio : Jangan-jangan dia masih kesurupan

Tiba-tiba Sasa menangis karena kesakitan

75. Kiki : Hayo hayo si Sasa menangis

Sasa mengerang menangis kesakitan. Mereka berdebat saling menyalahkan lagi.

76. Uzan dan Rio : Aduh, Mega lagi Mega lagi
77. Rio : Mega, kenapa kau selalu membuat ulah.
78. Uzan : Ya, tangan kamu banyak setannya. Selalu membuat masalah.

79. Mega : Hai, dasar kalian otak keyong, kenapa kalian selalu menyalahkan aku?

80. Rio : Siapa lagi kalau bukan kamu
81. Mega : Apa yang mencubit sasa tadi tangan saya sendiri?
82. Ucan : Tapi, kamu yang mengajak kan?
83. Mega : Dan kalian ikut kan?

Mereka kaembali berdebat sambil bernyanyi

84. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokoknya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
85. Mega : (bernyanyi) Hai, hai hai hai……
86. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
87. Mega : (bernyanyi) Hai, chicken chicken you are, Pengecut kau

Don”t be chicken, jangan pengecut kau

88. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
89. Mega : Stop, berhentiii! Aku muak dengan kepengecutan kalian!
90. Kiki : (berdiri) Kenapa orang besar sukanya bertengkar. Selalu

saja beranggapan dia yang paling benar. Kapan waktunya untuk bermain, bersendah-gurau

91. Uzan : Kiki, diam sebentar!
92. Kiki : Aku tidak suka pertengkaran
93. Uzan : Hai hai hai, sekali lagi diam!
94. Kiki : Apa semua masalah harus diselesaikan dengan pertengkaran?
95. Rio : Kiki, diam, jangan banyak bicara!
96. Mega : Hai teman, dia punya hak untuk bicara
97. Uzan : Tapi dia masih kecil
98. Mega : Apa kalian sudah besar?
99. Rio : Tapi paling tidak kita lebih besar darinya.
100. Mega : Tetapi bisa jadi dia lebih pantas bicara dari pada kalian.

Kiki bergerak menjauh dari perdebatan. Ia mencari tempat untuk menyendiri. Dan bernyanyi sendiri.

101. Kiki : (bernyanyi)
pung pung balung
bumi merak bumi mancung
mekaro ndok sepiti pyar

Sasa kemudian datang menghampirinya.

102. Sasa : Kiki, kenapa kamu bermain sendirian?
103. Kiki : Aku tidak suka pertengkaran
104. Sasa : Oh, jadi kamu bermain sendiri, karena yang lain pada suka
bertengkar. Kenapa mereka bertengkar?
105. Kiki : Ini gara-gara kamu.
106. Sasa : Ha, gara-gara aku, apa ya salah aku?(bingung) mereka
bertengkar gara-gara aku. Kiki, aku jadi bingung. Kiki,
apa salah aku?
107. Kiki : Cari sendiri!
108. Sasa : Ayo dong kiki, apa salah aku?
109. Kiki : Orang baik itu tahu kesalahan dan kekurangannya sendiri.
Lalu ia berusaha memperbaikinya.

Bertemu kembali dan meneruskan perdebatan

110. Mega : Sekarang ayo kita akhiri perdebatan kita.
111. Uzan : Tidak mau sebelum kamu mengaku bersalah
112. Mega : Apa, aku yang salah. Justru kalian yang bersalah
113. Rio : Hai hai hai… yang tadi mengajak untuk meninggalkan
Sasa itu siapa?
114. Mega : Kalian juga mendukung kan?
115. Uzan : Yang tadi mengajak untuk menjiwit Sasa siapa?
116. Mega : Kalian juga mendukung kan, ayo, masih menyalahkan
orang lain, masih tidak merasa bersalah, tetap lempar batu
sembunyi tangan!?
Mereka terus berdebat. Saling menyalahkan dan tidak mau saling mengakui kesalahannya.

117. Sasa : Oh oh oh… sekarang aku tahu kesalahanku. Ini semua gara-gara aku. aku tidak sportif dalam permainan. Satu keselahan kecil, akan menciptakan kesalahan-kesalahan yang lebih besar. Aku baru sadar, perbuatan yang tidak baik itu pasti membuat orang lain menjadi menderita.

Sasa kemudian berlarian meminta maaf pada teman-temannya.

118. Sasa : Minta maaf, minta maaf, minta maaf ya, aku minta
maaf….
119. Uzan : Hai diam. Kenapa kau berteriak-teriak?
120. Sasa : Minta maaf!
121. Rio : Kenapa meminta maaf?
122. Sasa : Aku bersalah
123. Uzan : Lihat Mega, Sasa saja mau minta maaf, lalu kamu
bagaimana? Kamu mau meminta maaf tidak?
124. Mega : Kamu sendiri bagaimana?
125. Uzan : Aku tidak bersalah, kenapa harus minta maaf
126. Rio : Ya, kita tidak bersalah, kita tidak perlu minta maaf
127. Mega : Dasar kepala batu, maunya yang paling benar.
128. Sasa : Orang-orang yang merasa dirinya sudah besar, mereka
selalu dirinya yang paling benar, padahal padahal mereka
adalah…… (berlari menggandeng tangan Kiki) Kiki Kiki
ayo kita bermain…

Sasa dan Kiki kembali bermain pung-pung balung. Sedang yang lain masih bertengkar, tidak mau damai. Kiki dan Sasa terus asyik bernyanyi. Mereka melanjutkan dengan nyanyian yek-uyrk ranti. Bergerak megal-megol seperti bebek.

TAMAT
Lamongan, Januari 2008
Sumber: http://sangbala01.blogspot.com/2010/11/naskah-teater-anak-mata-kucing_28.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito