Rabu, 05 Januari 2011

SASTRA SEBAGAI PENDIDIKAN JIWA (bagian III)

Puji Santosa
http://pujagita.blogspot.com/

Pendidikan jiwa sebagai hak asasi manusia yang mendasar merupakan alat pemberdaya kemampuan dan sebagai jalan utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat melalui jalur pendidikan nonformal dan informal. Hal itu sesungguhnya merupakan langkah penting bagi pembangunan kualitas sebuah bangsa yang bermartabat dan berkarakter sehingga tidak tercerabut dari akar tradisi dan budayanya. Dengan cara seperti itu lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansinya dengan kepentingan negara dan karakteristik peserta didik serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan visi dan misinya yang berbasis kompetensi sehingga menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan umat manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, akademik, seni yang dominan nilai estetikanya, pengembangan kepribadian bangsa Indonesia yang kuat, sehat, cerdas, kompetitif, bermartabat, dan berakhlak mulia.

Salah satu konsep pendidikan jiwa melalui karya sastra dikemukakan oleh Sri Mangkunegara IV, sastrawan pujangga dan negarawanl bijak pada abad XIX, melalui beberapa karya yang ditulisnya, yaitu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama. Sri Mangkunegara IV adalah seorang pujangga istana dan sekaligus juga seorang raja di Jawa yang boleh dikatakan sebagai “sabda pandita ratu”, sabda pendeta raja, artinya ucapan atau kata-kata raja itu sekaligus berisi ajaran tentang hal-hal duniawi dan sekaligus hal-hal yang bersifat surgawi. Raja berhak mengatur tata kehidupan rakyatnya yang bersifat duniawi, yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan di dunia seperti pendidikan, kemasyarakatan, keprajuritan, pertanian, hukum, dan perkawinan. Sementara itu, pendeta hanya berhak mengatur tata cara kehidupan yang bersifat rohani, religiusitas, atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah surgawi. Namun, apabila ada seorang pendeta dan sekaligus raja, maka dia berhak mengatur tata kehidupan masyarakat tentang masalah duniawi dan sekaligus surgawi. Hal inilah yang tercermin pada diri raja-raja Jawa, termasuk Sri Mangkunegara IV, sebagai seorang pandita ratu atau satria pinandita, ksatria sekaligus pendeta atau dengan idiom Islam yang digunakan sebagai kalifatullah sayidin panatagama.

Tiga buah karya Sri Mangkunegara IV, yaitu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama, sudah sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan tata ekosistem nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa. Dalam khazanah sastra masyarakat Jawa, karya sastra ini termasuk kategori edipeni dan adiluhung yang ditulis dalam bentuk tembang atau puisi, selain dikenal teks-teks sastra yang bersifat naratif dengan bertumpu pada penceritaan seorang tokoh atau suatu kisah tertentu dalam bentuk babad atau gancaran, dikenal pula teks-teks puitik yang berisi didaktik dan moralistik atau etika. Teks-teks seperti inilah yang disebut dengan sastra piwulang atau sastra wejangan, yakni sebuah karya sastra yang berisi ajaran tentang pendidikan jiwa, tentang ilmu lahir dan batin untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia hingga akhirat. Ciri khas jenis sastra seperti ini diwarnai oleh diskripsi tentang tata tingkah laku pergaulan hidup sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara, beragama, dan berbudaya.

Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama sebagai teks sastra piwulang atau sastra wejangan pun merupakan teks yang memberikan tuntunan ilmu keutamaan lahir dan batin, yakni ilmu pengetahuan yang berisi pendidikan jiwa untuk membangun kehidupan moral, budi pekerti luhur, berakhlak mulia, dan kesempurnaan hidup di dunia hingga akhirat dengan teladan-teladan utama dari tokoh-tokoh yang berpengaruh, baik dari dunia sejarah kehidupan manusia maupun tokoh dalam dunia pewayangan.

Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama karya Mangkunegara IV sebagai sastra piwulang telah menyapa pembacanya dengan cakupan yang luas, baik dari dimensi ruang maupun dimensi waktunya. Ruangnya pun tidak terbatas meliputi seluruh tanah Jawa, dan juga Nusantara, bahkan sampai ke negeri Suriname di Amerika Latin dan negeri Belanda di daratan Eropa. Waktunya pun membentang cukup panjang dari abad XIX, diperkirakan diciptakan semasa pemerintahan Sri Mangkunegara IV antara tahun 1853–1881, hingga abad XXI sekarang ini. Dalam perjalanan ruang dan waktu yang panjang itu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama telah mampu begitu dalam menyentuh alam estetika dan etika manusia Jawa. Keberadaannya pun telah lama diselamatkan oleh rasa cinta dan kehauasan masyarakat pemiliknya, yakni manusia Jawa, terhadap tuntunan ilmu keutamaan yang menjanjikan ajaran tentang hidup dan kehidupan untuk tingkah laku yang mulia, beradab, dan bermartabat.

Sesuai dengan namanya, judul buku menyiratkan keseluruhan isi, Wedhatama berisi ilmu pengetahuan atau ajaran keutamaan tentang perilaku kehidupan manusia di dunia. Atas dasar isinya inilah Wedhatama dikategorikan sebagai sastra piwulang atau sastra wejangan tentang etika atau moral hidup. Ir. Sri Muljono (1979:57) mengkategorikan Wedhatama sebagai sastra suluk atau sastra tasawuf, karena di dalam karya itu terdapat ajaran tentang kesempurnaan hidup, mirip dengan karya-karya para sufi, seperti adanya tataran sembah raga, sembah cipta, sembah rasa, dan sembah kalbu. Bahkan karya ini telah dibuat bahan disertasi oleh Mohammad Ardani dari Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah (1995) dengan judul: Al-Quran dan Sufisme Mangkunegara IV: Sutdi Serat-Serat Piwulang (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf).
Piwulang dalam Wedhatama memumpunkan ajaran tentang etika dan etiket hidup. Ajaran tentang etika, misalnya, seseorang harus berjiwa bersih, sepi ing pamrih, tidak sombong dan congkak, harus dapat tenggang rasa, suka memberi maaf kepada orang lain, rela, tawakal, sabar, jujur, dan menghormati pendapat orang lain. Sementara itu, ajaran tentang etiket, misalnya, seseorang harus dapat bersikap sopan, santun, pandai menyesuikan diri, mampu membaca pikiran orang lain agar tidak mengecewakan dalam setiap pertemuan.

Selain piwulang tentang etika dan etiket, Wedhatama juga berisi ajaran tentang kesempurnaan hidup melalui jalan melakukan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cara melakukan kebaktian kepada Tuhan itu dapat melalui empat tataran sembah, yakni sembah raga, sembah cipta, sembah rasa, dan sembah kalbu. Ir. Sri Mulyono (1979:59) memadankan keempat sembah dalam Wedhatama itu sama atau mirif dengan ajaran yang terdapat dalam tasawuf tentang syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.

Wirawiyata adalah karya Mangkunegara IV yang penerbitan pertamanya bersamaan dengan Tripama, yaitu pada tahun 1927 oleh pihak Mangkunegaran sendiri. Setelah itu, Wirawiyata sering diterbitkan ulang oleh penerbit-penerbit swasta di Jawa, baik masih dalam bentuk aslinya menggunakan aksara Jawa maupun sudah ditranskripsi dalam bentuk tulisan Latin. Secara estetis Wirawiyata ditulis dalam bentuk tembang macapat yang terdiri atas 56 bait, terbagi dalam dua pupuh, yaitu (1) Sinom 42 bait, dan (2) Pangkur 14 bait. Karya tulis ini selesai pembuatannya pada hari Kamis, tanggal 1 Sakban, tahun Ehe, 1788 Jawa atau 1860 Masehi. Pembuatan Wirawiyata ini bertepatan dengan tiga tahun setelah beliau diresmikan sebagai Sri Mangkunegara IV.

Sesuai dengan judul naskah ini, Wirawiyata, kata wira artinya ‘seorang lelaki perwira’ atau ‘prajurit yang pemberani’, dan kata wiyata berarti ‘piwulang’ atau ‘ajaran’. Jadi, wirawiyata artinya ‘ajaran tentang keprajuritan’ atau ‘wejangan buat para prajurit’. Sri Mangkunegara IV ingin memiliki Korps Legioen Mangkoenegaran yang ada di bawah pimpinannya harus berbeda dari sebelumnya. Oleh karena itu, dibuatlah ajaran tentang keprajuritan ini dalam bentuk tembang macapat yang dapat digunakan sebagai doktrin keprajuritan Mangkunegaran.

Terekspresikan dalam dua pupuh, Sinom dan Pangkur, doktrin ajaran keprajuritan itu menyangkut: janji prajurit yang harus dipegang teguh dan kedisiplinan sebagai prajurit yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang prajurit harus memiliki rasa ketaatan kepada atasan, ketakwaan kepada Tuhan, ketidaksombongan, dan ketidaksewenangan dalam melaksanakan tugas sebagai prajurit Mangkunegaran.

Seorang prajurit yang baik harus dapat menepati janji seperti yang diucapkan waktu pelantikan. Janji itu harus dipegang teguh selama dia menjadi prajurit untuk membela negara dan bangsa. Ingkar akan janji prajurit akan membawa malapetaka, baik bagi diri sendiri yang menderita lahir batin maupun bagi bangsa dan negara yang dapat menimbulkan rasa malu orang tua, kesengsaraan dan penderitaan bangsa dan negara.

Kedisiplinan seorang prajurit perlu dilakukan dengan tepat dan tegas. Seorang prajurit harus dapat mentaati peraturan yang ada, harus disiplin waktu, disiplin kerja, dan disiplin dalam menjalankan tugas. Pelanggaran terhadap disiplin itu akan mengakibatkan jatuhnya sangsi terhadap prajurit, desersi, indisipliner, dan hukuman dari komandannya. Sebaliknya, apabila seorang prajurit dapat melaksanakan disiplin itu dengan baik, menyelesaikan tugas tepat waktu, tidak mbalela, seorang prajurit akan cepat naik pangkat, dan memperoleh penghargaan sesuai dengan jasanya dan pengorbannya.

Ketaatan seorang prajurit kepada atasan, komandan atau panglima, merupakan bakti yang harus dilaksanakan. Atasan prajurit, dalam hal ini komandan atau panglima perang mereka, merupakan koordinator pengendali stabilitas kesatuan dan persatuan prajurit, serta pemegang komando tugas operasional lapangan. Komandan atau panglima dalam hal keprajuritan adalah wakil raja sebagai panutan dan penuntun dalam melaksanakan tugas keprajuritan. Oleh karena itu, prajurit harus taat kepada atasan dan tidak boleh bertindak sendiri-sendiri. Apabila mereka tidak taat kepada atasan, kesatuan prajurit mudah dipecah belah, mudah diadu domba, dan mudah hancur bercerai berai atau kocar-kacir.

Tidak sepantasnya dan tidak pada tempatnya apabila seorang prajurit memikirkan hal kematian dalam peperangan. Tugas prajurit untuk berperang harus diartikan sebagai tugas membela negara dan bangsa,semata menjalankan perintah raja. Raja dalam hal ini dianggap sebagai kalifatullah, wakil Tuhan di dunia, sehingga perintah atau titahnya harus diartikan sebagai perintah atau titah Tuhan. Hidup dan mati seseorang itu berdasarkan ketentuan Tuhan.

Sifat sombong atau takabur harus dihindari oleh seorang prajurit karena bertentangan dengan sumpah atau janji yang telah diucapkan. Sombong atau takabur merupakan sifat yang tercela, tidak terpuji, dan dapat mencemarkan nama korps dan negara. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah apabila seorang prajurit harus dapat menghindari sifat sombong, takabur, congkak, dan berbangga diri apa pun pangkat yang dimilikinya.

Persoalan bunuh-membunuh dalam peperangan itu suatu perbuatan yang wajar dalam keprajuritan. Namun, sebagai seorang prajurit yang baik harus tahu diri kapan dan di mana ia harus membunuh musuhnya. Apabila seorang musuh itu telah menyerahkan diri, mengakui kesalahan dan kekalahannya, maka seorang prajurit tidak diperkenankan membunuh musuhnya yang telah menyerahkan diri. Musuh itu harus diperlakukan secara baik, tidak boleh disiksa, dan tidak boleh ditindak sewenang-wenang tanpa perikemanusiaan.

Dalam pupuh Pangkur disebut tentang tata cara atau pedoman bagi seorang senapati atau panglima dalam memilih para prajurit yang baik. Seorang prajurit yang dipilih haruslah seorang pemuda, berasal dari keluarga yang bermental baik, pribumi atau penduduk asli, tidak cacat, badan sehat, tegap, dan kokoh, serta berbakat sebagai prajurit. Tentang perilakunya pun juga harus yang baik-baik dan tidak suka berfoya-foya, artinya hekmat dan bersahaja.

Demikian kurang lebih konsep pendidikan jiwa yang tertuang dalam beberapa karya Sri Mangkunegara IV yang dapat kita jadikan pedoman dalam mentunkan arah kebijaksanaan hidup.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito