Puji Santosa
http://pujagita.blogspot.com/
Pendidikan jiwa sebagai hak asasi manusia yang mendasar merupakan alat pemberdaya kemampuan dan sebagai jalan utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat melalui jalur pendidikan nonformal dan informal. Hal itu sesungguhnya merupakan langkah penting bagi pembangunan kualitas sebuah bangsa yang bermartabat dan berkarakter sehingga tidak tercerabut dari akar tradisi dan budayanya. Dengan cara seperti itu lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansinya dengan kepentingan negara dan karakteristik peserta didik serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan visi dan misinya yang berbasis kompetensi sehingga menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan umat manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, akademik, seni yang dominan nilai estetikanya, pengembangan kepribadian bangsa Indonesia yang kuat, sehat, cerdas, kompetitif, bermartabat, dan berakhlak mulia.
Salah satu konsep pendidikan jiwa melalui karya sastra dikemukakan oleh Sri Mangkunegara IV, sastrawan pujangga dan negarawanl bijak pada abad XIX, melalui beberapa karya yang ditulisnya, yaitu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama. Sri Mangkunegara IV adalah seorang pujangga istana dan sekaligus juga seorang raja di Jawa yang boleh dikatakan sebagai “sabda pandita ratu”, sabda pendeta raja, artinya ucapan atau kata-kata raja itu sekaligus berisi ajaran tentang hal-hal duniawi dan sekaligus hal-hal yang bersifat surgawi. Raja berhak mengatur tata kehidupan rakyatnya yang bersifat duniawi, yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan di dunia seperti pendidikan, kemasyarakatan, keprajuritan, pertanian, hukum, dan perkawinan. Sementara itu, pendeta hanya berhak mengatur tata cara kehidupan yang bersifat rohani, religiusitas, atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah surgawi. Namun, apabila ada seorang pendeta dan sekaligus raja, maka dia berhak mengatur tata kehidupan masyarakat tentang masalah duniawi dan sekaligus surgawi. Hal inilah yang tercermin pada diri raja-raja Jawa, termasuk Sri Mangkunegara IV, sebagai seorang pandita ratu atau satria pinandita, ksatria sekaligus pendeta atau dengan idiom Islam yang digunakan sebagai kalifatullah sayidin panatagama.
Tiga buah karya Sri Mangkunegara IV, yaitu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama, sudah sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan tata ekosistem nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa. Dalam khazanah sastra masyarakat Jawa, karya sastra ini termasuk kategori edipeni dan adiluhung yang ditulis dalam bentuk tembang atau puisi, selain dikenal teks-teks sastra yang bersifat naratif dengan bertumpu pada penceritaan seorang tokoh atau suatu kisah tertentu dalam bentuk babad atau gancaran, dikenal pula teks-teks puitik yang berisi didaktik dan moralistik atau etika. Teks-teks seperti inilah yang disebut dengan sastra piwulang atau sastra wejangan, yakni sebuah karya sastra yang berisi ajaran tentang pendidikan jiwa, tentang ilmu lahir dan batin untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia hingga akhirat. Ciri khas jenis sastra seperti ini diwarnai oleh diskripsi tentang tata tingkah laku pergaulan hidup sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara, beragama, dan berbudaya.
Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama sebagai teks sastra piwulang atau sastra wejangan pun merupakan teks yang memberikan tuntunan ilmu keutamaan lahir dan batin, yakni ilmu pengetahuan yang berisi pendidikan jiwa untuk membangun kehidupan moral, budi pekerti luhur, berakhlak mulia, dan kesempurnaan hidup di dunia hingga akhirat dengan teladan-teladan utama dari tokoh-tokoh yang berpengaruh, baik dari dunia sejarah kehidupan manusia maupun tokoh dalam dunia pewayangan.
Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama karya Mangkunegara IV sebagai sastra piwulang telah menyapa pembacanya dengan cakupan yang luas, baik dari dimensi ruang maupun dimensi waktunya. Ruangnya pun tidak terbatas meliputi seluruh tanah Jawa, dan juga Nusantara, bahkan sampai ke negeri Suriname di Amerika Latin dan negeri Belanda di daratan Eropa. Waktunya pun membentang cukup panjang dari abad XIX, diperkirakan diciptakan semasa pemerintahan Sri Mangkunegara IV antara tahun 1853–1881, hingga abad XXI sekarang ini. Dalam perjalanan ruang dan waktu yang panjang itu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama telah mampu begitu dalam menyentuh alam estetika dan etika manusia Jawa. Keberadaannya pun telah lama diselamatkan oleh rasa cinta dan kehauasan masyarakat pemiliknya, yakni manusia Jawa, terhadap tuntunan ilmu keutamaan yang menjanjikan ajaran tentang hidup dan kehidupan untuk tingkah laku yang mulia, beradab, dan bermartabat.
Sesuai dengan namanya, judul buku menyiratkan keseluruhan isi, Wedhatama berisi ilmu pengetahuan atau ajaran keutamaan tentang perilaku kehidupan manusia di dunia. Atas dasar isinya inilah Wedhatama dikategorikan sebagai sastra piwulang atau sastra wejangan tentang etika atau moral hidup. Ir. Sri Muljono (1979:57) mengkategorikan Wedhatama sebagai sastra suluk atau sastra tasawuf, karena di dalam karya itu terdapat ajaran tentang kesempurnaan hidup, mirip dengan karya-karya para sufi, seperti adanya tataran sembah raga, sembah cipta, sembah rasa, dan sembah kalbu. Bahkan karya ini telah dibuat bahan disertasi oleh Mohammad Ardani dari Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah (1995) dengan judul: Al-Quran dan Sufisme Mangkunegara IV: Sutdi Serat-Serat Piwulang (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf).
Piwulang dalam Wedhatama memumpunkan ajaran tentang etika dan etiket hidup. Ajaran tentang etika, misalnya, seseorang harus berjiwa bersih, sepi ing pamrih, tidak sombong dan congkak, harus dapat tenggang rasa, suka memberi maaf kepada orang lain, rela, tawakal, sabar, jujur, dan menghormati pendapat orang lain. Sementara itu, ajaran tentang etiket, misalnya, seseorang harus dapat bersikap sopan, santun, pandai menyesuikan diri, mampu membaca pikiran orang lain agar tidak mengecewakan dalam setiap pertemuan.
Selain piwulang tentang etika dan etiket, Wedhatama juga berisi ajaran tentang kesempurnaan hidup melalui jalan melakukan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cara melakukan kebaktian kepada Tuhan itu dapat melalui empat tataran sembah, yakni sembah raga, sembah cipta, sembah rasa, dan sembah kalbu. Ir. Sri Mulyono (1979:59) memadankan keempat sembah dalam Wedhatama itu sama atau mirif dengan ajaran yang terdapat dalam tasawuf tentang syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
Wirawiyata adalah karya Mangkunegara IV yang penerbitan pertamanya bersamaan dengan Tripama, yaitu pada tahun 1927 oleh pihak Mangkunegaran sendiri. Setelah itu, Wirawiyata sering diterbitkan ulang oleh penerbit-penerbit swasta di Jawa, baik masih dalam bentuk aslinya menggunakan aksara Jawa maupun sudah ditranskripsi dalam bentuk tulisan Latin. Secara estetis Wirawiyata ditulis dalam bentuk tembang macapat yang terdiri atas 56 bait, terbagi dalam dua pupuh, yaitu (1) Sinom 42 bait, dan (2) Pangkur 14 bait. Karya tulis ini selesai pembuatannya pada hari Kamis, tanggal 1 Sakban, tahun Ehe, 1788 Jawa atau 1860 Masehi. Pembuatan Wirawiyata ini bertepatan dengan tiga tahun setelah beliau diresmikan sebagai Sri Mangkunegara IV.
Sesuai dengan judul naskah ini, Wirawiyata, kata wira artinya ‘seorang lelaki perwira’ atau ‘prajurit yang pemberani’, dan kata wiyata berarti ‘piwulang’ atau ‘ajaran’. Jadi, wirawiyata artinya ‘ajaran tentang keprajuritan’ atau ‘wejangan buat para prajurit’. Sri Mangkunegara IV ingin memiliki Korps Legioen Mangkoenegaran yang ada di bawah pimpinannya harus berbeda dari sebelumnya. Oleh karena itu, dibuatlah ajaran tentang keprajuritan ini dalam bentuk tembang macapat yang dapat digunakan sebagai doktrin keprajuritan Mangkunegaran.
Terekspresikan dalam dua pupuh, Sinom dan Pangkur, doktrin ajaran keprajuritan itu menyangkut: janji prajurit yang harus dipegang teguh dan kedisiplinan sebagai prajurit yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang prajurit harus memiliki rasa ketaatan kepada atasan, ketakwaan kepada Tuhan, ketidaksombongan, dan ketidaksewenangan dalam melaksanakan tugas sebagai prajurit Mangkunegaran.
Seorang prajurit yang baik harus dapat menepati janji seperti yang diucapkan waktu pelantikan. Janji itu harus dipegang teguh selama dia menjadi prajurit untuk membela negara dan bangsa. Ingkar akan janji prajurit akan membawa malapetaka, baik bagi diri sendiri yang menderita lahir batin maupun bagi bangsa dan negara yang dapat menimbulkan rasa malu orang tua, kesengsaraan dan penderitaan bangsa dan negara.
Kedisiplinan seorang prajurit perlu dilakukan dengan tepat dan tegas. Seorang prajurit harus dapat mentaati peraturan yang ada, harus disiplin waktu, disiplin kerja, dan disiplin dalam menjalankan tugas. Pelanggaran terhadap disiplin itu akan mengakibatkan jatuhnya sangsi terhadap prajurit, desersi, indisipliner, dan hukuman dari komandannya. Sebaliknya, apabila seorang prajurit dapat melaksanakan disiplin itu dengan baik, menyelesaikan tugas tepat waktu, tidak mbalela, seorang prajurit akan cepat naik pangkat, dan memperoleh penghargaan sesuai dengan jasanya dan pengorbannya.
Ketaatan seorang prajurit kepada atasan, komandan atau panglima, merupakan bakti yang harus dilaksanakan. Atasan prajurit, dalam hal ini komandan atau panglima perang mereka, merupakan koordinator pengendali stabilitas kesatuan dan persatuan prajurit, serta pemegang komando tugas operasional lapangan. Komandan atau panglima dalam hal keprajuritan adalah wakil raja sebagai panutan dan penuntun dalam melaksanakan tugas keprajuritan. Oleh karena itu, prajurit harus taat kepada atasan dan tidak boleh bertindak sendiri-sendiri. Apabila mereka tidak taat kepada atasan, kesatuan prajurit mudah dipecah belah, mudah diadu domba, dan mudah hancur bercerai berai atau kocar-kacir.
Tidak sepantasnya dan tidak pada tempatnya apabila seorang prajurit memikirkan hal kematian dalam peperangan. Tugas prajurit untuk berperang harus diartikan sebagai tugas membela negara dan bangsa,semata menjalankan perintah raja. Raja dalam hal ini dianggap sebagai kalifatullah, wakil Tuhan di dunia, sehingga perintah atau titahnya harus diartikan sebagai perintah atau titah Tuhan. Hidup dan mati seseorang itu berdasarkan ketentuan Tuhan.
Sifat sombong atau takabur harus dihindari oleh seorang prajurit karena bertentangan dengan sumpah atau janji yang telah diucapkan. Sombong atau takabur merupakan sifat yang tercela, tidak terpuji, dan dapat mencemarkan nama korps dan negara. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah apabila seorang prajurit harus dapat menghindari sifat sombong, takabur, congkak, dan berbangga diri apa pun pangkat yang dimilikinya.
Persoalan bunuh-membunuh dalam peperangan itu suatu perbuatan yang wajar dalam keprajuritan. Namun, sebagai seorang prajurit yang baik harus tahu diri kapan dan di mana ia harus membunuh musuhnya. Apabila seorang musuh itu telah menyerahkan diri, mengakui kesalahan dan kekalahannya, maka seorang prajurit tidak diperkenankan membunuh musuhnya yang telah menyerahkan diri. Musuh itu harus diperlakukan secara baik, tidak boleh disiksa, dan tidak boleh ditindak sewenang-wenang tanpa perikemanusiaan.
Dalam pupuh Pangkur disebut tentang tata cara atau pedoman bagi seorang senapati atau panglima dalam memilih para prajurit yang baik. Seorang prajurit yang dipilih haruslah seorang pemuda, berasal dari keluarga yang bermental baik, pribumi atau penduduk asli, tidak cacat, badan sehat, tegap, dan kokoh, serta berbakat sebagai prajurit. Tentang perilakunya pun juga harus yang baik-baik dan tidak suka berfoya-foya, artinya hekmat dan bersahaja.
Demikian kurang lebih konsep pendidikan jiwa yang tertuang dalam beberapa karya Sri Mangkunegara IV yang dapat kita jadikan pedoman dalam mentunkan arah kebijaksanaan hidup.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar