Wina Bojonegoro
http://sastra-bojonegoro.blogspot.com/
Stasiun Pasar Turi selalu penuh sesak di malam hari. Lalu lalang manusia, bagai aliran sungai yang tak kenal henti, berbaur aneka kepentingan, bau badan, penjual koran, kuli angkut dan tak lupa calo. Beberapa menit lagi kereta Argo Bromo akan membawaku pulang ke Jakarta, pada rutinitas kehidupan yang sesungguhnya. Baru saja melangkahi peron, pengumuman sudah berkumandang, kereta telah siap di jalur satu. Tapi aku belumlah selesai. Perempuan ini aku tenteng kemari agar aku sempat bicara, semalam dan sepagian, bahkan sesiangan ini aku terlalu asyik mendengarkannya hingga tak ada waktuku bicara. Kini saatnya.
Kami duduk bersisihan di ruang tunggu dalam, sekali lagi kuamati profilnya dari samping. Dia wanita yang lelah, tetapi memiliki keteguhan dan kemampuan menguasai diri yang besar, nyalinya juga. Memanggil tukang koran saja dia hanya perlu bersiul. Merasa kuamati dia menoleh, tersenyum manis, melanjutkan keasyikan pada halaman koran sore. Didepan umum sama sekali ia tak berusaha menampakkan gaya penghibur, benar-benar profesional. Perempuan ini dikirim petugas receptionis hotel untuk memenuhi hasrat kelelakianku.
***
Mau minum , sapaku kemarin malam.
“Saya hanya minum sari buah”, jawabnya. Seraya memainkan bibirnya supaya nampak seksi. Aku menyodorkan segelas jus buah dari minibar. Dia menyilangkan kakinya, hingga nampak separuh pahanya yang padat.
Sudah lama terjun?
“Maksud Mas, melacur? Sudah hampir 2 tahun, bulan depan tanggal 11 tepatnya”.
Hahaha… ini baru menarik! Biasanya gadis-gadis penjual diri mengaku pendatang baru, meski sudah bertahun-tahun bergerilya.
Tekanan ekonomi? Tanyaku lagi
“Oh tidak. Saya melakukan dengan sadar. Menjadi pelacur adalah sebuah pilihan hidup. Mengapa Mas bertanya?”
Hanya ingin tahu. Broken home barangkali?
Wanita bertetek besar itu menerawang, matanya berputar-putar, melirikku dengan profesional.
“Mengapa aku harus berkata jujur pada sampeyan? Kalau kukatakan aku melacurkan diri karena tekanan ekonomi, apakah sampeyan mau menambahkan tips untuk saya? Atau jika karena broken home, apakah sampeyan bisa membiayai konsultasi psikiater dan menyediakan rumah singgah bagi para pelacur tanpa germo seperti saya? Sampeyan, seperti halnya para pemakai lainnya, tak akan mampu berbuat apa-apa untuk kami karena kalian menikmati keberadaan kami. Dan kenapa saya menjual diri? Alasan itu sungguh beragam. Tergantung dengan siapa saya berhadapan dan untuk kepentingan apa. Kalau sampeyan wartawan, saya akan mengakui alasan yang paling klasik, kemiskinan. Tapi mengapa sampeyan peduli?
Pelacuran ada dimana-mana dalam seluruh strata kehidupan. Dalam strata paling rendah terjadi di stasiun Wonokromo, di rumah-rumah gubug dengan bayaran hanya 10 ribu rupiah. Dalam Strata akademis ada dosen dengan mahasiswi, sesama mahasiwa di rumah kos mereka, atau sesama mahasiswa S2 yang mengerjakan tugas dalam sebuah kamar hotel berbintang. Ada teman kantor yang bobok siang atau tugas luar kota seperti sampeyan ini”.
Mereka, seperti sesama mahasiswa itu melakukan dengan cinta. Itu bukan prostitusi, kataku
“Prostitusi dan perzinahan adalah bagaikan dua sisi mata uang”, balasnya dingin. “Kasihan sekali jika setiap perzinahan selalu mengatasnamakan cinta. Tidakkah mereka malu berkata itu? Mengotori cinta yang agung dengan cairan jorok. Ada suami yang mengaku terpelajar tapi menggadisi perawan dengan dalih cinta. Ada sahabat yang tidur bersama dengan dalih cinta. Lalu kenapa aku melacur? Ini adalah karena cinta!
Haha! Cinta??
Aku begitu mencintai suamiku, sangat mencintainya. Dia memungutku dari kesepian yang hampa dan keterasingan. Dia menawarkan aku mimpi yang dimiliki seluruh perempuan, menikah dan punya anak! Aku bermimpi punya 5 anak, supaya hidupku meriah. Tapi aku perempuan baki. 6 tahun perkawinanku sia-sia.
Aku bukan perempuan beruntung!
Sekalipun kata simbah kelahiranku adalah tanggal tertinggi menurut almanak Jawa. Dalam pawukon, Sabtu Pahing adalah jumlah tertinggi, maka sesiapapun dilahirkan pada nepton itu, dia akan berjaya, dan peruntungannya tinggi. Tapi simbah salah, mungkin aku bukan terlahir pada nepton itu, bisa saja aku tergolong Ahad Pon jika kelahiranku lewat ashar. Orang Jawa menghitung waktu itu sebagai hari berikutnya.”
“Simbah, jam berapa aku lahir? Siapa yang menolong kelahiranku? Apa dia memotong peranakanku sehingga baki begini? Mengapa kau pulang tergesa-gesa? Setidaknya tunggulah sampai aku mempersembahkan seonggok daging hidup kemerahan yang meronta-ronta dan disebut orok. Atau buatkan aku jejamuan penyubur rahim jika orok itu tak juga muncul, atau pijatlah perutku ini agar bagus benar letak peranakanku. Sayang kau tak sempat menyaksikanku mencuci kaki suamiku di pelaminan.
Seharusnya kaulah yang menyiramkan air kembang setaman ke tubuhku di malam midodareni. Tapi kurasa kau pasti ada disitu malam itu, ditandai aroma susur yang tak perah lepas dari bibirmu. Kau pasti sedang bercengkerama dengan sesama arwah yang kau boyong dari surga, cangkruk di atas pohon sawo, tempat yang kau yakini sebagai favorit makluk halus. Kau pasti tengah berceloteh dengan mereka tentang masa kecilku, masa ketika aku tak dapat tidur sebelum menggerayangi tetekmu dibalik kutang lebar berkancing besar. Simbah, betapa aku menyayangimu!”
“Suamiku yang aku cintai itu pergi. Katanya pingin cari isteri yang subur. Ia tak peduli pada rasa sakitku, kehampaanku, sedihku, sepiku. Aku ingin mengatakan padanya ini bukan salahku. Kemandulan adalah kehendak Tuhan. Sama sekali aku tak memilih, apalagi meminta. Ini adalah karena aku terlahir pada Ahad Pon, bukan Sabtu Pahing seperti dirayakan simbah dengan bubur merah putih. Tetapi aku yakin, suatu saat nanti suamiku itu pasti kembali ke pelukanku, berlutut sembari bilang, maafkan aku isteriku. Marilah kita hidup berdua sampai dunia kiamat, hidup atas nama cinta, dengan atau tanpa keturunan.”
“Ia pasti kemballi suatu hari nanti, karena ternyata wanita-wanita diluaran itu tak cukup punya kasih sayang seperti yang kualirkan ke dalam setiap aliran nadinya. Kalau satu dua hari tak pulang, minggu depan ia pasti pulang. Mungkin bulan depan, atau tahun depan. Suamiku yang aku cintai itu tidak meninggalkanku, dia hanya kehilangan kesabaran.”
“Suamiku, betapa aku merindukanmu!
Dibalik jendela kaca buram itu aku selalu menantimu pulang, dengan harapan dan kecemasan. Menanti keajaiban! Namun setiap menyadari waktu berlalu dan tak ada tanda-tanda kau akan kembali, kakiku terasa membeku. Hatiku kosong. Tak tahukan kau arti kata mencintai? Dari kata CINTA. Dia adalah gabungan antara penyerahan, kepemilikan, pengabdian dan birahi. Kau tak paham? Barangkali aku harus mengajarimu lagi, suatu hari nanti jika kau kembali.
Tahukah kau, aku mengkhawatirkanmu. Siapa yang akan membersihkan telingamu? Kau suka meletakkan kepalamu di pangkuanku dengan sebotol Baby Oil dan beberapa batang cotton bud. Siapa pula yang akan membersihkan jerawatmu? Kau gemar bertelanjang dada, bahkan cuma ber kancut, menyerahkan punggungmu untuk ku raba dan kucongkel jerawat liar disana. Dan siapakah yang akan membuatkanmu semangkuk Indomi rebus dengan telur, sawi, bawang bombai dan teri medan?. Berapa musimkah kau pergi, suamiku yang kucintai? Mungkin tujuh, mungkin delapan. Segalanya tak pasti. Waktu berlalu dan dunia menua.”
***
“Tapi kamu belum tua,” kata temanku suatu hari
“Kamu hanya perlu mandi”, katanya.
Kenapa aku harus mandi? Hanya wanita yang mengharap kekasihnya datang saja yang wajib mandi dan berharum-harum. Apakah aku masih boleh berharap?
“Kamu dulu cantik bukan? Kenapa harus kehilangan kecantikanmu hanya karena ditinggal suami? Laki-laki yang tak bisa dicintai tak perlu lagi diperjuangkan. Kata Jostein Gaarder, tak ada gunanya mengejar sesuatu yang memang ingin lari. Ayo kamu mandi. Kudandani kamu ya, biar cantik lalu kita bersenang-senang”.
Aku dibawa ke salon. Mandi lulur, mandi susu, manicure, padicure, creambath, facial. Sehari suntuk. Mereka mendandani aku laiknya seorang puteri. Hmmmm..alangkah nikmatnya menjadi kaya, dapat membeli apapun, bahkan kecantikan.
“Tak ada kenikmatan yang gratis”, katanya.
“Supaya bisa begini terus, kau harus cari uang. Lihat, kau hampir tak dapat mengenali dirimu sendiri bukan? Kamu harus berpenghasilan untuk menjadi cantik. Sebaliknya, agar penghasilanmu tinggi, kau harus cantik, luar dalam. Harus baca koran. Nonton tivi. Khususnya berita. Laki-laki tak suka bidadari bodoh. Meskipun laki-laki itu sendiri makluk bodoh…hihii….kita hanya perlu berpura-pura orgasme untuk membuat mereka klimaks. Dasar bodoh!”
Laki-laki? Kenapa aku harus berhubungan dengan laki-laki?
“Karena hanya laki-laki lah yang suka menikmati kecantikan wanita. Kecuali kamu lesbi.”
***
“Sejak itu aku menjadi wanita profesional. Dibayar jam-jamaan. Tiba-tiba hidup menjadi bergairah, karena aku punya tujuan. Setidaknya untuk tetap cantik.”
Kamu masih cantik kok.
“Dan aku tak pernah pake kondom.”
Iya, aku juga tak suka pake kondom, rasanya tidak enak.
“Bukan itu alasanku. Aku ingin salah satu laki-laki hidung belang itu menghamili aku. Supaya dapat kutunjukkan pada suamiku tercinta, aku bukan perempuan baik!”
Dan kau tidak hamil?
“Tidak! Mungkin sperma para lelaki itu busung, atau encer, terlalu sering tumpah dimana-mana.”
***
Semalam itu hanya sekali kami bersebadan, selebihnya hanya berbincang sampai subuh. Aku mengajaknya ke Stasiun Pasar Turi ini karena aku harus mengatakan sesuatu,
Kenapa tidak menikah lagi, dengan orang yang tak perlu anak lagi?
“Aku tak punya cukup cinta buat orang lain. Suamiku sudah mengambil seluruhnya.”
Cinta tak mutlak harus ada dalam perkawinan, status dan rasa aman lebih penting.
“Kenapa aku harus menjual diriku hanya pada satu orang? Jika kepada banyak orang aku bisa mendapat uang lebih? “
Bagaimana jika ada pelangganmu yang mengajak menikah?
“Tidak.”
Mengapa?
“Laki-laki yang meniduri lonte pastilah dia lebih lonte dari pada lonte itu sendiri.”
Sby,11 Januari 2002
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar