Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/
Yasunari Kawabata, lahir di Osaka 14 Juni 1899, meninggal di Kamakura 16 April 1972. Novelis Jepang yang prosa liriknya memenangkan Nobel Sastra 1968. Usia dua tahun yatim, lantas tinggal bersama kakek-neneknya. Neneknya meninggal ketika ia berusia 7 tahun, kakak perempuannya hanya sekali dijumpai setelah kematian orangtuanya, meninggal ketika Kawabata berusia 10 tahun, dan kakeknya ketika ia berusia 15 tahun. Pindah ke keluarga ibu, Januari 1916 ke asrama setara SMP, yang bolak-balik menaiki kereta api. Setelah lulus 1917, ke Tokyo berharap ujian masuk Dai-ichi Koto-gakko’ di bawah Universitas Kekaisaran Tokyo. Berhasil lulus tahun yang sama, masuk Fakultas Sastra Inggris. Juli 1920 lulus SMA, mulai di Universitas Kekaisaran Tokyo. Selain menulis sebagai wartawan Mainichi Shimbun di Osaka dan Tokyo. Menolak semangat militer yang menyertai Perang Dunia II, juga tidak terkesan pembaruan politik sesudahnya. Kawabata bunuh diri 1972, meracuni badan dengan gas. Banyak teori dikemukakan penyebabnya, kesehatannya memburuk, hubungan cinta gelap, pun keterkejutan bunuh diri Yukio Mishima 1970. Berbeda Mishima, ia tidak meninggalkan catatan, motifnya tidak jelas.
Menerbitkan cerpen Shokonsai Ikkei, karya yang hingga kini diakui nilai sastranya. Ketika kuliah, beralih jurusan Sastra Jepang, skripsinya “Sejarah singkat novel-novel Jepang,” lulus Maret 1924. Oktober 1924, bersama Kataoka Teppei, Yokomitsu Riichi dan sejumlah penulis muda memulai jurnal sastra Bungei Jidai. Ialah reaksi aliran sastra Jepang lama, khususnya Naturalis, saat yang sama bertentangan sastra buruh Sosialis. Ini gerakan seni untuk seni, dipengaruhi Kubisme Eropa, Ekspresionisme, Dada serta gaya modernis. Shinkankaku-ha sering keliru ditafsirkan Neo-Impresionisme. Istilah ini digunakan Kawabata untuk filsafatnya, gerakannya dipusatkan memberi impresi baru dalam penulisan sastra. (Okubo Takaki [2004] Kawabata Yasunari–Utsukushi Nihon no Watashi. Minerva Shobo).
Dapat pengakuan atas sejumlah cerpennya tak lama setelah lulus, kemasyhurannya dengan Gadis Penari dari Izu 1926, kisah menjelajahi erotisisme orang muda sedang berkembang. Kemudian hari menjajaki tema-tema serupa. Salah satu novelnya terkenal Negeri Salju, terbit bertahap 1935-1937. Salah satu pengarang terkemuka Jepang dan langsung klasik, yang digambarkan Edward G. Seidensticker “merupakan adikarya Kawabata.”
Setelah Perang Dunia II sukses novel-novelnya, Seribu Burung Bangau, Suara Gunung, Rumah Gadis-gadis Penidur, Kecantikan dan Kesedihan, juga Ibu kota Lama. Yang dianggapnya terbaik, Empu Go 1951, kontras dengan karyanya yang lain, setengah fiksi pertandingan Go 1938, yang dilaporkannya kelompok surat kabar Mainichi. Permainan akhir karier empu Sh?sai, dikalahkan penantang muda, meninggal sekitar setahun kemudian. Permukaan cerita mengharukan, sebagai penceritaan kembali mengenai perjuangan puncak, oleh sejumlah pembaca, dianggap paralel simbolis kekalahan Jepang Perang Dunia II.
Presiden P.E.N. Jepang selama bertahun-tahun setelah perang dan kekuatan pendorong di balik penerjemahan sastra Jepang dalam bahasa Inggris serta bahasa Barat lainnya. {Ringkasan http://id.wikipedia.org/wiki/Yasunari_Kawabata} ***
Setelah waktu lalu, telah kubongkar kedirian Yukio Mishima, kini kan kucoba menelusuri perihal bunuh dirinya Yasunari Kawabata. Dari riwayatnya, dapat diambil dua perkara, yang mendorongnya menghabisi diri.
Pertama, keterkejutan matinya Mishima, yang usianya jauh lebih muda di belantika sastra Jepan, yang juga menggemparkan, seperti saat dirinya mendapatkan Nobel sastra.
Kedua, termakan racunnya sendiri menganggap terbaik karyanya, Empu Go 1951, setengah fiksi pertandingan Go 1938 , adalah permainan akhir karier empu Sh?sai, dikalahkan penantang muda, hingga meninggal sekitar setahun kemudian.
***
Seperti tubuh berbicara pada ruh teks belum tercipta, terus gentayangan, tak menetap menimbulkan gejala panas demam, tekanan mengharuskan kematangkan.
Dialog tak putus-putus di suatu panggung pertunjukan yang tidak pedulikan penonton, asyik memasuki dialog-dialog, yang kadang tak selalu berhadapan tubuh imaji.
Ada bentangan magnetik, yang saling tangkap-menjegal, atau teks saling berbicara sesamanya, percakapan bathin melelahkan, terus dilakukan.
Seolah tanpa nafas istirah, selalu tiada persetujuan, kecuali telah terpenggal, ketika teks sudah tercipta, melewati proses pendarahan.
Aku bayangkan lahirnya bayi mementingkan kerelaan, dari segenap kerinduan bayang kematangan, jemari memetik buah-buah takdir, juga biji jatuh, hampir persis bergulirnya teks dari tubuh.
Tatkala satu-persatu berguguran, biji-biji dilayarkan sungai atau gelombang lautan, perceraian dari buah atau kelopak kembang, itu menyegarkan sisi tertentu.
Tentunya masih pahit, tapi di sinilah waktu mendekati kesembuhan, kesegaran lain adalah setitik keceriaan, menerbitkan matahari harapan.
Di sini tak lagi malam atau malas berselimut keacuan, biji terus berlayar menyebarkan berita sampai dataran.
Usaha berlangsung mengakar keyakinan dari pancaran kehadiran, oleh terik mentari menjanjikan tumbuh yang berasal kelupaan.
Ada keanehan, ketika tubuh teks kian menjulang, namun terus meyakini yang diterbayangkan iman.
Kehadiran masa silam terangkat kesaksian angin, mengabarkan negeri jauh tiada terbilang, terus memeram dalam kesadaran takdir.
Begitu Kawabata menulis ulang nasib empu Sh?sai, pada bukunya Empu Go, kedekatan teks dan tubuh menjanjikan angan-angan besar menjadi kenyatan.
Dan kekalahan Jepang di Perang Dunia II, kekalahan empu Sh?sai, yang mungkin sebagai sosok gelap lain atas dirinya, setidaknya pernah menelusuri hayatnya.
Pun keterpurukan mental, ketika mendapatkan Nobel sastra. Di sini aku kutip pengantar Ajip Rosidi, Osaka, Februari 1985, terbitan Djembatan 2004, pada buku Penari-penari Jepang, terjemahan Matsuoka Kunio:
“Hadiah Nobel diterimanya justru ketika ia sudah lama tidak menulis karya kreatif yang baru. Karyanya yang terakhir sebelum hadiah itu diberikan kepadanya ialah Kata-ude (Tangan sebelah) yang ditulisnya tahun 1963. Menurut sebagian orang, kegersangan penciptaannya itulah yang menyebabkan pada tahun 1972, Kawabata melakukan bunuh diri dengan menghisap gas.”
Tercermin betapa mental Kawabata bukan mengejar ketenaran, apalagi kekayaan, bukan. Tapi ada yang diwajibkan didirinya, ditindaklanjuti, setelah sekian masa bergelut kukuh, berkreatif menghitam padat.
Kegemilangan nama sekadar efek kejayaan abadi, atas darah hidup telah membumikan nilai-nilai, nafas-nafas sanggup menghidupkan lebih dari guncangan.
Yakni perubahan menyeluruh diharapkan, suatu gerak revolusi mental demi umat manusia.
Dirinya merasa kalah oleh keketulan kian larut dalam kebuntuan, seakan tidak mencapai kejayaan kembali.
Kecuali, merebutnya balik dengan melenyapkan badan sendiri, tanpa catatan adalah cacatan itu sendiri, suatu pembeda, dari akhir Mishima juga tradisi Jepang.
Alam mendekati kematian, merupakan wilayah yang selalu digelutinya sehari-hari, tiada ruang asing di kedalaman jiwanya, semua serba realis dan tragis.
Bau maut sudah lebih dari akrab, kamar menyingkap referensi belahan dunia. Bukan kematian ditakuti, tapi lenyapnya gagasan besar, dari keseluruhan hidupnya.
Setidaknya ada kehawatiran pamor Mishima yang menjulang terang, kecemasan terus menggerogiti, seakan detik-detik lumatnya sebatang lilin, diganti terangnya lampu.
Segala bacaan sirna, kala membaca dirinya dalam warna hitam, atau pandangan silau membutakan.
Kawabata selalu merasa sakit kegagalan, kehancuran hawatir mati dalam keadaan tidak kesatria, di sinilah bertarungnya prinsip secara jantan.
Teranglah mental pengarang itu sekumpulan nilai-nilai tahan banting, dari pertarungan antara realitas dengan bayang-bayang sejarah, serta yang tertanda di depan.
Selalu bergolak, sekali pecirit takut, ludes sudah sebagian syaraf kejantanannya dalam berkarya.
Terus menggerogoti hingga lumpuh tidak sanggup menyuarakan kata-kata, selain dengung dengkur kekalahan, mimpinya hanya di selesaikan dalam ocehan, tak sanggup mengaduk relung jaman.
Kawabata telah jadi prinsip, setelah menuntaskan dirinya dalam gas beracun, mampu menundukkan segenap kecemasannya.
Daripada karya-karyanya, tak lagi menjamah bathin manusia yang menggelinding cepat, berbolak-balik sepadan angin di kinciran masa.
Sudah menjadi lumrah, mental terus dipanasi di atas tungku referensi membara, bukan sekadar nyala yang malah menghabiskan masa-masa tanpa janji purnama.
Di sini tempaan jiwa menyambangi sukma, senantiasa meremajakan diri, sekuat apa yang menjadi takdirnya.
Biji-biji membatang, tiada yang ditakuti kecuali tidak berguna, sebab waktu kumpulan padat makna, ketika disanggupi berolah rasa, menajamkan indra ke sudut semestinya.
Pucuknya angin cahaya harus digayuh dengan nikmat sempurna, serta gelap malam menjadikan jasad utuh, memantulkan gemintang perbendaharaan.
Seperti pohon pisang, setelah berbuah harus ditebang, daripada pembusukan, begitulah Kawabata mengakhiri nyawanya sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar