Selasa, 02 Februari 2010

Yasunari Kawabata (1899-1972)

Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/

Yasunari Kawabata, lahir di Osaka 14 Juni 1899, meninggal di Kamakura 16 April 1972. Novelis Jepang yang prosa liriknya memenangkan Nobel Sastra 1968. Usia dua tahun yatim, lantas tinggal bersama kakek-neneknya. Neneknya meninggal ketika ia berusia 7 tahun, kakak perempuannya hanya sekali dijumpai setelah kematian orangtuanya, meninggal ketika Kawabata berusia 10 tahun, dan kakeknya ketika ia berusia 15 tahun. Pindah ke keluarga ibu, Januari 1916 ke asrama setara SMP, yang bolak-balik menaiki kereta api. Setelah lulus 1917, ke Tokyo berharap ujian masuk Dai-ichi Koto-gakko’ di bawah Universitas Kekaisaran Tokyo. Berhasil lulus tahun yang sama, masuk Fakultas Sastra Inggris. Juli 1920 lulus SMA, mulai di Universitas Kekaisaran Tokyo. Selain menulis sebagai wartawan Mainichi Shimbun di Osaka dan Tokyo. Menolak semangat militer yang menyertai Perang Dunia II, juga tidak terkesan pembaruan politik sesudahnya. Kawabata bunuh diri 1972, meracuni badan dengan gas. Banyak teori dikemukakan penyebabnya, kesehatannya memburuk, hubungan cinta gelap, pun keterkejutan bunuh diri Yukio Mishima 1970. Berbeda Mishima, ia tidak meninggalkan catatan, motifnya tidak jelas.
Menerbitkan cerpen Shokonsai Ikkei, karya yang hingga kini diakui nilai sastranya. Ketika kuliah, beralih jurusan Sastra Jepang, skripsinya “Sejarah singkat novel-novel Jepang,” lulus Maret 1924. Oktober 1924, bersama Kataoka Teppei, Yokomitsu Riichi dan sejumlah penulis muda memulai jurnal sastra Bungei Jidai. Ialah reaksi aliran sastra Jepang lama, khususnya Naturalis, saat yang sama bertentangan sastra buruh Sosialis. Ini gerakan seni untuk seni, dipengaruhi Kubisme Eropa, Ekspresionisme, Dada serta gaya modernis. Shinkankaku-ha sering keliru ditafsirkan Neo-Impresionisme. Istilah ini digunakan Kawabata untuk filsafatnya, gerakannya dipusatkan memberi impresi baru dalam penulisan sastra. (Okubo Takaki [2004] Kawabata Yasunari–Utsukushi Nihon no Watashi. Minerva Shobo).
Dapat pengakuan atas sejumlah cerpennya tak lama setelah lulus, kemasyhurannya dengan Gadis Penari dari Izu 1926, kisah menjelajahi erotisisme orang muda sedang berkembang. Kemudian hari menjajaki tema-tema serupa. Salah satu novelnya terkenal Negeri Salju, terbit bertahap 1935-1937. Salah satu pengarang terkemuka Jepang dan langsung klasik, yang digambarkan Edward G. Seidensticker “merupakan adikarya Kawabata.”
Setelah Perang Dunia II sukses novel-novelnya, Seribu Burung Bangau, Suara Gunung, Rumah Gadis-gadis Penidur, Kecantikan dan Kesedihan, juga Ibu kota Lama. Yang dianggapnya terbaik, Empu Go 1951, kontras dengan karyanya yang lain, setengah fiksi pertandingan Go 1938, yang dilaporkannya kelompok surat kabar Mainichi. Permainan akhir karier empu Sh?sai, dikalahkan penantang muda, meninggal sekitar setahun kemudian. Permukaan cerita mengharukan, sebagai penceritaan kembali mengenai perjuangan puncak, oleh sejumlah pembaca, dianggap paralel simbolis kekalahan Jepang Perang Dunia II.
Presiden P.E.N. Jepang selama bertahun-tahun setelah perang dan kekuatan pendorong di balik penerjemahan sastra Jepang dalam bahasa Inggris serta bahasa Barat lainnya. {Ringkasan http://id.wikipedia.org/wiki/Yasunari_Kawabata} ***

Setelah waktu lalu, telah kubongkar kedirian Yukio Mishima, kini kan kucoba menelusuri perihal bunuh dirinya Yasunari Kawabata. Dari riwayatnya, dapat diambil dua perkara, yang mendorongnya menghabisi diri.

Pertama, keterkejutan matinya Mishima, yang usianya jauh lebih muda di belantika sastra Jepan, yang juga menggemparkan, seperti saat dirinya mendapatkan Nobel sastra.

Kedua, termakan racunnya sendiri menganggap terbaik karyanya, Empu Go 1951, setengah fiksi pertandingan Go 1938 , adalah permainan akhir karier empu Sh?sai, dikalahkan penantang muda, hingga meninggal sekitar setahun kemudian.
***

Seperti tubuh berbicara pada ruh teks belum tercipta, terus gentayangan, tak menetap menimbulkan gejala panas demam, tekanan mengharuskan kematangkan.

Dialog tak putus-putus di suatu panggung pertunjukan yang tidak pedulikan penonton, asyik memasuki dialog-dialog, yang kadang tak selalu berhadapan tubuh imaji.

Ada bentangan magnetik, yang saling tangkap-menjegal, atau teks saling berbicara sesamanya, percakapan bathin melelahkan, terus dilakukan.

Seolah tanpa nafas istirah, selalu tiada persetujuan, kecuali telah terpenggal, ketika teks sudah tercipta, melewati proses pendarahan.

Aku bayangkan lahirnya bayi mementingkan kerelaan, dari segenap kerinduan bayang kematangan, jemari memetik buah-buah takdir, juga biji jatuh, hampir persis bergulirnya teks dari tubuh.

Tatkala satu-persatu berguguran, biji-biji dilayarkan sungai atau gelombang lautan, perceraian dari buah atau kelopak kembang, itu menyegarkan sisi tertentu.

Tentunya masih pahit, tapi di sinilah waktu mendekati kesembuhan, kesegaran lain adalah setitik keceriaan, menerbitkan matahari harapan.

Di sini tak lagi malam atau malas berselimut keacuan, biji terus berlayar menyebarkan berita sampai dataran.

Usaha berlangsung mengakar keyakinan dari pancaran kehadiran, oleh terik mentari menjanjikan tumbuh yang berasal kelupaan.

Ada keanehan, ketika tubuh teks kian menjulang, namun terus meyakini yang diterbayangkan iman.

Kehadiran masa silam terangkat kesaksian angin, mengabarkan negeri jauh tiada terbilang, terus memeram dalam kesadaran takdir.

Begitu Kawabata menulis ulang nasib empu Sh?sai, pada bukunya Empu Go, kedekatan teks dan tubuh menjanjikan angan-angan besar menjadi kenyatan.

Dan kekalahan Jepang di Perang Dunia II, kekalahan empu Sh?sai, yang mungkin sebagai sosok gelap lain atas dirinya, setidaknya pernah menelusuri hayatnya.

Pun keterpurukan mental, ketika mendapatkan Nobel sastra. Di sini aku kutip pengantar Ajip Rosidi, Osaka, Februari 1985, terbitan Djembatan 2004, pada buku Penari-penari Jepang, terjemahan Matsuoka Kunio:

“Hadiah Nobel diterimanya justru ketika ia sudah lama tidak menulis karya kreatif yang baru. Karyanya yang terakhir sebelum hadiah itu diberikan kepadanya ialah Kata-ude (Tangan sebelah) yang ditulisnya tahun 1963. Menurut sebagian orang, kegersangan penciptaannya itulah yang menyebabkan pada tahun 1972, Kawabata melakukan bunuh diri dengan menghisap gas.”

Tercermin betapa mental Kawabata bukan mengejar ketenaran, apalagi kekayaan, bukan. Tapi ada yang diwajibkan didirinya, ditindaklanjuti, setelah sekian masa bergelut kukuh, berkreatif menghitam padat.

Kegemilangan nama sekadar efek kejayaan abadi, atas darah hidup telah membumikan nilai-nilai, nafas-nafas sanggup menghidupkan lebih dari guncangan.

Yakni perubahan menyeluruh diharapkan, suatu gerak revolusi mental demi umat manusia.

Dirinya merasa kalah oleh keketulan kian larut dalam kebuntuan, seakan tidak mencapai kejayaan kembali.

Kecuali, merebutnya balik dengan melenyapkan badan sendiri, tanpa catatan adalah cacatan itu sendiri, suatu pembeda, dari akhir Mishima juga tradisi Jepang.

Alam mendekati kematian, merupakan wilayah yang selalu digelutinya sehari-hari, tiada ruang asing di kedalaman jiwanya, semua serba realis dan tragis.

Bau maut sudah lebih dari akrab, kamar menyingkap referensi belahan dunia. Bukan kematian ditakuti, tapi lenyapnya gagasan besar, dari keseluruhan hidupnya.

Setidaknya ada kehawatiran pamor Mishima yang menjulang terang, kecemasan terus menggerogiti, seakan detik-detik lumatnya sebatang lilin, diganti terangnya lampu.

Segala bacaan sirna, kala membaca dirinya dalam warna hitam, atau pandangan silau membutakan.

Kawabata selalu merasa sakit kegagalan, kehancuran hawatir mati dalam keadaan tidak kesatria, di sinilah bertarungnya prinsip secara jantan.

Teranglah mental pengarang itu sekumpulan nilai-nilai tahan banting, dari pertarungan antara realitas dengan bayang-bayang sejarah, serta yang tertanda di depan.

Selalu bergolak, sekali pecirit takut, ludes sudah sebagian syaraf kejantanannya dalam berkarya.

Terus menggerogoti hingga lumpuh tidak sanggup menyuarakan kata-kata, selain dengung dengkur kekalahan, mimpinya hanya di selesaikan dalam ocehan, tak sanggup mengaduk relung jaman.

Kawabata telah jadi prinsip, setelah menuntaskan dirinya dalam gas beracun, mampu menundukkan segenap kecemasannya.

Daripada karya-karyanya, tak lagi menjamah bathin manusia yang menggelinding cepat, berbolak-balik sepadan angin di kinciran masa.

Sudah menjadi lumrah, mental terus dipanasi di atas tungku referensi membara, bukan sekadar nyala yang malah menghabiskan masa-masa tanpa janji purnama.

Di sini tempaan jiwa menyambangi sukma, senantiasa meremajakan diri, sekuat apa yang menjadi takdirnya.

Biji-biji membatang, tiada yang ditakuti kecuali tidak berguna, sebab waktu kumpulan padat makna, ketika disanggupi berolah rasa, menajamkan indra ke sudut semestinya.

Pucuknya angin cahaya harus digayuh dengan nikmat sempurna, serta gelap malam menjadikan jasad utuh, memantulkan gemintang perbendaharaan.

Seperti pohon pisang, setelah berbuah harus ditebang, daripada pembusukan, begitulah Kawabata mengakhiri nyawanya sendiri.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito