BISIKAN NAMA
:Siti Masfufah
kupunguti sajak-sajak ini
dari puing-puing berantakan
di pantai-pantai,
beberapa larik lagi
kuminta dari angin
dan debur kecil.
saat kujumpai sepi,
ia mengelak memberi
beberapa cabik lagi.—
biar kubujuk ia,
dan nanti
kutaburkan di kertas-kertas putih.
(bagian satu)
(1)
kami berpapasan
di percik-percik ombak utara—
saat bulir-bulir mengukiri
lengan dan paha,
saat cahaya-cahaya
mewarnai akar-akar kelapa.
(2)
o… gadis
yang dipahat oleh tangan bersih sang pagi,
jernih air sungai-kali yang bernaung
di keperkasaan bebukitan mengaliri diri.
ia mewarisi cahaya hera,
kecantikan isytar-syiria,
pesona perempuan troya, sekaligus
kelembutan gadis jawa.
kadang, ia menjadi drupadi.
bukan, perawan aisah… ah,
(3)
dagunya, hanya milik pemuja.
hamba binasa tak akan sanggup
menyulam makna.
dagu itu, melukis indah bibirnya
tak berbantah.
(4)
di bawah senyum rembulan
dan restu lautan, kusunting jiwanya,
dengan mahar setangkai sederhana
yang aku tanam dan petik
dari taman kesenyapan fana.—
kuhidupi hatinya
dan dia surgai hatiku.
(5)
kami rendam diri di telaga hati.
kami berdandan
layaknya ia dan julia,
ia dan laila.
layaknya ia dan zulaikha,
ia dan ayati.
(6)
menumpahkan seluruh kami di dada-gairah—
hamparan pasir putih dan cadas-cadas basah
ketika bintik-bintik hujan
dan kucuran penantian tertoreh sempurna
di gerut-gerut bibir
dan kelopak pejamnya.—
ah,
perasaan terindah yang akan membuat
zeus dan hera dirisaukan cemburu buta.
(7)
hari-hari menjadi panorama penuh warna,
cemburu dan rindu bersatu
bersama mengusik malam-malam
dan hari-hari yang cerah.
(8)
linangan airmata yang berjatuhan
membentur pasir pantai
seketika musnah,
berganti canda tawa dan lari-lari kecil
yang seringkali berakhir dalam
bertatapan mata—penuh dengan gelora.
dan… semilir pelan, pasir basah
dan ombak ramah berebutan menjamah
betis dan rambutnya yang terurai
bak aliran sungai.
jiwa melayang, membumbung jauh
menerobos gumpalan awan merah senja.
(9)
menyusuri bebukitan
yang penuh dengan pelbagai jenis bunga
dan aroma—
setapak yang rimbun
oleh pinus, semak-semak dan bongkah batu.
hawa dingin dan lebat kabut
yang bergatian datang
menusuk sampai sumsum dan nadi
tak membuat bergeming—
karena kami berjalan
atas nama cinta.— seluruh tenaga,
menggapai-gapai ke puncak surga.
(10)
ah… ia begitu indah—bidadari
yang bersandar di keindahan
dahan malam,
terpaan matahari membalutinya
dengan keemasan cahaya.—
tiap garit bibir dan garis wajahnya adalah puisi,
sekujur tubuhnya menjadi inspirasi.
tatapan itu, o, pesinggahan bestari
bagi para pejalan
yang memdamba keteduhan.
(11)
terus dan terus. tak mengenal takut:
pada ocehan dangkal masyarakat
pewaris tradisi kawin-paksa,
gerutu dungu orang-orang
yang tak pernah bisa
mendengar alunan merdu yang
bergema dari lubuk hati tersunyi—
apalagi melihat kemilau cahaya
di kedalaman jiwa manusia…
(12)
ah!
kami terus melangkah,
menyusuri jalanan cinta—sepanjang jalan
yang memang penuh marabahaya!
(13)
senyum sederhana
namun mempesona—siapapun yang diterpahnya,
akan menganggukkan kepala.— senyum
yang senantisa merekah dari
kelopak bibir indah-basah. senyuman
yang selalu menyiramkan ketenangan
dan kebahagian, bahkan ketika kecemasan
dan rasa takut akan datangnya
perpisahan yang tidak kami inginkan,
tiba-tiba datang meredupkan cahaya…
(14)
rajukan manja
dan harum bersih tubuhnya
selalu bisa menenangkan aku…
tangan berjemari lentik dengan lembut meraihku,
menjatuhkan aku dalam
hangatnya dekapan—o,
aku merasa seperti bayi
yang mendapatkan ketengan
dan kedamaian yang luar biasa.
(15)
memandang jauh ke bebas-samudra…
seringkali aku mendengar jeritan do’a
yang menggema lirih dari jiwanya,
permintaan sederhana kepada
sang pemilik cinta:”jangan ambil keindahan ini,
wahai tuhan… kumohon, jangan ambil kebahagiaan ini!”
suara yang digetarkan ketakutan
menghadapi lengang
dan hampanya perpisahan…
(16)
bersendawa dalam dekapan keheningan,
takjub, dan mensyukuri segala anugrah…
mencurah dan mencurahkan lagi
segala rasa ke pantai-pantai,
bebukitan hijau dan kokoh menara-menara
yang ditempa sang resi-bumi,
danau-danau hening nan sepi… begitulah,
cara kami menghadirkan
indahnya kegembiraan
dan mengembalikan cahaya kebahagiaan.—
mengukir nama muhajir arifin-masfufah
pada batang-batang kelapa,
bongkah-bongkah batu dan pasir pantai surut.
menelanjangi diri, hati
dan jiwa—menenggelamkannya—dalam kejernihan cinta…
(bagian dua)
(17)
jatuh! kalah!
pancungan itu datang jua!
kami tak sanggup bertahan
bahkan demi jerih dari peras
sepayah itu.
(18)
mereka… mereka menyayatkan luka-luka
tepat di puncak gelora,
sebelum menyematkan penggal
di tengah wajah-wajah pasrah,
jiwa-jiwa yang tak pernah berani beronta
dipendam keluh-desah dan
gemetar ketakutan—khas para pengecut!
jiwa-jiwa yang memenjarakan
dan merantai dirinya dengan suka rela.
(19)
mereka hapus sisa-sisa darah,
memadamkan titik-titik gairah.—
sampai tak ada sejarah
di puing-puing kisah,
tak ada yang tahu, peleburan rindu
bersemanyam syahdu
di daerah paling teduh di palung jauh.
(20)
entah,
kapan dapat kuikhlasi kekejian itu!
sementara surga kami yang mungil
di pantai kecil, itu nyaris berdiri...
(bagian tiga)
(21)
tiga tahun menuju
datangi setapak-setapak dulu—
tinggal jejak-jejak kakimu kelabu
dan bunga-bunga biru menghaturkan
wangimu ke kalbu.
(22)
sampai hujan mereda
galau masih menggenangi hati
dan batang jati—
persinggahan sederhana
yang menyuguhkan secawan madu
dari kerajaan pagi
dan setetes racun
persembahan awan tua.
(23)
menjelang senja
kutonggak jiwa
melepas kepergian cahaya
kucurkan seluruhku ke pangkuan sunyi.
sampai nanti,
sampai perih tak lagi
gerogoti hati.
(24)
(“tersenyumlah…
seperih apapun luka,
ia akan selalu mengkidungi
langkah-langkah.”)
(25)
ia senyumkan aku,
saat teluk-teluk hanya dungu
puncak-puncak hanya desau
dan bayang-bayang menggigil
menyaksikan puncratan dari punda,
sedetik setelah belati menghunjamnya…
dan berlalu,
menjauhi tubuhku yang runtuh
ke tanah.
(26)
habis gairah. habis darah. habis serapah.
(27)
sebelum silir-silir pelan
menghantarkan serpih-serpihku
ke pantai,
tak ada hidup mati
dendam dan kasih…
(bagian empat)
(28)
kupunguti serpih-serpih
di pantai-pantai.
selangkah-selangkah menyusuri
setapak-setapak berhembusan semerbakmu.
meski,
tak ada ringsut-ringsutmu
tunduk ragu-ragu
dan gerut-gerut bibirmu yang basah—
kecupan halusmu yang dingin.
(29)
kerisauan demi kerisauan
akan datangnya pancungan itu,
menempahku:
tak bergeming menghadap hening.
(30)
taka akan ada caci lagi pada biasa-biasa
karena kasih telah mengajari kita
merasai yang tak berasa.
tak ada kernyit lagi di malam-malam pahit
karena sang jiwa akan menusukkan sakit
di telapak nasib.
(31)
bila perihnya meraba
tujulah pantai-pantai.
reguk segalanya
dan biarkan butir-butir air menciumi bibir—
tumpahkan seluruhmu pada sang maha getir.
(32)
satukan nadi
bersama nafas-nafas pagi,
kecup tunas-tunas bayi.
di esok ceria
saat cahaya belia
gairah berserak di tanah-tanah.
(33)
biarkan aku bercerita kisah biasa ini
pada tiang-tiang pelabuhan
pada pinus-pinus pengunungan
pada jiwa yang menghabiskan
malam-malam diam
dan unggun bara sampai nyaris padam.
(34)
menyeduh kopi
bersamanya di teras sepi
bererimbunan pohon semi
dan membangun surga mungil
di petak kecil
di tengah hutan jati kecil
(35)
bila ada penegur sapa,
katakan segalanya
tanpa kata-kata—
luka menganga
duri yang sepi
akan menjadi basi bila tak dicicipi,
tak akan mendenyutkan nadi
dan mewarnai mimpi bila tak disenyumi.
(36)
dan senyum menguntum
damai bersemai
gia yang menggelora
gairah akan sua
akan sia-sia.
(37)
tak dapat kuhapusi jejak-jejak terlalui—
yang sudah membekasi great-gerat
di lempeng hati.—tapi,
aku harus segera mencari…
(bagian lima)
(38)
kutinggalkan mantel beludru
di timbunan haru
kurebah tubuh runtuh
di atas sajadah jauh.
sesisa tenaga,
kusuluh sumbuh repuh
kuhampiri tungku
lalu kugaruh basuh—
untuk kalbu yang tersepuh pilu
untuk hatiku yang dipatahkan rintik salju.
(39)
tak berani lagi kuharapkan apapun
pada hidup yang memang gugup—dan
semakin redup,—
hidup yang menanti-raih kehadiran
sang jiwa
untuk mengenakan selimut
di tubuh yang diharubiru oleh beku,
untuk menyeka luka
yang berlumuran duka—dengan
selendang yang diambil
dari jeritan-jeritan terkekang
tangis-tangis yang hilang
sebelum menjadi pedang…
(40)
jiwa yang terlahir dari
lembah sepi sakit hati
dan bertumbuh di langit
yang dikotori—jiwa
yang akan menghembuskan kerisauan
pada siang malam tuan.—
ia adalah cadas,
yang dipahat oleh jutaan tahun rampasan peras.
jangan ocehi dia tentang
kemurnian sabda-sabda
keangungan para pemberonta
atau kemulyaan para pemuja.
ia, yang baru saja membebas diri
dari injakan tirai-tirai,
datang menebar darah
dan sesimpul senyum sepah.
jangan bujuk ia dengan perih-mati
karena di dadanya sudah tertancap belati.
(41)
petapa alam menempahnya
untuk menolak
pagi petangnya petuah ragu dan tidak
dari sang raja gagak.
ia hanya percaya pada desis angin
betapa irisnya mendingin
ia belajar pada duri perihal menusukkan rintih
pada bayi perihal menyuapi asih.
(42)
di malam-malam pendam,
ia kunjungi ranjang-ranjang perawan:
“hanya untukmu perih ini,
jangan menampik
tak ada apapun lagi—rangkaian atau janji.
tak dapat kumandikanmu di telaga lengang
pagi dan petang.
sungguh,
hanya darah ini yang kualirkan ke tanah
dan membiarkan akar-akar jati mereguknya.
sudahlah…
esok saat aku tiba, di tanganku
sekuntum gelora…”
(43)
hampir hujan
sembulan pekat asap gerogoti
geretak-geretak rongga dada
ketika hirukpikuk mengasingi
pilar-pilar renta, karat—tak beronta.
aku yang menjaga parahku di kedalaman
tak menjadi kegilaan, berlalu
ke haribaan senja beku—senja
yang kian mempercepat detik-detik
keberangkatan kapal
menuju ke sendirian. tak berbekal apapun
menghadap perkasanya hening lautan,
selain tubuh basah dan hati pecah
(44)
gema-lirih kata-kata yang putus-putus
oleh air mata dari bibir merah basah,
akan selalu temani aku…
“kita tetap jatuh
membentur tanah… membusuk
meski jutaan serat berputusan mengikat.
bertunaskah
merancapkah
adakah daun menguncup
sedang tangkai mongering
di atas batang kering
bertopang akar kering
tertancap di tanah-tanah kering
dikelilingi jiwa-jiwa
yang berangsur kering.
esok, mungkin hujan akan mengucur
membangkitkan daya-daya subur
terkubur… dan, jiwa-jiwa bayi akan tumbuh
dan menggapai-gapai udara dan cahaya.
saat itu,
ketika jiwa-jiwa mungil sedang belajar
untuk menjadi dewasa—merdeka
dan menentukan sendiri pilihannya—
si usil nasib dan tradisi dungu ini
akan terbahak lagi, menertawi…”
kau ikat pulukku,
sehembus nafas wangi menghangati bibir
yang kian berasa getir.
dia kembali berbisik…
”jika masih tersisa gairah,
sebaiknya kitapun tertawa…”
(45)
hempasan sengit badai
berangsur surut
tinggal lima depa, aku jumpa.
dari jalan-jalan malam kelam
hingga tepian pasir muram,
kubungkam desahku sebisu batu
kutimbuni perih dengan duri.
tinggal selangkah,
ketika tumbang pepohonan…
ringkih batang-batang, dan
daun-daun kering menghamburi tubuh
dan lusuh.
(46)
mulai surut sepanjang perairan
dan langit menampakkan paras ketegasan.
sebelum keringnya dahaga
menggersangkan rongga,
kuraih serakan tetulang purba,
seonggok hati patah
dan biola kecil yang dawainya entah…
(47)
ah,
di hamparan entah-berantah,
satu demi satu akan kutonggaki arah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
1 komentar:
Puisi yang menarik..
Luangkan waktu anda juga untuk membuka puisi dan cerpen cinta dari kami..
aishiteruaime.blogspot.com
Posting Komentar