Jumat, 08 Mei 2009

Sajak-Sajak Muhajir Arifin

BISIKAN NAMA
:Siti Masfufah

kupunguti sajak-sajak ini
dari puing-puing berantakan
di pantai-pantai,
beberapa larik lagi
kuminta dari angin
dan debur kecil.
saat kujumpai sepi,
ia mengelak memberi
beberapa cabik lagi.—
biar kubujuk ia,
dan nanti
kutaburkan di kertas-kertas putih.



(bagian satu)
(1)
kami berpapasan
di percik-percik ombak utara—
saat bulir-bulir mengukiri
lengan dan paha,
saat cahaya-cahaya
mewarnai akar-akar kelapa.

(2)
o… gadis
yang dipahat oleh tangan bersih sang pagi,
jernih air sungai-kali yang bernaung
di keperkasaan bebukitan mengaliri diri.
ia mewarisi cahaya hera,
kecantikan isytar-syiria,
pesona perempuan troya, sekaligus
kelembutan gadis jawa.
kadang, ia menjadi drupadi.
bukan, perawan aisah… ah,

(3)
dagunya, hanya milik pemuja.
hamba binasa tak akan sanggup
menyulam makna.
dagu itu, melukis indah bibirnya
tak berbantah.

(4)
di bawah senyum rembulan
dan restu lautan, kusunting jiwanya,
dengan mahar setangkai sederhana
yang aku tanam dan petik
dari taman kesenyapan fana.—
kuhidupi hatinya
dan dia surgai hatiku.

(5)
kami rendam diri di telaga hati.
kami berdandan
layaknya ia dan julia,
ia dan laila.
layaknya ia dan zulaikha,
ia dan ayati.

(6)
menumpahkan seluruh kami di dada-gairah—
hamparan pasir putih dan cadas-cadas basah
ketika bintik-bintik hujan
dan kucuran penantian tertoreh sempurna
di gerut-gerut bibir
dan kelopak pejamnya.—
ah,
perasaan terindah yang akan membuat
zeus dan hera dirisaukan cemburu buta.

(7)
hari-hari menjadi panorama penuh warna,
cemburu dan rindu bersatu
bersama mengusik malam-malam
dan hari-hari yang cerah.

(8)
linangan airmata yang berjatuhan
membentur pasir pantai
seketika musnah,
berganti canda tawa dan lari-lari kecil
yang seringkali berakhir dalam
bertatapan mata—penuh dengan gelora.
dan… semilir pelan, pasir basah
dan ombak ramah berebutan menjamah
betis dan rambutnya yang terurai
bak aliran sungai.
jiwa melayang, membumbung jauh
menerobos gumpalan awan merah senja.

(9)
menyusuri bebukitan
yang penuh dengan pelbagai jenis bunga
dan aroma—
setapak yang rimbun
oleh pinus, semak-semak dan bongkah batu.
hawa dingin dan lebat kabut
yang bergatian datang
menusuk sampai sumsum dan nadi
tak membuat bergeming—
karena kami berjalan
atas nama cinta.— seluruh tenaga,
menggapai-gapai ke puncak surga.

(10)
ah… ia begitu indah—bidadari
yang bersandar di keindahan
dahan malam,
terpaan matahari membalutinya
dengan keemasan cahaya.—
tiap garit bibir dan garis wajahnya adalah puisi,
sekujur tubuhnya menjadi inspirasi.
tatapan itu, o, pesinggahan bestari
bagi para pejalan
yang memdamba keteduhan.

(11)
terus dan terus. tak mengenal takut:
pada ocehan dangkal masyarakat
pewaris tradisi kawin-paksa,
gerutu dungu orang-orang
yang tak pernah bisa
mendengar alunan merdu yang
bergema dari lubuk hati tersunyi—
apalagi melihat kemilau cahaya
di kedalaman jiwa manusia…

(12)
ah!
kami terus melangkah,
menyusuri jalanan cinta—sepanjang jalan
yang memang penuh marabahaya!

(13)
senyum sederhana
namun mempesona—siapapun yang diterpahnya,
akan menganggukkan kepala.— senyum
yang senantisa merekah dari
kelopak bibir indah-basah. senyuman
yang selalu menyiramkan ketenangan
dan kebahagian, bahkan ketika kecemasan
dan rasa takut akan datangnya
perpisahan yang tidak kami inginkan,
tiba-tiba datang meredupkan cahaya…

(14)
rajukan manja
dan harum bersih tubuhnya
selalu bisa menenangkan aku…
tangan berjemari lentik dengan lembut meraihku,
menjatuhkan aku dalam
hangatnya dekapan—o,
aku merasa seperti bayi
yang mendapatkan ketengan
dan kedamaian yang luar biasa.

(15)
memandang jauh ke bebas-samudra…
seringkali aku mendengar jeritan do’a
yang menggema lirih dari jiwanya,
permintaan sederhana kepada
sang pemilik cinta:”jangan ambil keindahan ini,
wahai tuhan… kumohon, jangan ambil kebahagiaan ini!”
suara yang digetarkan ketakutan
menghadapi lengang
dan hampanya perpisahan…

(16)
bersendawa dalam dekapan keheningan,
takjub, dan mensyukuri segala anugrah…
mencurah dan mencurahkan lagi
segala rasa ke pantai-pantai,
bebukitan hijau dan kokoh menara-menara
yang ditempa sang resi-bumi,
danau-danau hening nan sepi… begitulah,
cara kami menghadirkan
indahnya kegembiraan
dan mengembalikan cahaya kebahagiaan.—
mengukir nama muhajir arifin-masfufah
pada batang-batang kelapa,
bongkah-bongkah batu dan pasir pantai surut.
menelanjangi diri, hati
dan jiwa—menenggelamkannya—dalam kejernihan cinta…



(bagian dua)
(17)
jatuh! kalah!
pancungan itu datang jua!
kami tak sanggup bertahan
bahkan demi jerih dari peras
sepayah itu.

(18)
mereka… mereka menyayatkan luka-luka
tepat di puncak gelora,
sebelum menyematkan penggal
di tengah wajah-wajah pasrah,
jiwa-jiwa yang tak pernah berani beronta
dipendam keluh-desah dan
gemetar ketakutan—khas para pengecut!
jiwa-jiwa yang memenjarakan
dan merantai dirinya dengan suka rela.

(19)
mereka hapus sisa-sisa darah,
memadamkan titik-titik gairah.—
sampai tak ada sejarah
di puing-puing kisah,
tak ada yang tahu, peleburan rindu
bersemanyam syahdu
di daerah paling teduh di palung jauh.

(20)
entah,
kapan dapat kuikhlasi kekejian itu!
sementara surga kami yang mungil
di pantai kecil, itu nyaris berdiri...



(bagian tiga)
(21)
tiga tahun menuju
datangi setapak-setapak dulu—
tinggal jejak-jejak kakimu kelabu
dan bunga-bunga biru menghaturkan
wangimu ke kalbu.

(22)
sampai hujan mereda
galau masih menggenangi hati
dan batang jati—
persinggahan sederhana
yang menyuguhkan secawan madu
dari kerajaan pagi
dan setetes racun
persembahan awan tua.

(23)
menjelang senja
kutonggak jiwa
melepas kepergian cahaya
kucurkan seluruhku ke pangkuan sunyi.
sampai nanti,
sampai perih tak lagi
gerogoti hati.

(24)
(“tersenyumlah…
seperih apapun luka,
ia akan selalu mengkidungi
langkah-langkah.”)

(25)
ia senyumkan aku,
saat teluk-teluk hanya dungu
puncak-puncak hanya desau
dan bayang-bayang menggigil
menyaksikan puncratan dari punda,
sedetik setelah belati menghunjamnya…
dan berlalu,
menjauhi tubuhku yang runtuh
ke tanah.

(26)
habis gairah. habis darah. habis serapah.

(27)
sebelum silir-silir pelan
menghantarkan serpih-serpihku
ke pantai,
tak ada hidup mati
dendam dan kasih…



(bagian empat)
(28)
kupunguti serpih-serpih
di pantai-pantai.
selangkah-selangkah menyusuri
setapak-setapak berhembusan semerbakmu.
meski,
tak ada ringsut-ringsutmu
tunduk ragu-ragu
dan gerut-gerut bibirmu yang basah—
kecupan halusmu yang dingin.

(29)
kerisauan demi kerisauan
akan datangnya pancungan itu,
menempahku:
tak bergeming menghadap hening.

(30)
taka akan ada caci lagi pada biasa-biasa
karena kasih telah mengajari kita
merasai yang tak berasa.
tak ada kernyit lagi di malam-malam pahit
karena sang jiwa akan menusukkan sakit
di telapak nasib.

(31)
bila perihnya meraba
tujulah pantai-pantai.
reguk segalanya
dan biarkan butir-butir air menciumi bibir—
tumpahkan seluruhmu pada sang maha getir.

(32)
satukan nadi
bersama nafas-nafas pagi,
kecup tunas-tunas bayi.
di esok ceria
saat cahaya belia
gairah berserak di tanah-tanah.

(33)
biarkan aku bercerita kisah biasa ini
pada tiang-tiang pelabuhan
pada pinus-pinus pengunungan
pada jiwa yang menghabiskan
malam-malam diam
dan unggun bara sampai nyaris padam.

(34)
menyeduh kopi
bersamanya di teras sepi
bererimbunan pohon semi
dan membangun surga mungil
di petak kecil
di tengah hutan jati kecil

(35)
bila ada penegur sapa,
katakan segalanya
tanpa kata-kata—
luka menganga
duri yang sepi
akan menjadi basi bila tak dicicipi,
tak akan mendenyutkan nadi
dan mewarnai mimpi bila tak disenyumi.

(36)
dan senyum menguntum
damai bersemai
gia yang menggelora
gairah akan sua
akan sia-sia.

(37)
tak dapat kuhapusi jejak-jejak terlalui—
yang sudah membekasi great-gerat
di lempeng hati.—tapi,
aku harus segera mencari…



(bagian lima)
(38)
kutinggalkan mantel beludru
di timbunan haru
kurebah tubuh runtuh
di atas sajadah jauh.
sesisa tenaga,
kusuluh sumbuh repuh
kuhampiri tungku
lalu kugaruh basuh—
untuk kalbu yang tersepuh pilu
untuk hatiku yang dipatahkan rintik salju.

(39)
tak berani lagi kuharapkan apapun
pada hidup yang memang gugup—dan
semakin redup,—
hidup yang menanti-raih kehadiran
sang jiwa
untuk mengenakan selimut
di tubuh yang diharubiru oleh beku,
untuk menyeka luka
yang berlumuran duka—dengan
selendang yang diambil
dari jeritan-jeritan terkekang
tangis-tangis yang hilang
sebelum menjadi pedang…

(40)
jiwa yang terlahir dari
lembah sepi sakit hati
dan bertumbuh di langit
yang dikotori—jiwa
yang akan menghembuskan kerisauan
pada siang malam tuan.—
ia adalah cadas,
yang dipahat oleh jutaan tahun rampasan peras.
jangan ocehi dia tentang
kemurnian sabda-sabda
keangungan para pemberonta
atau kemulyaan para pemuja.
ia, yang baru saja membebas diri
dari injakan tirai-tirai,
datang menebar darah
dan sesimpul senyum sepah.
jangan bujuk ia dengan perih-mati
karena di dadanya sudah tertancap belati.

(41)
petapa alam menempahnya
untuk menolak
pagi petangnya petuah ragu dan tidak
dari sang raja gagak.
ia hanya percaya pada desis angin
betapa irisnya mendingin
ia belajar pada duri perihal menusukkan rintih
pada bayi perihal menyuapi asih.

(42)
di malam-malam pendam,
ia kunjungi ranjang-ranjang perawan:
“hanya untukmu perih ini,
jangan menampik
tak ada apapun lagi—rangkaian atau janji.
tak dapat kumandikanmu di telaga lengang
pagi dan petang.
sungguh,
hanya darah ini yang kualirkan ke tanah
dan membiarkan akar-akar jati mereguknya.
sudahlah…
esok saat aku tiba, di tanganku
sekuntum gelora…”

(43)
hampir hujan
sembulan pekat asap gerogoti
geretak-geretak rongga dada
ketika hirukpikuk mengasingi
pilar-pilar renta, karat—tak beronta.
aku yang menjaga parahku di kedalaman
tak menjadi kegilaan, berlalu
ke haribaan senja beku—senja
yang kian mempercepat detik-detik
keberangkatan kapal
menuju ke sendirian. tak berbekal apapun
menghadap perkasanya hening lautan,
selain tubuh basah dan hati pecah

(44)
gema-lirih kata-kata yang putus-putus
oleh air mata dari bibir merah basah,
akan selalu temani aku…
“kita tetap jatuh
membentur tanah… membusuk
meski jutaan serat berputusan mengikat.
bertunaskah
merancapkah
adakah daun menguncup
sedang tangkai mongering
di atas batang kering
bertopang akar kering
tertancap di tanah-tanah kering
dikelilingi jiwa-jiwa
yang berangsur kering.
esok, mungkin hujan akan mengucur
membangkitkan daya-daya subur
terkubur… dan, jiwa-jiwa bayi akan tumbuh
dan menggapai-gapai udara dan cahaya.
saat itu,
ketika jiwa-jiwa mungil sedang belajar
untuk menjadi dewasa—merdeka
dan menentukan sendiri pilihannya—
si usil nasib dan tradisi dungu ini
akan terbahak lagi, menertawi…”
kau ikat pulukku,
sehembus nafas wangi menghangati bibir
yang kian berasa getir.
dia kembali berbisik…
”jika masih tersisa gairah,
sebaiknya kitapun tertawa…”

(45)
hempasan sengit badai
berangsur surut
tinggal lima depa, aku jumpa.
dari jalan-jalan malam kelam
hingga tepian pasir muram,
kubungkam desahku sebisu batu
kutimbuni perih dengan duri.
tinggal selangkah,
ketika tumbang pepohonan…
ringkih batang-batang, dan
daun-daun kering menghamburi tubuh
dan lusuh.

(46)
mulai surut sepanjang perairan
dan langit menampakkan paras ketegasan.
sebelum keringnya dahaga
menggersangkan rongga,
kuraih serakan tetulang purba,
seonggok hati patah
dan biola kecil yang dawainya entah…

(47)
ah,
di hamparan entah-berantah,
satu demi satu akan kutonggaki arah

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Puisi yang menarik..
Luangkan waktu anda juga untuk membuka puisi dan cerpen cinta dari kami..

aishiteruaime.blogspot.com

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito