Sabtu, 07 Februari 2009

Pameran Makam

A Rodhi Murtadho

Gundukan tanah. Nisan berjajar rapi menghadap arah yang sama. Kematian. Banyak orang tenggelam dalam tanah. Terbujur kaku. Entah hancur atau entah masih utuh tubuhnya. Yang pasti makhluk dalam tanah bersama mereka. Pengurai menguraikan jasad berkeping-keping. Menghancurkan tulang sampai tak ada beda dengan tanah. Sama. Layaknya humus yang terbentuk dari daun dan kotoran. Jasad manusia juga menjadi penyubur tanah. Tak heran kalau tumbuhan di tanah kuburan gemuk-gemuk dan subur.

Pandangan mata Beni semakin memfokus. Pertanda ia memikirkan sesuatu atau mungkin hanya menghayal. Tapi pandangannya tertuju pada tanah kuburan. Entah apa yang dipikirkannya.

“Pameran makam!” terceletuk lembut dari bibir Beni.

Kontan aku merasa kaget. Pikiranku mulai melayang ke mana-mana. Bahkan sempat singgah di rumah sakit jiwa. Berjalan di trotoar dan tertawa sendiri. Terdiam dalam ruang sepi dan terpasung.

“Gila kau Ben, mana ada pameran makam,” sanggahku.

“Coba kau pikirkan Bud, sebuah pameran makam terangker di kota metropolitan.”

“Memangnya mengapa, Ben?” semakin penasarann aku dibuatnya.

“Di tengah gemerlap kota metropolitan, orang mencari harta, ketenaran, kekayaan, kesenangan. Dan begini, Bud, pameran ini akan banyak dihadiri kalangan artis, orang kaya, orang miskin, bahkan kalangan pendatang dari daerah. Dengan harapan, mereka akan mendapatkan keinginan-keinginannya hanya dengan menghadiri pameran ini.”

Semakin heran aku dibuatnya. Bisa-bisanya Beni berpikir macam itu. Entah setan apa yang merasuki pikirannya. Ia kukenal alim. Setiap kali aku pulang kampung dengannya, ia selalu berziarah ke makam keluarga.

Di seberang jalan kompleks makam yang tak lepas dari pandangan mata Beni, di sebuah warung peyot pinggir jalan, aku dan Beni terus nyeruput kopi dan menghisap rokok kretek. Semakin pekat gelap malam. Semakin luas kesunyian. Semakin fokus pandangan mata Beni pada kompleks makam.

“Kok bisa, padahal kau lihat sendiri. Angker, sunyi, gelap, dan serba tak enak suasana di makam,” aku berusaha menyadarkannya.

“Benar sekali, itu modal kita. Dengan keadaan angker, orang akan mentuankan kompleks makam itu. Dengan petunjuk kita, akan banyak orang berdoa di sana. Dengan keadaan sunyi, orang akan bebas mengucapkan doanya. Dengan keadaan gelap, orang tak perlu malu berada di sana. Dengan keadaan serba tak enak akan buat wartawan enggan masuk ke sana. Jadi, orang tak perlu takut wajahnya akan diekspose ke media massa. Dan semua ketenangan itu menjadi fasilitas agar harapan dan keinginan mereka terkabul.”

Gila! Pikiranku semakin melayang jauh menerawang dan terbang mengembara. Semakin jelas tawa Beni di rumah sakit jiwa. Semakin jelas wajah kucel, pakaian compang-camping, bicara sendiri di trotoar. Semakin jelas diri Beni berada dalam ruang sepi. Terpasung dan sendiri.

Aku tertawa dan cekikikan. Hal inilah yangg membuat Beni merasa tak nyaman. Sebagai sahabat kental, ia berusaha meyakinkanku, megutarakan penjelasan dan alasan yang bertele-tele layaknya orang pemerintahan. Tak biasanya ia bisa berkata lancar. Seperti guru saja.

“Sudah malam Ben. Ayo pulang. Besok kerja,” ajakku.

“Kau pulang duluan. Mungkin aku agak lama di sini.”

Beni memang terlahir dari keluarga sederhana. Namun kebutuhannya tercukupi dengan baik. Hanya kemewahan saja yang tak ia rasakan ketika berada di desa. Sama seperti aku. Mungkin hal ini yang membuat kami akrab. Tapi entahlah, Beni banyak berubah di kota ini. Terutama pola pikirnya.

Semenjak kami bekerja di kota. Kami terpaksa melakoni kerja yang berat. Pabrik kayu. Pekerjaan yang banyak mengandalkan otot dan menguras tenaga. Apalagi kami buruh tidak tetap. Semua itu terpaksa kami jalani untuk menghindar dari gunjingan warga desa. Mereka selalu mengatakan pemuda yang tidak bekerja ke kota akan dicap sebagai penganggur, sampah masyarakat. Lebih parah lagi, mereka akan menjauhkan anak gadisnya dari pemuda semacam itu.

“Memangnya kau akan bertekad membuat dan mewujudkan pameran makam itu, Ben?”

“Ya!”

Tekad Beni memang kuat. Kami pergi ke kota metropolis ini dan bekerja di pabrik memang bermula dari tekad dan ajakan Beni. Sungguh luar biasa. Aku merasakan semangatnya yang membara jika keinginan sudah dikatakannya.

“Sudahlah Ben, ayo pulang!” ajakku pelan.

“Tidak. Saya tetap di sini dan esok atau lusa pameran itu akan terselenggara.”

“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”

“Seperti mengadakan pameran yang telah aku pelajari di Karang Taruna Desa. Pertama, aku akan mencari kuburan yang sangat angker, terus mempublikasikan, terus semua orang bisa datang. Tanpa aku menghias atau merapikan makam. Otomatis tak butuh modal banyak. Kau mau ikut atau tidak? Keuntungan bisa kita bagi dua.”

Tawaran yang sangat menggiurkan, membuat aku berpikir dua kali. Kegilaan dan memikirkan keuntungan. Namun, yang terpikirkan oleh buruh yang upahnya sangat kecil hanya kenekatan. Menggiring aku menaklukkan pikiran gila dan meninggikan keuntungan.

“Lantas apa yang harus aku lakukan Ben?”

“Kau tak usah berbuat apa-apa, hanya membantu aku ketika pameran nanti. Sekarang, pulanglah dan besok bekerja. Aku tidak masuk kerja besok.”

“Kalau begitu saya pulang, Ben.”

Aku melangkahkan kaki menyusuri trotoar dengan memikirkan keuntungan yang nanti bakal kuraih bersama Beni. Kemewahan dan harta yang melimpah. Spontan aku tertawa. Lampu kerlap-kerlip di simpang jalan membentuk tulisan ‘Rumah Sakit Jiwa’, menarik perhatian pandangan mataku. Kulihat diriku dan Beni berada di sana. Di antara kaca yang terpampang besar di depannya. Sampai aku di kamar kos. Sendiri tanpa Beni. Sunyi di antara gelap malam. Pun aku tertawa sendirian memikirkan kegilan Beni. Sungguh nekad. Kok bisa-bisanya.

Seminggu berlalu. Tak ada kabar dari Beni. Aku terus menantinya pulang ke kos. Rutinitas yang kujalani tetap sama. Berjalan ke Pabrik untuk bekerja, pulang ke Kos untuk istrirahat, dan cangkruk di warung untuk makan, sekadar nyruput kopi, dan menghisap rokok kretek.

Banyak kudengar dari radio dan cerita kawan-kawanku, selain dari surat kabar lokal yang tersedia di warung, banyak pejabat pemerintah yang hilang. Banyak aktivis yang hilang. Banyak orang hilang. Entah minggat atau diculik. Tak ada kejelasan sama sekali. Hanya mengabarkan hilang. Kota semakin gempar dan dicekam ketakutan. Mereka menandai diri. Memasang semacam alat pelacak di tubuh. Mereka ingin mudah ditemukan kalau diri mereka sewaktu-waktu hilang.

Hari ini kulakukan aktivitas seperti biasa. Ke pabrik, pulang ke kos dan nongkrong di warung. Seperti biasa pula, kuserubut kopi dan kuhisap rokok kretek sendiri, tanpa Beni. Kubolak-balik koran yang acak-acakan. Aku heran dengan berita tentang makam baru tetapi nisannya tak bernama. Kubaca pelan-pelan. Ternyata orang itu ditemukan sudah menjadi mayat di kompleks makam para pejabat. Konon kabarnya, para pejabat yang dikubur di kompleks makam itu adalah tukang-tukang korupsi. Orang itu mati dengan telanjang bulat, kepala hancur, tubuh penuh luka, dan sangat sulit dikenali. Tak ada tanda pengenal atau alat pelacak untuk menunjukkan identitasnya. Banyak orang mengira-ngira bahwa orang itu adalah keluarga mereka, teman, atau musuh yang hilang. Mayat itu terpaksa cepat-cepat dikubur karena banyak sekali orang yang mengaku sebagai keluarga atau temannya. Daripada berebut, lebih enak dikubur.

Sungguh aneh berita yang aku baca. Tapi tunggu dulu, kompleks itu berada tepat di tengah kota. Tak jauh dari tempatku duduk kini. Mungkin hanya berjarak dua kilometer. Dan itu terjadi kemarin ketika aku sedang berada di pabrik. Aku teringat kembali pada Beni. Di mana sekarang dia? Sudahkah menemukan makam yang tepat untuk dijadikan pameran. Mungkin kompleks makam tersebut menjadi tempat yang strategis. Tetapi sekarang sudah terlalu ramai dikunjungi dan diberitakan wartawan.

Aku melanjutkan membaca koran yang masih ada di tangan. Diberitakan kalau pemilik warung dekat dengan kompleks makam tempat kejadian perkara sempat ngorol dengan orang itu sebelum meninggal ketika pemilik warung ditanya wartawan. Orang yang mati itu pernah ngopi di warungnya. Pemilik warung juga mengatakan bahwa orang itu akan mengadakan pameran dekat makam karena tema yang diangkat sesuai dengan keadaan makam. Angker, sunyi, misteri dibalik tubuh hancur karena banyak dosa.

“Benar Mas, konon pejabat-pejabat yang dikubur di sana banyak melakukan korupsi. Kalau diberitakan antar mulut saja atau di koran, Mas bisa terkenal,” pemilik warung mengulang perkataannya untuk orang tersebut kepada wartawan, “tetapi orang itu pergi dengan tersenyum setelah ia membayar kopi dan rokok kreteknya,” pemilik warung melanjutkan ceritanya.

Dikabarkan juga, pemakaman orang tanpa identitas dihadiri para pejabat, mahasiswa, dan banyak orang yang mengaku punya hubungan dengan orang tersebut. Nisan tanpa nama itu disepakati karena banyak orang yang berebut ingin nama anggota keluarga atau teman mereka yang hilang terukir di sana. Dikabarkan pula, sampai hari ini pun, masih banyak orang yang berdoa menziarahi kompleks makam pejabat kota di makam yang bernisan tanpa nama.

Aku bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah itu Beni sahabatku? Melakukan pameran makam di kompleks makam tengah kota. Mengapa mesti dirinya sendiri yang dipamerkan?

Surabaya, 18 November 2005 (01:42).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito