Selasa, 06 Januari 2009

BUNDAR BERTANGKAI

Dian

Dentuman meriam tak lagi membuatku gentar. Suara senapan sangat akrab ku dengar. Ya...seperti suara semilir angin bagi mereka yang hidup di bukit-bukit sejuk. Sampai sekarang belum kutemukan cara untuk mengatakan mauku kepada mereka, orang-orang tak tahu diri itu. Aku mau mereka pergi dari tanahku ini.

Para tetangga dan saudara-saudaraku mengatakan bahwa aku tidak jantan. Sebabnya sepele saja, menurutku. Kerjaku sehari-hari hanya merenung, selebihnya aku bekerja sebagai pengantar bambu, dari rumah juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara, bambu-bambu ku antar ke markas tentara untuk dijadikan bambu runcing. Aku belum pernah diberi tempat dalam keperwiraan karena fisikku yang berbeda. Telingaku kurang berfungsi dan mata kiriku tak begitu tajam rupanya. Jadi memang, aku tak dapat mendengar suara meriam. Sudah ribuan kali ku ucapkan hasratku untuk beradu kejantanan dengan Belanda tak tahu diri itu, namun komandan Sunarya hanya tersenyum, tersunyum bijak jika boleh kuartikan dengan analisa kesoktahuanku. Dan lagi-lagi ribuan kali pula aku berusaha katakan pada diri ini, bahwa tempatku berjuang memang bukan di sana, tapi...di tempat lain, seperti nasihat komandan Sunarya, sebenarnya aku juga harus tahu diri.
****

Seeesssssstttttt...deeeuuuummmm...... Seeesssssstttttt...deeeuuuummmm......aku dengar suara itu, tapi sangat lemah, aku hampir tak mendengarnya. Mungkin itu meriam. Aku lihat Pakde dan Bude lari ke arahku, tanpa babibu mereka menarik lenganku, aku masih bingung. Orang-orang kampung semua berlari ke arah barat dengan wajah panik. Ada apa. Tak berapa lama kemudian mereka tiarap dan aku ikut saja tanpa mengerti. Aku hanya mengira-ngira, mungkin tuan mister datang. Ya, benar. Badanku masih telungkup, ku lirikkan mataku ke kanan, kulihat kepulan asap hitam, kuartikan kampungku terbakar. Aku, Pakde, dan Bude masih tiarap. Kami pura-pura pingsan. Aku lihat ada pesawat terbang mendarat di padang rumput sebelah timur laut kampung ini, membuat jantungku semakin cepat detaknya. Darahku berdesir. Entahlah, mungkin aku tak kuat nyali...atau malah darah juangku mulai berkobar. Aku masih bingung.

Kupicingkan mataku untuk memendang lebih jauh. Di sana rumah juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara, bambu-bambu berserakan, air mataku menetes pelan...dan semakin menderas. Membasahi tanah yang selalu basah darah dan air mata. Ku gigit bibirku yang kering dan sudah pecah-pecah sariawan. Hidungku panas.

Keadaan seperti ini sudah sering aku rasakan. Setelah ini aku akan kumpulkan bambu-bambu yang berserakan itu. Ku antar ke markas tentara dan hanya itu yang bisa ku lakukan. Sampai saat ini.
****

Ya Allah...apakah aku benar-benar dungu...di mana letak kelaki-lakianku sebagai bangsa ini. Bangsa yang terjajah. Malam ini aku benar-benar memohon, buatlah sedikit perubahan pada garis nasibku. Buatlah sedikiiiit...saja alasan buatku bisa berjuang selayaknya mereka. Terbitkan secuil harapan untukku.

Pagi-pagi sekali aku berangkat ke rumah juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara bermaksud memunguti bambu-bambu yang kemarin sore porak poranda oleh serangan tuan mister. Dari kejauhan kulihat di sana ada sesuatu yang membuatku mengurungkan niat, tuan Van Moor ada di sana, yah...orang Belanda yang aneh. Dia selalu membawa kaca bundar bertangkai di tangan kirinya. Yang jika ku perhatikan kaca itu ia gunakan untuk alat bantu melihat. Sewaktu aku bekerja sebagai kurir di kantor pabrik teh milik juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara di sana banyak orang berkaca mata, itu yang kutahu jika ada gangguan penglihatan. Tapi jika kuperhatikan, tuan Van Moor tidak mungkin pakai kaca mata, daun telingan kirinya tidak ada. Haa...ha...aku ingin tertawa. Aku mengintip dari balik semak. Aku lihat tuan Van Moor berpamitan, namun sebelum pergi didekatkannya kepala berambut pirang itu ke telinga juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara, sepertinya ada yang dikatakannya dan sedikit rahasia. Aku penasaran. Sang juragan manggut-manggut, mereka berdua tersenyum-senyum dan saling melambaikan tangan.

Tuan Van Moor membalikkan badan, hampir saja pengintaianku tertangkap penglihatannya yang kabur. Dia berjalan melenggang ditemani 2 bawahannya. Berjalan tepat di depan tempatku bersembunyi di balik semak. Dan...klotakk!!!! kaca bundar bertangkai-yang entah apa itu namanya-jatuh di depan kaki kiriku. Aku ingin mengambil dan mengembalikannya, namun aku buru-buru ingat bahwa aku sedang mengintai. Ku tunggu saja dia berlalu dan ku ambil kaca itu. Ku sembunyikan di balik celana goni warisan mbah kakung. Bergegas menghampiri juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara yang sudah masuk rumah.
***

Aku tidak akan pernah terima dengan semua ini, aku akan buat perhitungan dengan si Belanda tua itu.

Seharian aku merenung, cara apa yang harus ditempuh demi membebaskan bangsa ini dari belenggu ketertindasan. Hatiku yang terbakar semangat merdeka bagai bara dalam sekam. Jika aku belum bisa porak-porandakan pasukan tentara kolonial di Batavia setidaknya aku harus berbuat sesuatu di sini, ya, di sini. Tapi..apa yang bisa ku lakukan, secuil moncong senapan saja aku tak punya.
***

Kaca bundar cembung bertangkai ku selipkan begitu saja di gedeg bilik rumah Pakde, dengan posisi tangkai terselip dan kepala kaca tersembul seluruhnya pada celah lebar yang ku anggap jendela. Rumah Pakde menghadap ke selatan ’jendela’ itu menghadap ke timur. Tepat di bawah jendela itu adalah tempat tidurku. Di sana ada tikar dan satu-satunya bantal yang ku punya, seingatku sejak aku bisa membuka mata. Si bundar bertangkai ku tinggalkan saja di sana. Kutinggal bekerja di rumah juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara.

Namun sorenya sepulangku, Bude marah-marah dan mengusirku. Alasannya, aku anak tak tahu terima kasih. Beliau menuduhku mencuri rokok di rumah juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara. Pasalnya bantal yang biasa ku pakai muncul lubang seperti bekas sudutan rokok dan membuat Bude geram, beliau tak mau dengar alasanku. Walau jujur saja, aku tak tahu apa yang membuatnya berlubang. Aku diusir.
***

”Ngun, Yune arep nyang nggone ndara Van Moor. Kowe jaga omah, aja nyandi-nyandi”
”Ana apa mbak yu? Kok njanur gunung, sampeyan apa arep diwenehi gawean?”
”Iya, wis aja takon wae, Yune budal disik”

Kira-kira itu percakapanku sebulan yang lalu dengan Yu Surti, kakak perempuanku yang kini menghilang. Aku sempat bertamu ke rumah Van Moor, si Belanda tua itu, untuk menanyakan keadaan Yu Surti, tapi bukan sambutan baik yang aku terima, malah anjingnya yang hitam melonglong sangat memekakkan telinga normal. Aku lari tunggang langgang demi menyelamatkan diri dari kejarannya. Aku berlari sekencangnya, entah sampai di mana aku lari. Saking kencangnya lariku, tiba-tiba....aduh!!! kakiku terantuk sesuatu. Lututku berdarah, sakit sekali, aku ingin menangis. Tanpa sadar aku tiba di suatu pekarangan dengan pintu rumah tertutup rapat. Tak peduli. Dengan tertatih-tatih ku berjalan mendekati samping rumah itu, ku sandarkan punggung kurusku di dindingnya.

Aku menangis, lapar, lututku perih. Masih bersandar di tembok. Aku dengar sayup-sayup suara di dalam rumah itu. Suara pria dan wanita. Tak salah lagi, itu suara Yu Surti. Darahku mendidih sesaat menyadari semua ini. Yu Surti dijadikan wanita penghibur di rumah bordil itu. Aku tak terima. Hatiku begolak panas, gigiku gemelrtuk menahan amarah, jantungku mau pecah, otot-ototku mengeras.

Tak perlu lama berfikir. Ku masukkan tangkai si bundar pada vas pemberian bude, aku naik ke pohon dan aku ikat di sana, ku atur letaknya agar menghasilkan efek seperti yang ku mau. Aku turun dan mengamati dari kejauhan. Hasilnya bukan main. Atap sirap itu mulai berasap. Bukan sekedar meninggalkan bekas sudutan rokok seperti di bantal tempo hari, tapi rumah bordil itu benas-benar terbakar.

Aku menari kegirangan goyang pinggul tak karuan khas orang tak berpendidikan. Sedangakan si Belanda tua itu lari tunggang langgang menabrak ini itu. Kulihat tangan kiri juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara menarik lengan Yu Surti yang meronta-ronta sedari tadi. Kepanikan itu aku manfaatkan untuk merebut Yu Surti dari tangan mereka. Kami-pun berlari hingga sangat kelelahan. Kami berhenti di pinggir pasar Kliwon.

”Le..” Yu Surti memanggilku lembut, aku menoleh tanpa sepatah katapun.
”Aku merasa baru kali ini aku melihatmu gagah bukan main” aku tersenyum bingung, aku me rasa ada yang aneh.

”Le, aku ingin kau menikahiku” sepontan aku menatap matanya tajam, mungkin Yu Surti mabuk dicekoki arak oleh Belanda tua itu. Namun aku tetap tak berucap. Aku tetap menatap matanya. Dia tersipu.

” Aku bukan saudara kandungmu, kita sama-sama anak pungut. Saat itu usiaku sekitar 5 tahun, kau masih bayi. Ada kebakaran besar di desa kita. Orang tuaku meninggal, orang tuamu hilang. Kita diasuh oleh orang baik yang selama ini kita sebut budhe. Le..baru hari ini, aku mulai mencintaimu. Kang Parmun sudah lama meninggal. Aku lama menjanda” Aku mengangguk mantap.
***

Beberapa kali aku bergerilya bersama Dik Surti-ku. Kami bakar markas-markas Belanda beserta rumah-rumah bordilnya. Tak ketinggalan rumah juragan Branta Nugraha Mangkuraharja Natanegara juga kami bakar, setelah hartanya habis dia malah jadi entek Belanda seutuhnya. Dia khianati ibu pertiwi dengan caranya, dan aku membalasnya dengan caraku. Ya..baru itu yang bisa ku lakukan untuk tanah ini...sesuatu yang memang tidak jantan[.]

Malang, april 2008

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito