Minggu, 28 Desember 2008

SINOPSIS FILM Denias; Senandung Di Atas Awan

Imamuddin SA

Film ini mengisahkan sebuah perjalanan hidup seorang anak kecil dalam menggapai cita-cita dan impiannya. Usia anak itu adalah usia anak Sekolah Dasar. Kira-kira sembilan sampai dua belas tahunan. Ia hidup dalam lingkungan masyarakat suku Boneo. Tepatnya di daerah Papua, Irian Jaya.

Nama anak itu adalah Denias. Ia tergolong seorang anak dari keluarga miskin. Meskipun demikian, ia memiliki cita-cita dan impian yang tinggi, yaitu bersekolah. Di daerahnya tida ada lembaga sekolah secara resmi dan layak dijadikan sarana belajar dan pembelajaran. Selama itu, ia dan anak-anak kampung yang lain bersekolah di sebuah Honei. Yaitu sebuah bangunan rumah yang saat itu dijadikan tempat belajar darurat yang kondisinya sangat memprihatinkan.

Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta berobsesi tinggi. Di sekolah dan di lingkungan bermain, ia memiliki seorang teman yang selalu mencuranginya dan berbuat tidak baik kepadanya. Dia adalah Noel. Suatu ketika, saat di sekolah,mereka sempat berkelahi. Hal itu disebabkan oleh Noel yang bersikap curang dan culas saat bermain.

Sebagai anak orang yang miskin, Denias berani melawan siapapun demi kebenaran, tak perduli dengan siapa ia berhadapan. Hal itu ia tunjukan kepada Noel yang notabenenya adalah anak seorang Kepala Suku yang bermartabat tinggi dan diyakini memiliki kekuatan supranatural di kampungnya.

Pada mulannya Denias dan teman-temannya di Honei tersebut diajar oleh seorang guru yang berasal dari Jawa. Ia terlihat cerdas dibanding dengan teman-temannya yang lain. Ia rajin dalam bersekolah. Bersekolahnya Denias itu tidak cukup lama. Karena Istru guru tersebut sakit keras di Jawa, ia akhirnya pulang ke Jawa. Honei itupun sekarang sepi. Sesepi hati Denias. Tidak ada yang bersekolah lagi.

Denias bingung. Harus kemana lagi ia akan bersekolah. Ia kemudian menemui seorang tentara RI yang bernama Pak Leo. Itu panggilan yang dilakukan oleh Denias kepada tentara itu. Sebenarnya namanya bukan Pak Leo. Yang benar adalah Maleo. Yaitu suatu nama untuk satu korps pasukan khusus TNI yang di tugaskan di kepulauan Irian Jaya. Pasukan itu terdiri dari cukup banyak orang. Namun yang di tugaskan di daerah Denias hanya satu orang itu saja. Denis kemudian mencurahkan isi hatinya yang merasa kalut sebab tidak dapat bersekolah lagi. Mendengar keluhan tersebut, Pak Leo pun hatinya tersentuh. Ia kemudian memutuskan diri untuk mengajar Denias dan teman-temannya di Honei itu.

Denias memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal itu dilakukannya sehari-hari. Suatu ketika ibunya terjatuh sebab kondisi kesehatannya yang kurang membaik. Melihat hal itu, Denias langsung sigap menghampirinya dan menolongnya. Ia berteriak histeris. Kebaktiannya terlihat sangat mendalam saat ia berkenan merawat ibunya. Dengan tulus dan ikhlas ia merawatnya.

Beberapa saat kemudian ibunya pun tertidur. Saat itu Denias tiba-tiba dipanggil oleh beberapa orang temannya. Yang namannya pasti pernah melakukan kesalahan dan keteledoran. Apalagi seorang anak kecil seusia Denias. Denias dipanggil dan rencanannya diajak berburu ke hutan. Ia dipaksa ikut oleh teman-temannya. Ia bingung. Ia berada dalam sebuah dilema antara merawat ibunya dengan paksaan teman-temannya.

Melihat ibunya yang sedang tidur pulas, rasa solidaritasnya muncul. Ia kemudian bersedia berburu ke hutan bersama teman-temannya. Namun sungguh naas, ia lupa bahwa sebelum berangkat berburu, ia menggantungkan bajunya di atas perapian dekat ibunya yang sedang tidur pulas. Baju tersebut kemudian terjatuh ke perapian. Api yang tadinya kecil kini menjadi besar oleh baju itu. ibunya tidak menyadari hal itu sebab sedang tidur. Kobaran api itu semakin membesar dan membakar rumah begitu juga ibunya. Denias melihat dari kejauhan ada rumah yang terbakar. Ia memastikan bahwa arah rumah tersebut adalah rumahnya. Ia lalu berlari dari hutan untuk pulang. Sesampainya di rumah, ia dikejutkan oleh kondisi fisik ibunya. Ibunya meninggal sebab terbakar api. Tubuhnya hangus. Derai air mata tak sanggup tertahan. Ia mengalami sok berat selama beberapa hari. Ia hanya bisa bermurung durja, meski ayahnya kerap menasehati dan memotivasinya. Pak Leo pun juga menasehatinya dan memberi semangat hidup yang baru kepada Denias. Akhirnya ia pun dapat menikmati hari-harinya dengan ceria lagi. Dan bersekolah lagi.

Denias kembali belajar bersama-sama dengan temannya. Ia bersemangat. Tapi semangatnya itu tidak didukung oleh orang tuanya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah. Ia disuruh membantu bapaknya di rumah. Dalam kondisi semacam itu, semangatnya tidak kunjung padam. Ia bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari bapaknya.

Tidak lama kemudian, honei itu roboh dan hancur oleh gempa bumi. Denias dan teman-temannya tidak punya tempat sekolah lagi. Pak Leo lalu berinisiatif untuk membangun tempat sekolah yang sangat sederhana. Yang penting dapat dijadikan tempat belajar dan pembelajaran.

Pembangunan tempat itu ternyata mendapat hujatan dari beberapa warga dan kepala suku. Tempat itu dilarang berdiri di sana. Tidak lama dari kejadian itu, Pak Leo pun dipindahtugaskan dari kampung enias. Kini Denias kembali dirundung duka sebab tidak dapat belajar dan bersekolah lagi.

Dalam kondisi semacam itu, Denias terobsesi oleh kata-kata Pak Leo bahwa di balik gunung ada tempat sekolah. Tepatnya di kota. Denias hatinya merasa terpanggil. Ia kemudian memutuskan diri untuk meningalkan kampung halamannya dan juga orang tuanya. Ia pergi dengan sembunyi-sembunyi. Ia melewati gunung dan lembah untuk sampai ke kota. Ia berlari kencang untuk segera sampai di kota. Sungguh jauh tempat yang ditempuh Denias, namun tidak menyurutkan api semangatnya untuk bersekolah.

Sesampainya di kota, mendapat seorang teman yang bernama Enos. Ia adalah gelandangan. Untuk sementara waktu, Denias tinggal bersama Enos di pingguran jalan. Ia kemudian pergi kesekolah yang dimaksud. Di sana ia bertemu dengan Bu Sam. Seorang wanita cantik dan berbudi luhur. Bu Sam meanyakan tujuan Denias datang ke sekolah itu. setelah panjang lebar dijelaskan, Bu Sam pun tahu maksid dan tujuan Denias ke tempat itu. yaitu tidak lain untuk bersekolah.

Bu Sam dalam dilema. Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias tidak dapat masuk di sekolah tersebut. Hal itu disebabkan Denias tidak punya cukup uang untuk biaya sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki buku raport.

Bu Sam berusaha keras untuk bisa memasukkan Denias ke sekolah tersebut. Ia mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus sekolah. Dan untuk sementara waktu, Denias tinggal di rumah Bu Sam. Namun tidak lama. Ia kemudian tinggal di asrama sekolah.

Bu Sam berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat masuk di sekolah itu. Selama berada di lingkungan sekolah, denias bertemu dengan seorang anak gadis yang berama Angel. Ia baik hati. Ia berteman akrab dengan Denias. Hal itu menyebabkan hati Noel sakit. Dan saat itulah Denias tahu bahwa Noel juga sekolah di tempat itu.

Denias mendapat syarat dari Bu Sam, bahwa jika ia ingin diterima bersekolah di tempat itu, ia tidak boleh nakal dan membuat ulah. Meski ia mendapat perlakuan kurang baik dari teman-temannya, ia harus dapat menahan emosinya. Ia harus mengalah jika ingin diterima.

Saat inilah perjuangan keras Denias diuji. Di sekolah dan di asramah itu, ia masih tetap sama seperti di kampungnya. Ia masih mendapat perlakukan yang tidak baik dan culas dari Noel. Kini ia harus sabar dan tidak menanggapi segala perlakuan Noel. Ia bahkan sempat dihajar habis-habisan oleh Noel dan teman-temannya tanpa ada alasan yang jelas. Demi bisa diterima sekolah di tempat itu, ia rela dipukuli dan tidak membalasnya. Bukanya dia tidak berani dengan Noel dan teman-temannya. Demi impian dan cita-citanya, ia harus besabar.

Saat di asrama, Noel juga bersikap sama. Ia bahkan lebih kejam. Ia membuat peraturan sendiri untuk tidak memperkenankan teman-temannya memberi tempat tidur pada Denias. Tempat tidur yang semestinya diperuntukkan Denias ia ambil alih. Sedangkan tempat tidurnya dibiarkan kosong. Denias dalam setiap malamnya selalu tidur di lantai tanpa alas suatu apapun. Dengan kondisi seperti itu, denias akhirnya jatuh sakit. Tapi tidak lama kemudian dia sembuh.

Di sekolah itu Denias masih belum diterima sebagai murid. Ia di sana difungsikan sebagai pelayan kantin. Melayani seluruh siswa yang sedang makan dan berjajan di sana. Suatu ketika, saat jam istirahat dan makan, denias mengantarkan hidangan kepada siswa-siswa tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya kembali mendapat perlakuan yang kurang baik dari Noel. Denias dijatuhkan oleh Noel, denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Denias maunya dipukul oleh Noel, tapi kali ini ia sedikit membela diri. Piring yang masih ada di genggaman tangannya, ia jadikan alat untuk menangkis pukulan Noel. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam piring.

Denias merasa bersalah. Dalam hatinya, terbersit rasa salah yang begitu besar. Ia beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Bu Sam. Dan ia pasti tidak akan diterima bersekolah di tempat itu. ia kemudian berlari kencang keluar. Entah kemana ia pergi. Sungguh jauh ia berlari.

Bu Sam mencarinya kesana-kemari, namun tidak kunjung menemukannya. Denias pada saat itu berencana untuk kembali ke kampung halamannya. Ia putus asa. Ia merasa bahwa impian dan cita-citanya untuk bersekolah kini telah pupus oleh satu kesalahan yang dilakukannya, yaitu dengan melukai Noel.

Denias adalah anak yang berbudi baik. Ia tidak lupa dengan orang yang menolongnya. Dalam kepedihan hati dan keputusasaannya, ia masih menyempatkan diri berpamitan kepada Bu Sam. Ia berpamit untuk pulang ke kampung halamannya. Saat itulah, Denias mendapat kabar gembira dari Bu Sam, bahwa ia diterima bersekolah di tempat itu. Hati Denias berbunga-bunga. Impian dan cita-citanya kini tercapai juga. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halamannya. Ia bersekolah dan mulai mengukir masa depannya. Denias menari di atas awan.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito