Jumat, 26 Desember 2008

Kembang Sepatu di Antara Sepatu

A Rodhi Murtadho
http://rodhi-murtadho.blogspot.com/

Sepatu berbau busuk. Kembang sepatu berwarna merah. Pemandangan yang selalu ada di setiap hari Minggu. Di antara teriknya sinar matahari dan angin yang terus mengalir pada kesunyian yang membawa bau busuk sepatu. Tentu saja bau itu menjalar ke mana-mana. Yang pasti ke rumahku. Sebagai tetangga yang berdempetan. Bahkan halamannya juga hampir menjadi satu. Aku yakin tetangga yang berada di seberang sana dalam radius seratus meter masih bisa merasakan kebusukan sepatu itu.

“Mas, jangan kau buka pintu dan jendela, aku takut bau busuk sepatu itu akan menjalari rumah kita,” pintaku pada suamiku.

“Tapi udara segar tidak akan masuk, Dik,” kata Harjo, suamiku yang berperawakan kalem dan sangat sabar.

“Itu lebih baik daripada seluruh isi rumah ini akan menjadi sesak dan busuk.”

Kami sebenarnya tidak tahan. Lebih tepatnya, aku sangat tidak tahan. Bagaimana mungkin Kumajas, tetanggaku itu, tahan dengan bau busuk yang menyengat seperti itu. Pintu dan jendela rumahnya terbuka. Sepatu yang dijemur di atas pohon kembang sepatu berada tepat di depan rumahnya.

Kumajas memang seorang pengusaha sukses. Rumah dibeli sendiri dari hasil kerjanya. Bahkan mobilnya sampai tiga. Dia masih lajang dalam usianya yang hampir 30 tahun. Ketampanannya membuat greget para istri yang berada di perumahan Griya Cemara ini. Namun itu hanya berlangsung seminggu sejak kedatangannya. Sejak dia menjemur sepatu di halaman rumahnya, jangankan para istri, semua tetangga menjauhinya.

Hari sabtu, pekan terakhir bulan ketiga sejak kedatangannya, kulihat mobil Kumajas pulang pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, tak seperti biasanya. Atau dia sakit. Tapi apa yang kulihat sungguh menyesakkan dada. Dia berjalan ke halaman rumahnya sambil menenteng sepatu. Menjemurnya. Kulihat rumah tetangga yang lain langsung tertutup rapat baik jendela, pintu, maupun seluruh lubang udara.

Aku sudah tidak tahan lagi. Biasanya dia menjemur sepatu busuknya hanya pada hari Minggu. Dan biasanya suamiku, Mas Harjo, selalu menghiburku meskipun aku tahu Mas Harjo juga sangat marah. Sebagai seorang istri, hari Minggu biasanya kugunakan waktu untuk menservis suami menjadi terganggu dengan ulah Kumajas menjemur sepatu busuknya.

“Mas, Mas Kumajas …” kuketok rumahnya, kupanggil sangat keras dan tentu saja sambil menutup hidungku.

Suara langkah dari dalam mendekati pintu. Tak begitu tergesa dan terdengar santai.

“Ya, saya sendiri, ada apa Bu Harjo?” kata Kumajas yang kemudian tersenyum manis.

“Ada apa, ada apa! Sepatu Mas itu lho. Bau! Biasanya hanya hari Minggu menjemurnya. Sekarang masih hari Sabtu kok sudah dijemur!”

“Oh, mungkin hanya perasaan Ibu saja. Sepatu itu tidak bau kok. Kebetulan sekarang ada waktu, jadi saya menjemurnya. Tidak usah menunggu besok.”

Aku semakin kesal dengan perkataan dan sikapnya yang merasa tak punya salah dan dosa atas perbuatannya.

“Kalau Mas mau bukti. Itu lihat! semua tetangga menutup pintu dan jendelanya agar tidak mati sesak napas karena mencium bau busuk sepatu Mas.”

“Saya yakinkan kalau sepatu saya tidak bau, Bu. Oke! Ibu silahkan duduk dulu. Saya ambil sepatunya.”

Aku duduk di ruang tamu sementara Kumajas berlari mengambil sepatu yang dijemurnya. Dia menenteng sepatu tanpa menutup hidung. Sempat terlintas di pikiran, kalau di dalam rumahnya, aku tidak mencium bau busuk sepatu itu. Padahal di rumahku dan rumah tetangga yang lain baunya sungguh menyengat. Aku tidak lagi menutup hidung. Mungkin lupa: terpesona dengan suasana dan harum ruangan rumah Kumajas.

“Ini Bu, kalau kurang percaya. Kalau bau tentu Ibu akan menutup hidung,” kata kumajas sambil menunjukkan dan mendekatkan sepatunya.

Aku merasakan keanehan dan langsung berlagak untuk menutup hidung. Namun perlahan kubuka karena memang sepatu itu tidak bau seperti yang selama ini tercium dari rumahku dan dari rumah-rumah tetangga yang lain. Aku malu. Menundukkan muka dan entah panas dari mana. Wajahku terasa sangat panas dan memerah.

“Bu, Bu Harjo, ada apa Bu? Wajah Ibu kok merah. Apa sepatu ini bau?”

Aku melihat sepatu yang sama yang pernah kuberikan pada Kumajas. Sepatu yang kutulisi namaku di bagian alasnya, ANA, yang kurencanakan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-27. Namun menjadi sepatu tanda perpisahan kami.

“Ehm ..e .. tidak,” pelan aku menjawab.

Aku langsung mengingsutkan badan. Berlari menuju pintu tapi tanganku terasa tersangkut. Kulihat tangan Kumajas sudah erat memegang tanganku.

Kerinduan yang sudah lama menghilang, kembali lagi. Kumajas, mantan tunanganku, yang pernah kupuja beberapa tahun lalu harus kutinggalkan. Lebih tepatnya tiga tahun lalu sebelum pernikahanku dengan Harjo. Kumajas yang diam-diam mempunyai perempuan pujaan lain selain aku. Satu hal yang tak pernah kumengerti. Padahal kami telah merencanakan pernikahan setelah ulang tahunnya yang ke-27. Sebagai seorang perempuan, aku merasa sangat tidak dihargai. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan pertunangan dengannya.

“Kau tahu, aku sangat merindukanmu, An?” didekapnya aku erat-erat dalam tubuh bidangnya.

Entah mengapa aku tak kuasa melepas dekapannya. Malah tanganku pun melingkar di tubuhnya. Erat. Kegairahan pun mulai muncul. Biarpun aku melakukannya dengan Mas Harjo tiga kali seminggu. Namun aku tak bisa membendung gairah yang muncul ini.

Sepi di luar, sepi menelan-mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak. Sampai ke puncak.

“An, kita lakukan seperti dulu. Seperti biasanya,” kata Kumajas pelan.

“Mulutmu mencubit di mulutku,” kata kami bersamaan mengalir pelan.

Kami pun lunglai di bawah bimbingan birahi. Di samping sepatu. Kerinduan demi kerinduan terus terobati dalam dekapan dan cumbuan. Cucuran keringat pun tak sengaja menetes ke dalam sepatu. Panas nafas kami menghembus cepat di atasnya. Di atas sepatu Kumajas. Berguling ke sana kemari juga di atas sepatu Kumajas.

Sore hari, seperti biasa, para istri yang sedang menunggu suaminya pulang bergerombol ngobrol tak karuan.

“Bu, besok Kumajas akan menjemur sepatu atau tidak?” tanya Bu Agus kepada para istri, membuka obrolan.

“Paling, tidak. Soalnya aku tadi sudah merasakan kebusukan sepatunya,” ungkap Bu Tommy.

“Mudah-mudahan saja tidak. Kalau menjemur lagi, wah bisa mati sesak kita,” Bu Andrew berkata sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan mukanya.

“Tapi kulihat Ibu Harjo tadi melabrak Kumajas, ya. Kulihat Kumajas langsung mengambil sepatunya,” Bu Tommy tersenyum memandangku.

Celaka, ibu-ibu ini tahu kalau aku mendatangi Kumajas dan jangan-jangan mereka juga melihat apa saja yang kulakukan bersama Kumajas.

“Iya, Bu. Aku kan tetangganya yang paling dekat, jadi baunya membuat pusing kepala. Mau pecah rasanya,” kataku mengiyakan untuk menghindari tudingan yang macam-macam dari para istri ini.

“Iya lha, kok ada sepatu yang baunya seperti itu,” kata Bu Agus menambahkan.

“Kalau ada pepatah, rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman rumah kita enaknya diganti saja menjadi bau tetangga lebih busuk dari bau kita,” kata Ibu Tommy melengkapi.

“Atau lebih tepatnya, sepatu busuk tetangga lebih busuk dari tai kita,” kata Ibu Agus menambahkan yang kemudian disambut dengan tawa para istri.

“Bagaimana kalau kita labrak sama-sama. Gabungan para istri. Percuma dong kalau dulu kita diperjuangkan Kartini sementara sekarang hanya bisa tinggal diam. Mangku tangan. Menerima bau busuk sepatu Kumajas sialan itu,” kata Bu Andrew memprovokatori.

“Maaf, Bu. Mas Harjo sudah datang. Saya permisi dulu,” kataku seraya melangkahkan kaki menuju rumah untuk menyambut suamiku.

Lega rasanya kalau aku bisa cepat-cepat meninggalkan tempat ngobrol para istri. Karena aku sendiri yakin kelihaian mereka bisa membuatku terjebak. Mengatakan apa saja yang terjadi di rumah Kumajas ketika aku mendatanginya.

Seperti biasa kusambut Mas Harjo dengan hangat. Kulayani seperti biasa agar tidak timbul curiga. Kusiapkan air hangat untuk mandi. Makan malam sampai jadwal malam minggu yang kami buat. Melakukan hubungan intim suami istri.

Pagi yang masih rabun namun suara tetangga sudah memenuhi suasana. Aku mulai terbangun dengan malas. Begitu juga Mas Harjo yang juga ikut terbangun. Kuintip dari jendela. Para tetangga bercengkrama di halaman rumah masing-masing. Keanehan apa yang terjadi? Mungkin obrolan kemarin sore membuat kami beranggapan bahwa Kumajas tidak akan menjemur sepatunya.

Kualihkan pandanganku ke halaman Kumajas. Tak kusangka, sepatu Kumajas sudah berada di sana. Namun ada yang aneh diantara sepatu itu. Ada sebuah kembang sepatu yang mekar.

Dekapan Mas Harjo dari belakang membuatku kaget. Kurasakan kasih sayang suamiku yang begitu dalam. Pagi hari yang tak berbau meski Kumajas menjemur sepatu. Para tetangga pun melakukan aktivitas selayaknya sebelum Kumajas datang ke perumahan ini.

“Dik, masih pagi,” pelukan dan bisikan Mas Harjo membuat kami kembali ke ranjang dan mengulang kejadian semalam.

Hari mulai siang. Kulihat jendela dan pintu tetangga terbuka semua. Hanya rumahku yang belum terbuka. Aku mendekati pintu dan membukanya.

“Bu, Harjo. Benar kan Kumajas tidak menjemur sepatunya. Bau harum langsung tercium sekarang. Memang sebenarnya lingkungan kita ini bersih dan harum,” kata Bu Agus, yang rumahnya berada di samping kiri rumahku.

Kualihkan pandangan ke halaman Kumajas. Kulihat kembang sepatu yang sudah mekar dari pagi tadi. Kembang sepatu itu semakin mekar. Namun kulihat juga tetap sama. Sepatu Kumajas yang biasanya bau dijemur di sana. Sepatu yang membuat sesak pernapasan hampir satu perumahan. Tapi mengapa sepatu itu kini tidak dirasa bau olehku dan tetangga yang lain? Apakah kembang sepatu itu yang membuatnya tidak bau? Aku pun mulai berpikir kalau sepatu Kumajas memang tidak bau. Mana mungkin ada kembang sepatu yang begitu indah mau mekar di antara sepatu yang busuk.

Surabaya, 24 Maret 2006

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito