Senin, 24 November 2008

SUNRISE

AS Sumbawi

“Yap. Selesai sudah.” Kucoba mengangkat tas ransel yang memuat segala kebutuhan. Lumayan berat. Dari luar kudengar Bondan memanggil. Aku keluar.

“Bagaimana? Sudah beres?” katanya.
“Sip. Beres.”
“Ayo, sudah ditunggu yang lain!” katanya memberi isyarat menunjuk ke jalan. Di sana kulihat sebuah mobil van parkir.

“Ya, sebentar.” Aku kemudian mengambil tas ransel di kamar. Sebentar kami sudah berjalan menuju mobil.

Siang ini langit cerah. Matahari nyalang bersinar. Udara terasa gerah membuat tubuhku segera berkeringat. Dari kaca mobil yang terbuka aku melihat beberapa orang berada di dalamnya.

Kemarin ketika aku berada di kostnya, Bondan mengatakan dirinya akan mendaki gunung Lawu bersama teman-temannya.

“Kebetulan kami masih berlima. Dua laki-laki dan tiga perempuan. Kalau kau ikut berarti pas tiga pasang. Bagaimana, mau tidak?” Bondan tertawa sejenak, kemudian menghisap rokoknya.

“Ya, aku ikut,” kataku. Dalam kepalaku, acara mendaki ini akan memunculkan suasana yang baru. Refreshing bagiku. Ya, beberapa hari ini pikiranku bleng. Aku tak bisa mengerjakan apa-apa yang sudah menjadi pekerjaan sehari-hari. Kuliah? malas. Menulis? pikiran buntu. Mau membaca? tiba-tiba langsung tertidur. Main game? aku tak begitu suka. Sepanjang hari aku hanya duduk dan mataku terus menerawang. Hanya kehabisan rokok yang membuat aku tersentak. Aku kemudian menyulut sebatang lagi. Dan lagi. Lantas pergi ke warung membeli lagi. Dan lagi. Sementara asbak sudah menyerah tak mampu memuat lagi putung-putungnya. Akhirnya berserakan di lantai kamar. Begitu juga dengan sepai-sepai abunya berjatuhan ke mana-mana.

Aku juga sudah mencoba pergi ke mana-mana. Ke kost teman-teman, ke bioskop, ke alun-alun kota, ke toko buku, ke mall. Namun, setiap berada di tempat-tempat tersebut, sebentar kemudian aku sudah merasa bosan. Kemudian pindah ke tempat lain. Akan tetapi, rasa bosan segera mendera lagi. Terus berulang-ulang. Begitu juga dengan ketika aku berada di kost Bondan. Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, aku lantas pamit pergi.

“Jangan lupa, besok habis Dzuhur,” katanya.
“Ya,” kataku kemudian pergi.

Sepanjang perjalanan pulang ke kost, kurasakan rencana mendaki gunung Lawu menguasai pikiranku. Aku cukup senang. Ya, paling tidak aku sudah punya rencana menghabiskan waktu di hari besok. Dua hari. Sabtu dan minggu. Di samping itu, apa yang dikatakan Bondan tentang kami yang menjadi tiga pasang itu, tiga laki-laki tiga perempuan pun memberi semangat tersendiri.

Sebelumnya aku dan beberapa orang teman sudah pernah mendaki gunung Lawu. Sayang, dini hari itu, saat kami berada di pos terakhir sebelum mencapai puncak, kami terserang hujan deras disertai angin yang cukup kencang. Memang saat pagi tiba dan arloji menunjukkan sekitar pukul delapan, langit masih mendung, matahari bersinar lebih baik daripada purnama di malam hari, dan angin kencang sudah reda. Namun, hujan masih mengguyur deras sehingga kami kemudian sepakat menggagalkan perjalanan ke puncak. Kami memilih turun daripada kedinginan di tengah gunung dengan baju-baju yang basah. Saat itu aku semester 2. Sejak saat itu, aku belum pernah mendaki gunung lagi. Dan kini, aku sudah semester 6.
*

Aku masuk mobil dan berkenalan dengan mereka satupersatu. Tiga perempuan itu masing-masing bernama Shofa, Diah, dan Meyvita. Sementara yang laki-laki bernama Han. Aku berkenalan dengannya di luar mobil. Sebentar kemudian mobil mulai melaju.
*

Sepanjang perjalanan kami bercakap-cakap. Aku sering menjadi pendengar. Maklum seperti itu. Aku masih baru di lingkungan mereka. Meskipun aku dan Bondan sendiri sudah akrab sejak kelas 1 SMU. Namun, aku cukup senang karena mereka cantik-cantik. Dan dalam diam itulah aku diam-diam memperhatikan ketiga perempuan tersebut. Kemudian dengan diam-diam pula muncul dalam pandanganku bahwa Diah yang paling menarik di antara ketiganya. Kulitnya yang putih bersinar, rambut hitamnya yang panjang dan halus, bulu matanya yang melengkung, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah dan sedikit tebal, serta dagunya yang lancip terpadu rapi menampakkan sebuah kecantikan yang pas menurut seleraku. Namun sayang, Diah duduk di samping Han yang memegang setir.
*

Setelah melewati Solo, percakapan di mobil mereda digantikan dengan percakapan dua orang-dua orang sesuai dengan tempat duduknya. Bondan dengan Meyvita. Aku dengan Shofa. Sementara Diah, tentu saja dengan Han.

Aku senang bercakap-cakap dengan Shofa. Sepertinya segala sesuatu diketahui olehnya. Di samping itu, suaranya yang merdu terasa begitu enak masuk ke telingaku. Shofa juga tak kalah cantik dengan Meyvita ataupun Diah. Dan barangkali karena kerap bertatapan mata, dia bertambah cantik di mataku. Meskipun begitu, pesona Diah tak tertandingi. Tak bisa kubendung lagi. Diam-diam aku kerap mencuri-curi pandang memperhatikan dirinya.
*

Sebentar lagi kami mencapai Tawang Mangu. Di depan mata kami, gunung Lawu menjulang dengan pesonanya yang terpadu dari keindahan dan kengerian yang terkandung di dalamnya. Dulu, ketika kami mendaki gunung Lawu untuk pertama kali dan gagal mencapai puncak, sesampai di bawah aku mendengar kabar bahwa sudah lima hari empat orang dinyatakan hilang dan dua orang ditemukan meninggal. Memang, saat itu musim penghujan dengan curah hujan yang cukup tinggi dan disertai angin kencang. Membentuk badai. Dan kini, entah, sudah berapa banyak nyawa tercabut selama gunung Lawu dibuka untuk pendakian. Namun begitu, masih banyak juga yang ingin mendakinya. Termasuk kami saat ini.

“O, indah sekali,” kata Diah.
“Dan besok pagi kita ada di atas sana,” kata Shofa tersenyum ke arahku.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ketika itu kami hendak mendaki gunung Lawu untuk pertama kali. Pada saat seperti ini kudengar salah seorang teman berkata meremehkan.

“Ah, cuma segini tingginya?! Kecil,” katanya tentang gunung Lawu. Entahlah, sampai sekarang aku menganggap bahwa kegagalan kami saat itu disebabkan oleh rasa sombong yang ada pada diri kami. Meremehkan ciptaan Tuhan. Maka seketika itu juga, aku berdoa semoga kali ini kami berhasil sampai di puncak. Ya, aku tak ingin gagal lagi.

Arloji menunjukkan sekitar pukul empat sore ketika kami sampai di Tawang Mangu. Kami kemudian berhenti di depan sebuah rumah makan. Istirahat, makan, shalat, dan lain-lain. Satu jam kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke Cemoro Sewu.
*

Malam hari setelah sholat Isya’, kami mengecek segala peralatan. Hawa begitu dingin dan terasa menusuk tulang. Kami pun memakai jaket, meskipun aku yakin bahwa sebelum mencapai pos pertama nanti kami sudah berkeringat.

Setelah melapor ke pos penjaga, kami berkumpul kembali. Berdoa bersama. Semoga selamat sampai di puncak. Dan selamat pula sampai di bawah. Kemudian kami memulai langkah memasuki gerbang. Aku berjalan di depan. Kemudian Shofa, Diah, Han, Meyvita, dan Bondan paling belakang.
*

Sepanjang perjalanan dari pintu gerbang ke pos pertama, kemudian dari post pertama ke pos kedua, lantas dari pos kedua ke pos ketiga, suasana hutan masih terasa sama—langit cerah. Suara binatang malam saling bersahut-sahutan dan kunang-kunang yang bersinar kekuningan terbang di sekitar kami—kecuali rute-nya yang tambah menanjak dan pohon-pohon yang bertambah padat. Di pos-pos itulah kami berhenti. Istirahat sejenak, kemudian meneruskan perjalanan. Dan di pos pertama, kami sudah menanggalkan jaket kami karena tubuh sudah terasa hangat. Sepanjang perjalanan itu pula, kami dilewati beberapa rombongan pendaki lain.
*

Di tengah perjalanan menuju pos keempat, terakhir sebelum puncak, tiba-tiba keadaan cuaca berubah. Langit menjadi gelap. Di sekitar tak terdengar lagi suara binatang malam. Dan tak jauh di atas kepala kami, angin bertiup terdengar bagai gemuruh. Terasa mencekam. Dalam hati ada yang terasa tidak enak. Khawatir sesuatu akan terjadi. Sebentar kemudian hujan mengguyur deras. Kemudian di bawah sebatang pohon kami berteduh sejenak. Memakai jaket dan mantel dan mulai berjalan kembali. Dengan disinari cahaya senter, kulihat arloji menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

Setengah jam berjalan, dari arah depan kemudian kulihat cahaya senter diarahkan ke arah kami disertai teriakan.

“Pos empat. Pos empat. Selamat datang.” Sebentar kami sudah sampai di sana.
Setelah bersalaman dan berbasa-basi dengan rombongan lain yang terdiri empat orang laki-laki, sebentar kemudian kami istirahat. Aku cukup bersyukur dengan hal itu. Ya, lebih baik di sini daripada kehujanan di jalan setapak yang cukup terjal dan licin. Di samping itu, tubuh kami pun terasa letih. Akan tetapi setelah beberapa menit beristirahat, aku merasakan sesuatu yang buruk. Ya, pos empat ini menghadap ke tempat yang terbuka. Dari arah depan angin bertiup cukup kencang disertai hujan menghempas tubuh kami.

Tak lama kemudian, aku melihat semua yang ada di situ rebah dengan melipat tubuhnya untuk menahan dingin. Aku bergabung bersama mereka. Barangkali karena dingin yang sangat di samping rasa letih, tanpa sengaja sebentar kemudian kami sudah berpelukan dengan berselimut mantel. Dan aku enggan untuk mencoba melihat siapa yang kupeluk erat waktu itu. Dalam hati aku tak putus-putus berdoa semoga badai ini cepat-cepat reda. Semoga kami selamat dan tidak mati kedinginan di sini. Sebenarnya aku ingin bangun dan menyalakan api membakar parafin. Akan tetapi, untuk membuka sarung tangan saja aku merasa sangat kesulitan.

Entah, sudah berapa lama? Dan selama itu, aku tak yakin bahwa kami bisa tidur. Akan tetapi, berada di antara keadaan tidur dan sadar. Tiba-tiba aku mendengar suara lirih meluncur di depanku. Sangat dekat. Terasa menempel. Suara seorang perempuan. Aku menduga ia adalah Diah. Ya, aku yakin itu.

“Ayah, ibu, kakak dan adikku. Kalau aku mati di sini, relakan aku, ya. Aku ke sini untuk melihat keindahan ciptaan-Nya. Maafkan aku tak minta izin kalian,” begitu katanya. Dalam hati aku ingin tertawa. Namun, rasa dingin tak mengizinkan hal itu.
Segera kueratkan pelukanku di tubuhnya. Aku tak ingin ia kedinginan dan mati membeku. Dia masih muda dan cantik. Hatiku tertawan olehnya.

Memang, selama ini aku pernah berpacaran dua kali. Namun, aku tak pernah mengalami keadaan yang begitu dekat seperti ini. Wajah kami saling menempel seperti ini. Kalau saja saat ini bukan karena rasa dingin dan letih yang sangat, barangkali akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di antara aku dan Diah. Namun, tidak. Sekali lagi tidak. Libidoku tetap berada di level bawah. Di samping itu, untuk kencing saja aku sudah tak punya keinginan untuk menghindar mencari tempat. Akhirnya kualirkan saja membasahi celanaku yang sudah basah. Dan terasa hangat di paha.
*

Entah, berapa lama berselang. Kudengar beberapa orang berteriak membangunkan kami. Saat terbangun aku melihat langit pucat. Matahari bersinar lebih baik daripada purnama di malam hari. Angin kencang sudah reda. Namun, hujan masih mengguyur. Kulihat arloji menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Kemudian kuperhatikan mereka satupersatu. Kusut, tentu saja. Ketika aku dan Diah bertatapan mata, kami saling melempar senyum. Ah, masih saja ia tampak menawan, pikirku. Sebentar kemudian, parafin telah terbakar dan kami duduk menjerang tangan.

Karena hujan belum juga reda, dalam kesempatan itu kami kemudian bersepakat menggagalkan perjalanan ke puncak. Untuk mengobati rasa kecewa, kami akhirnya pergi melihat Grojogan Sewu. Dan aku sangat gembira karena di Grojogan Sewu kami selalu berdekatan. Aku dan Diah.
*

Sore itu Shofa meneleponku. Dalam kesempatan itu, ia tak bosan-bosannya menceritakan pengalaman mendaki gunung Lawu kemarin. Ia sangat senang bisa mencapai puncak. Tentu saja, aku tak percaya. Bukankah kami turun setelah diserang badai? Namun, ia terus-menerus meyakinkan bahwa kami pagi itu sampai di puncak. Dan sebelum menutup telepon, tiba-tiba ia mengatakan apakah aku tak ingin pergi ke kostnya? Aku kemudian minta maaf karena masih terasa letih.

Setelah menutup telepon, aku pergi ke kost Bondan. Sepanjang perjalanan aku masih belum percaya tentang apa yang dikatakan oleh Shofa itu.
*

Aku tersentak. Bondan menunjukkan kepadaku foto-foto kami ketika berada di puncak Lawu. Aku tak bisa mengelak lagi.

“Kau begitu mesra dengannya,” kata Bondan ketika aku memperhatikan foto aku dan Shofa sedang berangkulan dengan background Grojogan Sewu.

Seperti tersadar, lemaslah tubuhku. Ternyata, beberapa hari ini pikiranku tidak hanya bleng. Tapi, sudah menciptakan halunisasi. Memang, ini bukan pertama kali kualami. Namun, aku kecewa. Kenapa hal itu terjadi saat moment penting itu muncul? O, Sunrise yang begitu indah. Lagi-lagi aku gagal menikmati keindahannya. Dan Shofa, apa yang telah terjadi dengannya? (*) .

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito