Rabu, 05 November 2008

Pagar Emas

A Rodhi Murtadho

Pagar di depan rumah mulai berkarat. Entah sejak kapan karatan itu mulai menyelimuti besi pagar. Daun yang ada di atasnya selalu saja bergerak. Sejak kapan daun itu berada di sana. Aku tak tahu pasti. Setahun yang lalu, seingatku, belum ada daun yang berada di atas pagar. Selalu saja aku bertanya dalam hati. Daun itukah yang menyebabkan pagar berkarat? Aku semakin bingung dengan pertanyaan yang muncul dalam benakku.

Aku mulai menyentuh pagar. Megingat kembali pemasangan pagar. Besi yang berkilat dan terbaluri cat warna hitam. Dan semua itu aku kerjakan sendiri.

“Pak sedang apa?” Tanya istriku sambil menggendong Rani, anak kami.

Aku mau menjawab. Apa yang sebenarnya kulakukan dan kupikirkan saat itu. Tapi aku ingat Rani, anak perempuanku, yang berada dalam gendongannya. Ingat kebutuhan susunya yang akhir bulan ini belum terpenuhi. Paling tidak, akhir bulan ini, aku harus membeli susunya.

“Tidak apa-apa, hanya menikmati udara segar.” Jawabku.

Terlihat mimik makin bertanya-tanya pada raut istriku. Ia mengalihkan pandangan pada Rani. Mungkin ia tahu kesedihanku. Seorang suami yang tidak bisa bekerja penuh untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga. Mungkin hanya kebutuhan untuk sehari-hari saja. Untuk makan, bayar air, dan bayar listrik sebagai kewajiban masyarakat kota.

Aku makin tertekan akhir-akhir ini. Kebutuhan keluarga makin bertambah. Gaji yang aku terima tetap. Rani hadir sebagai anugerah sekaligus idaman bagi kami. Aku sebagai kepala keluarga merasa tak mampu dan kadang juga rendah diri. Namun tekad yang aku genggam, bahwa kebutuhan anakku, Rani, mengenai gizinya harus terpenuhi. Namun bagaimana caranya. Aku semakin bingung memikirkannya.

“Ayo masuk pak, mulai dingin di luar. Hari mulai malam soalnya.”

“Ya, bu. Sebentar lagi. Kamu saja duluan, nanti aku menyusul.” Elakku.

“Sudahlah pak, ayo masuk!”

Entah apa yang ada dalam benak istriku. Seakan ia tahu kepedihan yang aku rasakan. Mengerti tentang keadaanku yang mulai tua. Hanya menggantungkan diri pada perusahaan yang hanya menggajiku tetap meski telah bekerja puluhan tahun di sana.

“Baiklah bu.” Aku mulai menurut.

Entah apa yang terjadi ketika aku melangkahkan kaki menuju rumah, aku selalu memikirkan pagar yang aku lihat, yang aku sentuh, dan memang karatan.

“Kapan aku bisa menggantinya?” tanyaku lirih pada diriku sendiri.

Terdengar tangis Rani yang baru saja dibaringkan istriku di ranjang. Suaranya amat keras. Tak seperti biasanya ia menangis begitu keras. Kalau ia ngompol atau lapar suara tangisnya tak sekeras ini. Aku hafal tangisnya. Kami mulai dilanda rasa kecemasan.

“Pak, badan Rani kok panas ya?” kata istriku sambil menyentuh jidat dan tubuh Rani. “Padahal tadi, ketika saya gendong badannya tak sepanas ini.”

Entah apalagi ini. Kecemasanku sebagai kepala rumah tangga semakin meningkat. Aku terus saja merasakannya bahkan mimik mukaku mulai berubah.

“Apa perlu kita bawa Rani ke dokter pak?” Tanya istriku.

Mimik mukaku makin tak dapat disembunyikan lagi. Istriku mulai menyadari hal itu. Ia pun kelihatan ikut cemas merasakan apa yang aku rasakan.

“Dikompres saja dulu. Mungkin besok suhu panasnya kembali normal.”

“Ya, Pak.” Kata istriku yang selama ini menurut kepadaku.

Kompres ternyata tak mampu menurunkan panas Rani. Bahkan suara tangsisnya tampak semakin keras. Padahal hari sudah mulai malam. Kami mulai kebingungan dan semakin cemas.

“Pak, Rani mencret!” kata istriku.

Tengah malam yang gulita membuat aku semakin merasa khawatir kepada anugerah yang Tuhan berikan kepada kami. Namun aku tak bisa mengelak lagi pada tanggung jawabku sebagai kepala keluarga.

“Istriku, kamu sudah tahu keadaanku, keadaan uang kita. Menurutmu apa yang harus kita lakukan? Tak ada sanak famili di sini. Dan tetangga di sini sangat individual. Apa yang harus kita lakukan pada Rani?”

“Kita bawa saja ke dokter pak. Meski kita seminggu atau bahkan sebulan kalau perlu kita puasa demi kesembuhan Rani.”

“Baiklah kalau begitu. Kita bawa Rani ke dokter sekarang.”

“Ya pak. Tapi aku bersihkan dulu kotoran ini.” Sambil menunjuk pada pantat Rani yang memang blepotan dengan mencretnya.

Tapi istriku lama sekali di kamar mandi. Ia seperti bermain air di dalam kamar mandi. Begitu juga dengan Rani yang tak henti-hentinya menangis dan semakin menggaung suaranya di kamar mandi. Membuat suara tangisnya semakin keras.

“Ada apa istriku?”

“Rani tidak bisa berhenti mencretnya.”

Kepanikan yang muncul dari tadi bertambah dalam diri ini. Degup jantung mulai cepat. Berdendang tak beraturan. Semakin cepat.

“Lho kok berhenti ya pak.”

“Coba kau bawa dia ke kamar tidur, aku panggilkan saja dokternya ke sini.”

Aku mulai melangkahkan kaki keluar rumah. Sampai di pintu depan kubuka pintu. Istriku berteriak. Detak jantung seperti ada yang menukul. Berdentang. Layaknya gong yang dipukul.

“Pak ke sini, cepat!” Teriak istriku.

Aku langsung saja mempercepat langkah. Kecemasan semakin terasa bahkan terasa akan mencabut nyawa ini. Namun yang kulihat dalam kamar, istriku tersenyum. Hal inilah yang membuatku kaget dan sekaligus heran. Hal ini juga yang memicuku untuk marah.

“Pak, Rani mencret Emas.”

“Apa?”

“Ya, pak. Rani mencret emas. Coba bapak lihat sendiri.”

Aku mulai melangkah mendekatkan diriku pada mereka. Kulihat pantat Rani yang penuh dengan warna kuning bercahaya memantulkan sinar lampu kamar.

“Ya, bu. Lantas apa yang harus kita lakukan. Bagaimana kita harus memeriksakan Rani ke dokter.”

“Tak usah pak. Jangan-jangan dokter mendiagnosa dan menyatakan Rani sakit. Kemudian menyuruh Rani harus rawat inap. Terus nanti emas yang dikeluarkan Rani pasti diambil dokter atau suster yang merawatnya dan membaginya dengan teman-temanya. Kita bagaimana? Kita harus membayar ongkos rumah sakit terus kita juga tidak kebagian emas yang dikeluarkan Rani.”

Benar juga apa yang dikatakan istriku. Hal inilah yang membuatku untuk sependapat dengannya. Kebutuhan keluarga yang makin hari makin naik seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan Rani.

“Lantas apa yang akan kita lakukan dengan emas yang dikeluarkan Rani? Apa harus kita jual? Jual kemana? orang pasti mencurigai kita.” Kataku.

“Ya ke tukang emas yang ada di pasar. Aku pernah melihat mereka membeli emas berupa anting walau hanya sebelah. Mereka pasti mau kalau membeli emas yang dikeluarkan Rani, pak”

Emas yang dikeluarkan Rani akhirnya kami jual ke penjual emas yang ada di pasar. Walau membeli dengan harga separuh dari harga emas pasaran, kami merelakan begitu saja. Yang ada dalam pikiran kami, emas itu tidak kami cari hanya menunggu dari pantat Rani. Yang tentu saja tanpa susah payah mendapatkannya.

Ekonomi keluarga semakin membaik dari hari ke hari. Kewajiban sebagai masyarakat kota terpenuhi dengan baik. Susu Rani juga tercukupi dengan baik dan tidak telat. Semua dihasilkan dari mencret Rani. Aku mulai melirik pagar yang sebulan lalu aku lihat dan memang berkarat di bawah daun mangga. Ada pemandangan ganjil di sana. Daun yang berada di atasnya ternyata hilang. Entah terbang ke mana? Atau jatuh di mana? Di bawah pohon itu tidak ada satu pun daun yang gugur. Aku semakin bingung lagi ketika aku mendekatkan diriku ke pagar.

“Kemana juga karatannya?” tanyaku lirih dalam hati.

Aku mulai menyentuh pagar yang aku yakini memang berkarat. Sekarang tidak lagi berkarat. Kemana lunturnya karatan itu? Sementara di bawah juga bersih. Tak ada bekas karatan yang jatuh. Aku mulai bingung.

“Pak sedang apa?” Istriku memanggil.

Bagaimana aku mengutarakan keganjilan yang aku dapatkan ini. Sementara sebulan lalu saja aku tidak mengutarakan kalau ada daun di atas pagar dan pagarnya berkarat. Aku tidak bisa menyembunyikan kegelisahan dalam hatiku. Mimik muka yang terpasang juga mudah sekali dianalisa oleh istriku.

“Tidak bu.” Jawabku.

“Kok kelihatannya bingung, ada apa?”

Sore yang semakin dingin. Angin yang berhembus juga semakin tak kenal kompromi. Walau begitu tak ada daun mangga yang jatuh satu pun. Aku menjadi semakin bingung. Pagar yang berwarna kusam pun mulai mengkilat lagi diterpa angin.

Suara tangis Rani yang semakin keras. Biasanya dia akan mencret emas. Dan memang itulah yang kami tunggu. Kami segera berlari ke dalam kamar dimana Rani dibaringkan. Dan seperti yang kami sangka. Segumpal emas yang bekilau ada di sana. Tepat di bawah pantatnya. Namun yang membuat kami terheran. Mengapa suhu badannya tak kunjung turun. Apa ini sebagai akibat Rani mencret emas.

“Cepat kau simpan bu, besok saja kita jual ke pasar.”

“Ya, pak.”

Istriku mulai mengambil segumpal emas yang ada di pantat Rani. Menyimpan dengan baik di tas plastik warna hitam. ia nampak begitu gembira dengan apa yang ia dapat kali ini. Segumpal emas, mungkin setengah kilo. Tak seperti biasanya mungkin hanya sekitar satu ons saja.

“Kita bisa kaya pak!”

“Ya, bu.”

“Kita bisa ganti rumah, dan segala macam perabot.”

“Ya, bu.”

Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi pada istriku. Memang dia adalah seorang istri. Seorang prempuan yang biasanya memang butuh kemanjaan dari harta yang melimpah. Kini ia dapat dari Rani, anak kami. Senyum dan tawa yang menghias bibir kami sebulan menjadi kelu ketika Rani menghentikan tangisnya mendadak setelah istriku mengambil segumpal emas yang ada di pantatnya. Mendadak dan sangat mendadak sekali. Dan itulah yang membuat bibir kami yang sebelumnya penuh dengan senyum dan tawa manis sekarang jadi kelu dan beku.

Sidoarjo, 20 Januari 2006

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito