A Rodhi Murtadho
Bumi dan Asih terus berkasih. Di tengah jelaga malam maupun di terik siang. Jiwa beraga petang di selimut kerinduan. hayal menggelepar di senyum kecut dahaga hening. Bumi merana dalam sendiri. Terinjak-injak sepi dalam kekalutan. Apa mau dirasa hanya berpulang gelisah.
Wajah bumi melas mengeras. Batas sudah lepas. Kewajaran dari tipu daya. Kering kerontang merana. Segala isi dikeluarkan. Semburat tanpa pesan. Hanya meninggalkan sampah. Restu berpulang ketika petang. Dengan halang, terus saja menyediakan. Bumi merasa kosong. Melayang tak karuan. Rotasi dan revolusi sudah tak pada lintasan. Sering kandas dan melenceng. Kekuatan telah hilang.
Sengat gravitasi menganaktirikan. Burung-burung raksasa bermuatan manusia ditempa. Tak stabil melayang. Ada yang dipatahkan dengan tekanan. Ada yang diceburkan. Tenggelam. Pelampung-pelampung penuh daya kecurangan diguncang. Terbakar atau tenggelam. Hanya peringatan yang hendak disampaikan. Tak diindahkan. Hanya kesedihan meradang.
"Asih, kau tahu. Aku tak pernah meratap atas tindakan manusia yang dilakukan padaku. Apapun adanya. Aku hanya menjalankan tugas. Tapi sunggguh benar-benar manusia sangat keterlaluan," Bumi serius berkata.
"Lalu bagaimana lagi Bumi. Aku sudah menebarkan auraku berupa kasih pada banyak hati kelam di kegelapan malam," Asih merayu menenangkan.
Terjal menghempas di kegalauan. Saling memikir tak saling bertanya lagi. Hanya mencerna tindakan manusia yang gagah berdiri di atas Bumi. Mengepak-ngepakkan kaki di sembarang tempat. Mencakar-cakar dan mencarut-marutkan. Memberi lubang dan menanduskan Bumi yang sebenarnya lebih perkasa. Bumi diam.
Asih tahu kalau Bumi marah. Asih memaki manusia dengan sapaan kasih dan rayuan maut. Menaklukkan terjal dan kerasnya hati manusia. Memasuki pori-pori kebekuan. Mencairkan dengan hangat deru nafas.
"Jangan kau teruskan Manusia, Bumi akan marah. Kau tahu bukan. Bumi lebih perkasa dari dirimu. Seandainya aku tak memancarkan asih-kasihku pada Bumi, tentu emosi dahsyat akan keluar. Kalau tak kucegah, Bumi akan melibas kalian. Tentu duniamu berakhir. Aku tak bisa mencegah terus-terusan. Kau tahu bukan! Bagaimanapun aku melarang, Bumi masih saja memainkan peran emosinya. Sedikit bencana untuk peringatan, begitu kata Bumi padaku. Kau harusnya merasa malu dan menyadari kelalaianmu," Asih pelan-pelan melarang.
"Aku tak peduli. Bumi diciptakan untukku. Bukannya pantas kalau aku menggunakan dan memanfaatkan Bumi sesuai keinginanku."
"Kau sudah kuperingatkan dengan Welas asih yang kumiliki. Bersabar atas tingkahmu. Perbuatanmu mengubah wajah bumi sungguh tak bisa berterima. Kau gundulkan kerindangan. Kau gantikan kehijauan. Menanduskan kesuburan. Gedung-gedung pencakar langit kau dirikan. Menutup semua dataran dengan rumah. Sampai-sampai Bumi sesak bernafas. Semua demi keuntunganmu semata. Uang dan kehormatan. Aku hanya ingin kau bisa menghormati dan menghargainya. Membalas kebaikannya dengan kebaikan. Menjaga dan melestarikan. Bukan malah tambah menghina dan merusaknya."
"Lihatlah yang akan kulakukan dan apa yang bisa dilakukan Bumi kepadaku!"
Manusia membuka celana. Memlorot. Dengan bangga mengeluarkan air seni. Bumi dikencingi. Muncrat ke sana kemari membasahi tak merata. Bau pesing dan apek membuat Bumi tak lagi bisa menahan amarah yang lama terpendam. Bumi menggoyangkan tubuh. Mengumpulkan air dalam kemihnya. Dipersiapkan untuk mengguyur manusia. Bumi ingin membalas. Mengencingi manusia. Segera muncrat. Air busuk bercampur lumpur. Tepat mengenai raut muka yang sebelumnya riang. Mendadak lesu dan terancam.
"Kau! Manusia memang tak pernah tahu diri. Aku sudah bersabar dengan apa yang selama ini kau lakukan. Tapi kau seakan tak pernah mengerti, aku juga ingin dihormati dan dihargai walaupun aku tak pernah memintanya. Kukikra kau sebagai khalifah, tahu diri. Membalas keuntungan yang kau dapat dariku dengan melestarikanku,” kata Bumi.
"Lantas apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan menuntutmu. Membawa perkara ini kepada Tuhan."
"Ha! Menuntut. Memangnya apa yang bisa kau lakukan padaku setelah kau menuntut. Kau hanya bisa menuntut dan hanya menuntut. Harusnya kau sadar kalau kau diciptakan Tuhan untukku."
"Baiklah kalau itu maumu. Ternyata kau belum juga sadar. Sedikit bencana sudah kuturunkan dari perbuatanmu menyakiti hatiku. Namun kau tak sadar juga. Aku masih bersabar, aku akan memberimu waktu. Kesabaran ini atas permintaan Asih. Sebaiknya kau perbaiki kelakuanmu dan memikirkan kembali perbuatanmu padaku. Jika kau tidak berubah, aku akan benar-benar melakukan penuntutanku dan merealisasikan bencana,” terang Bumi
"Kau mengancam."
"Iya sebaiknya kau pikirkan," sela Asih, "aku juga akan menuntutmu, bukan hanya bumi. Sebaiknya kau pulang dan berpikir. Aku dan Bumi sudah muak melihat tampangmu."
Senja berlalu berkali-kali. Angin tetap saja berhembus. Matahari juga masih memekikkan panasnya. Waktu bersinggasana dan menjadi penentu. Detik berlalu. Menit dan jam otomatis ikut melagukan waktu. Hari, minggu, bulan terus berlayar mengarungi jeruji dalam atap ketidakberdayaan. Hanya berlalu tak memikir yang lalu. Hanya tahu masa depan. Tak peduli meski banyak yang meminta mereka kembali mengulang. Kembali pada masa. Kembali kepada yang ingin diperbaiki.
Bumi semakin panas. Tingkah Manusia tak juga berubah. Bumi mengumpulkan banyak unsur yang ada. Air, Angin, Api, Lumpur untuk dipanggil dan diajak merundingkan sesuatu yang akan dilakukan kepada manusia. Saling mencurahkan isi hati mereka. Uneg-uneg yang juga lama bertengger dalam benak dan jiwa mereka. Uneg-uneg yang sama mengenai kebiadaban manusia. Memperlakukan mereka seenaknya.
"Kita satukan kekuatan dan memberi bencana pada Manusia. Tentu Manusia akan merenung dan memikirkan betul-betul: Mengapa kita melakukannya? Dari situ, tentu tingkah mereka akan berubah," usul Angin yang disambut hangat dan anggukan setuju dari semua yang hadir.
"Baiklah," tegas Bumi menyahuti, "kalau semua setuju dengan usul Angin, kita bersama-sama akan melakukannya mulai besok. Sudah sesuai peringatan yang aku berikan dulu pada Manusia."
Angin menghimpun kekuatan dan meniupkan dirinya kuat-kuat. Namun tak cukup menggoyahkan Manusia dengan segala pertahanan rumah-rumah. Air yang mengetahui itu, segera membantu. Rintik deras merenda Angin.
Angin memutarkan Air. Kencang menjadi bogem raksasa. Meninju-ninju liar. Menyapu habis pertahanan Manusia. Rumah-rumah roboh. Terjungkir. Manusia hanya bisa melongo. Tampak bodoh.
Bumi dan lumpur segera menggabungkan diri. Air dan Angin sengaja dibiarkan memasuki tubuh mereka dalam-dalam. Kekuatan yang biasanya menopang dan mencengkeram di bukit-bukit dan gunung sudah tak ada lagi. Habis di tebang Manusia. Bumi dan Lumpur dengan mudah merobohkan diri. Melongsorkan diri kepada Manusia.
Di satu bagian tubuh Bumi yang lain, Bumi merasa sangat tersakiti ketika bor tajam menancap. Meski cerca dan ramalan tak menguntungkan, Manusia tetap saja memperdalam tancapan bor. Ada harta minyak yang banyak diidamkan semua Manusia. Kekayaan melimpah. Harta benda sebagai imbalan keuntungan.
Bukan minyak, Bumi mengeluarkan lumpur panas berbau bangkai. Merusak segala tatanan yang memang ditata rapi Manusia. Menghancurkan perlahan. Merampas segala kewenangan atas diri Manusia sendiri, bahkan.
"Wahai kau Manusia! Apa kau sudah mengerti keberingasan kami. Kau masih akan meneruskan perlakuan biadabmu kepada kami? Bukan hanya aku, Bumi, yang menuntutmu, tetapi lihatlah sendiri. Air, Angin, Api, Lumpur juga sudah tak tahan lagi merasakan kekurangajaranmu. Semua menuntutmu."
"Kalian menuntut dan merealisaikan bencana. Tapi tetap saja kalian tak bisa menjamahku. Kalian salah sasaran. Bukankah semestinya kalian yang seharusnya sadar. Orang-orang baik dan alim, kalian timpahi bencana. Terbunuh dengan mengenaskan. Sementara kami orang-orang yang telah merusak dan membuat sakit hati, yang seharusnya kalian timpahi bencana, masih saja selamat.”
"Kau. Ha...ha...!" ngakak bumi tertawa, “kau tidak tahu dan tak paham skenario yang sedang kami jalankan dari Tuhan. Orang-orang alim dan baik ini kami timpahi bencana lebih dulu sehingga bertemu lebih cepat kepada Tuhan. Tentu kebaikan yang dilakukan di dunia akan membawa mereka pada nikmat di alam selanjutnya. Setelah orang-orang alim habis, tinggallah kalian pembuat onar. Akan kami beri bencana tanpa halangan dan doa dari mereka, orang-orang alim. Kami leluasa memberi bencana. Mengacak-acak kalian sampai lumat. Menggulung kalian dalam kebingungan bencana. Penderitaan yang tak pernah kalian bayangkan sebelumnya. Setelah itu, Tuhan akan memerintahkan malaikat meniupkan terompetnya. Mengakhiri dunia. Tentu kami tak bisa menolak dan dengan sangat senang bisa mengakhiri tugas kami dengan baik.”
“Kalau begitu!”
“Ya, memang benar. Sebelum semuanya terlambat, umumkanlah pada semua manusia skenario ini. Jika kesadaran manusia lebih dini, tentu Tuhan akan memerintahkan kami untuk berhenti memberi bencana.”
“Tapi, bagaimana mereka bisa mempercayai saya? Lantas bagaimana saya bisa menjadi baik. Saya tidak tahu caranya. Jika kalian terus-terusan mengambil orang-orang baik, darimana saya bisa belajar baik. Siapa yang patut saya contoh.”
“Jadi kau ingin berbuat baik?”
“Sangat ingin. Sepertinya ingin mati lebih cepat. Saya ngeri dan takut menyaksikan bencana yang Tuhan janjikan. Skenario yang membuat orang, jika mendengarnya, pasti akan berhenti dari kelakuan buruk. Kembali menjalankan kebaikan. Menjaga alam dan melestarikan. Bukan mengambil keuntungan dengan jalan merusaknya.”
“Kepada Asih belajarlah kebaikan. Sifat kasihnya patut kau contoh. Dan jika kau kabarkan berita ini kepada manusia-manusia lainnya, tentu ini akan menjadi kebaikan bagimu. Yang mengabarkan kebaikan adalah manusia yang baik. Tentu saja, manusia lainnya akan mempercayaimu jika kau sendiri melakukan kebaikan itu. Dan juga menjadi teladan bagi manusia lainnya.”
“Ha...ha...siapa yang bakal percaya dengan skenario Tuhan. Siapa juga yang mau menjadi orang baik. Aku bukan lagi anak kecil. Setia mendengarkan dongeng pengantar lelap. Biarlah, kalian mampuskan semua orang-orang baik dan alim. Toh itu juga keuntungan bagiku. Tak ada yang akan menghalagiku untuk berbuat sesukaku. Tak ada yang melerai. Hah, aku akan bebas. Benar-benar bebas. Manusia utuh dan bebas.”
“Kau membohongi kami!”
“Siapa juga yang bodoh mendengar dan mempercayai ocehan kalian. Hanya kalian saja yang memang benar-benar bodoh dan dungu. Semua manusia tahu kalau aku adalah pembual dan pembohong kelas kakap. Tak ada satu pun yang tak berhasil aku perdayai. Termasuk kalian.”
Kemarahan yang tak ada tedeng aling-aling lagi. Emosi menguasai. Tangan-tangan perkasa dipersiapkan. Kaki-kaki jenjang bebukitan memperlihatkan ototnya. Bersiap menendang. Nyalang mata makin membinarkan tajam matahari. Bumi memanas. Air memanas. Udara memanas. Mencairkan dan membakar kutub.
"Manusia, kemanapun kau lari, kau takkan lepas dari kami. Akan kami urug kau hidup-hidup. Biar sebagian tubuhmu dimakan cacing. Kami akan mengentaskan tubuh busukmu yang masih hidup. Sehingga kau hanya bisa berputus asa dan kesakitan luar biasa kau rasakan. Tak ada semangat hidup. Yang terbayang adalah kematian. Namun jika kau mati, dimanapun kau dipendam atau dibakar, kami akan menolakmu. Membiarkan tubuhmu membusuk.”
Bumi, Air, Angin, Lumpur makin garang mempercepat proses tugas yang diberikan Tuhan kepada Manusia. Pukulan bertubi-tubi Angin dan Air makin mengacaubalaukan kehidupan. Manusia sudah tak mampu lagi menahan kekuatan mereka. Ada yang dibanting-banting dan hanya tersisa sebagian tubuh hidup penuh luka dan cacat. Longsor dari Lumpur langsung memendam mereka tanpa tanda pemakaman yang berarti. Namun lumpur kembali memuntahkan mereka dengan tubuh tak utuh lagi. Masih hidup. Hanya isak tangis. Berharap tubuh busuknya bisa segera menjemput ajal. Berharap tubuh-tubuh busuk segera bisa diberi wewangian.
Surabaya, 24 April 2007
Selasa, 18 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar