Selasa, 18 November 2008

Bayi Karet

A. Rodhi Murtadho

Bayi karet telah lahir. Mengguncang seluruh percakapan di warung-warung. Memanaskan perdebatan di forum-forum diskusi pinggir jalan. Bahkan para anggota dewan melakukan rapat pleno untuk membahas isu meresahkan ini. Bayi karet. Mewaspadai ancaman politik. Meski juntrung kebenarannnya masih dipertanyakan.

Omongan merata terdengar di setiap telinga. Namun, mata belum menyaksikan. Wartawan-wartawan dengan sekuat tenaga dan secepat kemampuan menelusuri sumber isu. Tentu akan membawa para wartawan kepada bayi karet, pikir mereka. Berita heboh akan didapat. Bonus tinggi yang dijanjikan si bos bisa berada di tangan.

Bayi karet terdengar makin meluas. Bahkan sampai mancanegara. Obrolan isu. Pakar-pakar kesehatan membincangkan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan pada struktur tubuh. Atau, pakar-pakar kerohanian membincangkan sisi lain dari anugerah, peringatan, dan bencana. Atau, pakar-pakar politik yang membincangkan kemungkinan ancaman yang lebih dari isu bayi karet. Atau, pakar-pakar hukum yang membincangkan kesahihan isu bayi karet. Atau, pakar-pakar budaya yang membincangkan kemungkinan cerita fiksi bayi karet. Atau, pakar-pakar ekonomi yang membincangkan nilai isu bayi karet. Atau, pakar-pakar pendidikan membincangkan pembelajaran dialogis.

Tak ada yang diwawancarai karena wartawan belum menemukan bayi karet. Meski sudah ekstra kerja keras. Belum ada gambar terpampang. Belum ada komentar langsung orang tuanya. Bayi yang konon bisa memanjangkan tangan dan kaki bahkan semua anggota badan. Ataupun jika dibanting malah memantul. Jika diinjak atau dilindas akan penyet sejenak sebelum akhirnya kembali ke bentuk semula.

Isu kehebatan bayi karet makin hari makin terkuak. Memanas. Makin geram ingin menyaksikan langsung. Telinga ingin mendengar ranum tangis. Tangan ingin mengelus mulus kulit dan mencubit molornya bayi karet. Menimang dan merasakan hangat ompol.

Sudah dua minggu bayi karet hanya menjadi percakapan. Namun pada hari kelima belas ada kabar yang menyentakkan setiap orang dan para wartawan. Dikabarkan bayi karet dilahirkan Suminah, istri Paijo. Sigap setiap orang memeriksa tetangga. Menanyakan nama yang selama ini belum mereka kenal. Para RT, lurah, camat, bupati, rumah-rumah sakit, gubernur, anggota dewan memeriksa nama-nama rakyat dan pasien. Ada jutaan nama Suminah dan Paijo.

Jalan setapak. Panjang menerobos sela-sela kumuh bangunan. Sesak. Kadang harus berhenti berjalan dan antri ketika bersimpangan. Ditambah rasa sengat di hidung. Sampah, bangkai tikus, bangkai kucing, tai dan pipis berserakan. Mungkin warga sudah bosan membersihkannya.

“Permisi, Pak! Bapak tahu rumah Paijo? Katanya ada di sekitar sini?” tanya wartawan berbaju biru. Ragu. Mengandalkan keuntungan.

“Rumah Paijo ada di ujung gang ini. Sampean lurus saja,” kata seseorang.

“Tapi, benar kan? Paijo ini memiliki bayi karet yang terkenal itu?” tanya wartawan berebut.

“Benar sekali. Nama anaknya Karet.”

Tanpa ambil ancang-ancang, para wartawan berloncatan berlari menyusuri gang sempit. Kamera dipersiapkan. Otak langsung berbunga mengais-ngais pertanyaan yang sudah lama terpendam. Jantung terpacu berdetak oleh gerak cepat tubuh. Nafas memburu tersengal. Aliran darah makin deras. Keringat bercucuran. Diacuhkan.

Rumah sederhana. Terlihat paling usang di antara rumah-rumah di sebelahnya. Berdinding kayu, berpagar kayu, berjendela kayu. Semua serba kayu. Rumah berarsitek kuno tegak berdiri. Meski sudah banyak retakan-retakan patahan dan lubang-lubang rayap. Genting juga sudah tak utuh. Retak dan gumpil.

“Permisi, Pak Paijo! Pak Paijo!” teriak wartawan-wartawan yang mengangkangi pintu. Menutup cahaya ke dalam rumah.

Kontan miris tangis bayi menyambut terdengar dari dalam rumah. Namun tubuh kering kurus yang nyembul keluar. Hitam legam. Bercelana pendek. Berkaos oblong. Bersandal jepit. Kumal. Jarang terawat. Terlihat masih muda namun pipi tampak ompong. Guratan-guratan tulang terlihat jelas. Kulit yang membungkus tubuh tampak sayu. Terlihat seperti tak berdaging.

“Ada apa, ya?” sambut Paijo bingung.

“Katanya bapak memiliki bayi karet, apa itu betul?” tanya wartawan berbaju coklat. Membuka percakapan.

“Ah, hanya bayi biasa saja. Adik-adik ini wartawan ya?”

“Iya, Pak. Kami ini wartawan. Boleh kami melihatnya?

“Oh, silahkan,” Paijo mengajak wartawan masuk ke ruang tengah, “Bu, ini adik-adik wartawan ingin bertemu dengan bayi kita, Karet.”

Perempuan paruh baya. Gemuk. Memakai daster yang tampak lusuh. Seperti berhari-hari tak dicuci. Muka tampak sayu berpenyakitan dan berhari-hari tak makan. Melankolis. Namun senyum menebar dan mengaburkannya. Ramah. Sedang menggendong seorang bayi yang merengek.

“Ini istri saya dan ini Karet, bayi kami,” Paijo menunjuk Suminah dan bayinya.

Bayi karet seperti penuh pengertian. Menghentikan tangis. Membiarkan suara-suara para wartawan dan orang tuanya berkuasa. Memecah sunyi.

“Jadi ini bayi karet yang banyak dibicarakan banyak orang. Seperti bayi biasa. Lantas, tentang kelebihan-kelebihan bayi karet ini, apa itu benar adanya?” tanya wartawan berjaket hitam.

“Maksud adik-adik?” tanya Paijo.

“Semua sifat karet melekat di tubuh bayi ini. Bisa memanjang. Bisa memantul...” penasaran wartawan yang berkaos hitam.

“Ah, orang-orang itu hanya membesar-besarkan saja. Bayi kami normal dan seperti bayi-bayi lain. Seperti kalian lihat sendiri,” elak Paijo.

“Tapi dari namanya saja, Karet. Pasti ada kisah dibalik nama itu. Atau mungkin memang benar kata orang-orang dan kalian sengaja menutup-nutupinya,” desak wartawan berjaket hitam.

Suminah dan Paijo saling pandang. Berisyarat melalui mata. Keduanya seperti saling bertanya. Menjawab dengan kerdipan yang dipercepat atau diperlambat. Kadang helaan nafas panjang melengkapi. Semua bibir seperti terkunci rapat. Paijo tiba-tiba menganggukkan kepala.

Suminah tiba-tiba melepas Karet dari gendongan dan membiarkannya terjatuh. Seperti dibanting. Para wartawan kaget dan spontan ingin menangkap bayi karet. Namun tangan tak sampai akibat jarak yang agak jauh. Suminah dan Paijo hanya diam. Tak ada usaha untuk menolong dan menangkap bayi karet.

Karet jatuh ke tanah dan memantul kembali ke gendongan Suminah. Tercengang para wartawan melihat pemandangan yang tak biasa mereka saksikan. Tak ada luka atau sekadar goresan di tubuh Karet.

“Bagaimana bisa begitu, Bu, Pak?” tanya wartawan berjaket hitam keheranan.

“Kami sendiri juga tidak tahu. Yang jelas ketika dukun beranak membantu istri saya, bayi ini terlepas dari gendongan. Bayi ini memantul seperti bola bekel. Makanya langsung kami beri nama Karet.”

“Tentu saja begitu adik-adik,” tambah Suminah, “sejak bayi ini di kandungan, alam tampak menjadikannya demikian.”

Lagi-lagi para wartawan tencengang. Berita baru dari narasumber. Belum diperbincangkan ketika isu muncul. Pengaruh alam terhadap kemunculan bayi karet. Tentu akan jadi topik panas untuk berita. Bonus berlipat-lipat akan teraih. Mungkin akan menggantikan gaji enam bulan kerja.

“Maksud Ibu?” celetuk keheranan wartawan berkaos hitam.

Suminah mengalihkan pandangan ke Paijo. Lagi-lagi saling berisyarat. Wartawan saling memandang. Menunggu anggukan Paijo yang berarti mengizinkan istrinya bercerita. Tak begitu lama, Paijo mengangguk.

“Sejak kandungan berusia tiga bulan, terjadi gempa. Tentu saja guncangan hebat yang saya rasakan dan otomatis bayi ini juga. Sebulan kemudian longsor bukit-bukit yang ada di belakang rumah tapi tak sampai menelan rumah ini. Mengharuskan saya harus berlari dan mengguncang-guncang bayi ini. Kebakaran di samping rumah saat usia kandungan lima bulan. Angin puting beliung yang hampir merobohkan rumah ini di usia kandungan enam bulan. Banjir sedada ketika usia tujuh bulan. Isu gunung Semeru akan meletus di usia kandungan delapan bulan. Tentu saja semua itu mengguncang tubuh, pikiran, dan hati saya. Harus sabar menghadapi.”

“Oh, karena sering adanya guncangan itu, bayi ini menjadi elastis?” tanya wartawan berbaju biru hendak memperjelas.

“Iya, kata orang-orang pintar seberang rumah, bayi ini beradaptasi terhadap alam selama di kandungan. Sering mengalami bencana alam. Jadinya bisa beradaptasi terhadap bencana alam apapun. Kami tak khawatir lagi jika bayi ini terjatuh karena akan memantul dan kembali ke gendongan seperti yang adik-adik lihat tadi. Jika nanti pun ada banjir, tentu bayi ini akan mengambang seperti pelampung.”

“Hebat banget. Pernahkah Pak Paijo bermimpi yang aneh-aneh sebelum Karet dilahirkan. Atau mungkin Ibu Suminah sendiri yang memimpikannya?” tanya wartawan berbaju biru menelusuri.

“Kalau itu Mas Paijo yang mengalaminya. Iya kan, Mas?” Suminah menjatuhkan pandangan lagi kepada Paijo.

“Ah, itu hanya kembang tidur. Tak usah dibesar-besarkan.”

“Tapi, kata dukun dan yang mengerti ilmu tafsir mimpi, anak ini memang disiapkan menjadi orang besar. Banyak dianuti orang-orang. Semacam pemimpin gitu,” imbuh Suminah di sela-sela raut malu Paijo menutupi.

Wartawan-wartawan seperti mendengar dongeng dari Suminah. Terantuk-antuk mengiyakan. Tak ada pertentangan dalam diri mereka mengenai kebenaran yang seharusnya dipertanyakan. Berita. Berita. Dan hanya berita. Meski kadang harus disiarkan melebihi batas akal manusia. Tetapi, para wartawan tak peduli dan ambil pusing. Hanya berita.

Suminah dan Paijo seperti sudah terbiasa. Memang sebelum kedatangan wartawan ratusan orang mendatangi mereka. Dan hanya itu-itu saja yang mereka ceritakan. Karet. Sebab itu, mereka tampak lancar dan gamblang seperti menjalankan skenario yang telah dipersiapkan dalam berakting dan bercerita.

Sebenarnya tak ada yang perlu dipertanyakan wartawan. Cerita yang terlantun dari mulut Paijo maupun Suminah sudah ramai dibicarakan di masyarakat. Hanya saja wartawan ingin mengecek langsung dari sumber kebenaran. Mendapat kepastian. Menyaksikan sendiri. Bonus berita baru mengenai alam dan Karet. Tentu takkan didapat jika wartawan hanya berdiam menunggu.

“Maaf, Bu. Saya kok jadi tertarik dengan cerita tentang Karet dipersiapkan menjadi orang besar. Maksud Ibu, Karet akan menjadi pemimpin bangsa ini,” tanya wartawan di tengah kelengangan yang sejenak tercipta.

“Kata para dukun sih begitu. Bayi ini sudah memenuhi kriteria menjadi pemimpin atau pejabat. Adik-adik sendiri tahu kan budaya keseharian para pejabat dan pemimpin negeri ini. Serba karet. Tangan karet, kaki karet, jam karet, janji karet, pengadilan karet. Nah, semua sifat karet itulah yang mungkin menyebabkan para dukun itu meramalkan. Karet inilah pemimpin masa depan negeri ini,” terang Suminah.

“Lantas kalian percaya dengan ramalan dukun itu?”

“Ya, kalau dibilang percaya, ya percaya. Kalau dibilang tidak percaya, ya tidak percaya. Kami ini apa sih, adik-adik. Hanya orang miskin. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja susah apalagi bermimpi anak kami menjadi pemimpin bangsa ini. Tentu akan makin susah walau cuma bermimpi. Tapi bagaimanapun tak ada salahnya kan orang memiliki mimpi. Biarpun mimpi itu sangat jauh untuk dijangkau dan diwujudkan,” Paijo menanggapi dengan tenang.

Para wartawan tampak merasa terenyuh dengan pengakuan Paijo. Sungguh di luar jangkauan prediksi para wartawan. Pengertian tentang kehidupan bagi Paijo tak sekumel tampangnya.

“Ya, memang. Tak ada yang bisa menghalangi orang untuk bermimpi. Dan tak ada salahnya orang bermimpi. Itu sah-sah saja kami pikir,” imbuh wartawan berjaket hitam menyahuti. Menghibur.

“Tapi menurut ciri-ciri yang bisa ditelusuri sekarang, Karet ini mungkin saja bisa menjadi orang nomor satu di negeri ini. Sekarang saja sudah menghebohkan masyarakat. Banyak dibicarakan orang-orang. Terkenal. Tentu dengan sedikit politik akan menjadikan Karet pemimpin yang dipuja-puja,” sahut wartawan berkaos hitam.

“Kalau dipikir-pikir, benar juga kata adik-adik ini. Kami baru memikirkannya sekarang. Kalau boleh tahu, seberapa terkenal anak kami ini sekarang?”

“Wah, sudah sampai mancanegara.”

“Uh, terkenal kamu, Nak. Tidak seperti Bapak dan Ibumu,” Paijo dan Suminah memandang Karet lekat-lekat sambil tersenyum.

Wartawan ikut tersenyum. Saling memandang. Tampak bahagia. Namun Karet hanya diam di tengah tawa. Seperti tak ada ekspresi wajah sama sekali. Bahagia, sedih, takut, marah, bingung tak terlihat. Beku pada kerdipan mata dan pandangnya.

“Kalau begitu, boleh kami ambil gambar Karet untuk dipampang di majalah, koran, televisi, dan seluruh media-media lain. Biar Karet makin terkenal.”

“Oh, silahkan. Silahkan!”

Kamera yang sudah dipersiapkan difokuskan pada Karet. Namun sebelum menjepret, Karet meronta. Tampak enggan diabadikan gambarnya. Tubuh Karet tiba-tiba memanjang. Tangan, kaki, leher dan semua bagian tubuh memanjang. Mencari pintu-pintu dan jendela-jendela untuk mengeluarkan kepala, kaki, dan tangan. Wartawan kebingungan hendak memotret. Kepala ada di balik pintu dapur, tangan di luar jendela, kaki menjulang keluar pintu depan. Kalaupun dipotret, hanya ada bagian tertentu dari tubuh Karet. Untuk memperoleh gambar utuh tubuh Karet tentunya harus menggabungkan bagian-bagian gambar yang diambil. Totalitas tubuh karet tak bisa didapat. Kalaupun dipotret dari jarak jauh, akan menjadi samar seperti rekaan.

Paijo dan Suminah memelas dalam pikir. Senyum kecut di muka. Mereka tahu kalau Karet enggan dipotret. Tak ingin terkenal semu semata. Sementara kebutuhan sehari-hari tidak terpenuhi. Harta ludes akibat bencana tak pernah dipikirkan. Orang-orang datang hanya bertanya tentang Karet dan kelebihannya. Pekerjaan Paijo yang tak pernah tetap, tak pernah dipertanyakan. Mengais rejeki dengan bercucuran keringat lebih dulu. Belum lagi harus mengobatkan Suminah karena penyakit kronis yang mendera.

“Pak, Bu, apa yang terjadi pada Karet? Kok molor tak karuan seperti ini.”

“Ini biasa dia lakukan jika merasa sangat kesal dan marah. Atau mungkin juga malu. Ini juga yang membedakan dengan bayi-bayi lainnya. Karet seakan sudah mengerti apa yang dibicarakan orang-orang dewasa. Mengerti keluh kesah orang-orang dewasa. Dan kami tak tahu, setiap ada orang datang kemari dan bertanya tentang dirinya, Karet selalu memanjang,” terang Suminah.

“Kok bisa begitu ya, Pak. Apa karet marah jika berita tentang dirinya disebarluaskan. Atau mungkin malu? Atau mungkin Karet tak suka dengan kehadiran kami berombongan seperti ini. Rame-rame dan bisa mengganggu ketenangannya?”

Hening tercipta. Tak ada secuil kata yang terlontar dari mulut Paijo dan Suminah. Pandangan mereka alihkan untuk menelusuri tubuh karet. Tersenyum pada mata kepala Karet di balik pintu. Pikir Paijo dan Suminah, jelas saja Karet marah. Kelu kesah orang tua yang serba susah tak pernah diungkap. Tak ada yang pernah menanyakan tentang perut, sudah terisi makanan atau belum. Tak ada yang pernah menanyakan jatah makan esok. Atau tentang susu yang sangat kurang. Mungkin karena Suminah sakit-sakitan dan jarang makan. Air susu tak lancar keluar. Yang jelas mungkin Tuhan menyiapkan karet memiliki perut karet. Setiap saat bisa diisi makanan dan setiap saat kuat jika tak ada makanan. Bayi karet bernama Karet dengan perut karet.

Malang, 4 Mei 2007

1 komentar:

infogue mengatakan...

Artikel anda:

http://shocking-aneh.infogue.com/
http://shocking-aneh.infogue.com/bayi_karet

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito