Selasa, 21 Oktober 2008

Sandur :Teater Pedesaan

-sebuah diskripsi kesenian yang hampir punah-
Joko Sandur

Sandur merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang sampai saat ini masih hidup dan terpelihara, serta dipercaya mempunyai kekuatan magis bagi masyarakat pendukungnya, khususnya masyarakat desa Yungyang. Kesenian yang konon lahirnya pada masa penjajahan Belanda itu, sampai sekarang tetap hidup, terpelihara, dan berkembang, serta eksistensinya.

Sandur merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang langka, bahkan dapat dikatakan hampir punah, mengingat durasi pementasan kesenian tersebut semakin memurun. Sandur sebenarnya tidak hanya terdapat di wilayah Lamongan saja, tetapi juga terdapat di daerah-daerah lain, seperti daerah Bojonegoro, Probolinggo, Pamekasan, Bangkalan, Jombang, Surabaya, Tuban dan Lamongan. Secara pragmatis menurut pengamatan penulis, dewasa ini di daerah, daerah yang disebutkan di atas, hampir tidak pernah ada durasi pementasan kesenian sandur tersebut. Jika dimungkinkan ada, maka durasinya sangat kecil bila dibandingkan dengan daerah Lamongan.

Kesenian sandur di daerah Lamongan ini mempunyai kesamaan dengan kesenian sandur yang ada di daerah lain (Tuban dan Bojonegoro). Kata sandur berawal dari sebuah artikel yang berjudul “Seni Sandur Saya Mundur”. Dengan kata lain bahwa sandur berasal dari kata mesisan ngedur atau beksan mundur, karena sandur dipentaskan semalam ngedur (semalam suntuk).

Kesenian sandur merupakan kesenian yang terminologinya diambil dari anonim sandur: isane tandur (sa’wise tandur) yang berarti selesai bercocok tanam. Dengan kata lain bahwa seni sandur adalah salah satu bentuk ekspresi seni masyarakat agraris yang dilakukan selesai bercocok tanam. Disamping itu cerita yang ada dalam sandur, berbicara tentang gambaran kehidupan petani dalam menjalankan aktifitas agrarisnya.

Membicarakan kesenian tradisional kerakyatan yang berupa kesenian sandur. Seolah memasuki lorong gelap sejarah kesenian yang berbasis sinkretisme ini. Kesenian yang terminologinya lahir di tengah masyarakat agraris ini hampir punah keberadaan dan eksistensinya. Sehingga perangkat dan materi pertunjukannya banyak menyimbolkan idiom-idiom pertanian. Misalnya dalam dialog, pertunjukan sandur tema cerita yang diangkat bertemakan sawah, ladang dan kehidupan para petani yang ada di pedesaan.

Sebelum kesenian ini dipentaskan, biasanya diadakan upacara ritual terlebih dahulu. Peristiwa tersebut merupakan bagian awal pertunjukan atau pementasan, dengan kata lain ritual tersebut merupakan suatu bentuk mensucikan semua perangkat pertunjukan yang berupa jaran kepang (kuda kepang), cemeti atau cambuk (bahasa jawa: pecut), instrumen musiknya berupa: gendang, jidor, cimplungan, tamborin, dan gamelan jawa diantaranya: kenong, kempol, gambang kayu, saron demung, saron barong, pun perangkat lainnya. Biasanya pencucian tersebut dilakukan tujuh hari sebelum pertunjukan, dan dilakukan di tempat yang dianggap keramat atau yang dikeramatkan (di punden ).

Sebelum pementasan berlangsung, diawali prosesi ritual dengan pembakaran kemenyan atau dupa yang dilakukan seorang germo (pawang) sandur. Dalam adegan tersebut disertai mulut komat-kamit, tidak lain memberikan mantra pada alat-alat yang digunakan pada pementasan sandur tersebut, seperti barong, kuda kepang, cemeti dan alat lainnya, disamping ritual tujuh hari sebelum pertunjukan. Kemudian dilanjutkan berbagai tembang-tembangan diantaranya: tembang kembang lombok, kembang ganggeng, kembang wijen, kembang glonggong, kembang girang, kembang klopo, kembang lampes, kembang jeruk, kembang putat, kembang pucang, dan lain-lainnya, yang kesemuanya berfungsi meminta bantuan para roh penunggu desa guna terselenggara dan suksesnya pertunjukan kesenian tersebut.

Kesenian yang berbau magis ini,bersetting alam terbuka (tanah lapang) yang berbentuk segi empat, tiap sudutnya diberi tiang pancang dengan ukuran kurang lebih 1,5 m dan tiap-tiap tiang pancang tersebut diberi sesaji yang berupa kupat, lepet, janur kuning dan kembang wangi, khusus untuk kembang wangi dan kemenyan ditempatkan di sudut bagian Timur Laut (Jawa; pojok lor wetan) atau posisinya sebelah kanan pada waktu pertunjukan serta diberi tambang sebagai pembatas antara penonton dengan arena pertunjukan.

Kesenian yang berbasis di pedesaan ini, dalam mementaskan keseniannya semua aktor yang terlibat tidak menggunakan alas kaki, dimana aktor-aktor tersebut terdiri dari dua aktor perempuan dan sebagian besar aktornyanya ialah seorang laki-laki, baik pemain teater maupun pemukul instrumennya.

Kesenian sandur selain menggunakan gerak (tari) juga menggunakan dialog yang menggunakan bahasa Jawa campuran (bahasa Jawa: ngoko dan kromo), disamping itu juga menggunakan tetembangan (nyanyian Jawa). Pertunjukan sandur ini diawali dengan sebuah prolog yang dilakukan salah satu wiyogo (pemukul gamelan atau panjak) sebagai narator terhadap tema yang akan dipentaskan, dilanjutkan dengan adegan tari jaranan yaitu sebuah tari yang intinya hanya sebagai pengisi waktu menunggu cerita inti sandur. Tarian tersebut juaa diiringi dengan tembang-tembangan. Adegan ini dilakukan oleh dua orang laki-laki hingga ada yang sampai trance atau kesurupan, adegan macam inilah biasanya yang ditunggu-tunggu masyarakat pendukungnya. Setelah permainan tari jaranan (kuda kepang) selasai dilanjutkan adegan yang disebut pentolan, sebuah adegan yang berisi lelucon. Usai adegan pentolan barulah memasuki acara utama sandur. Uniknya kesenian sandur ini, disamping bagi sarana hiburan masyarakat pedesaan juga sebagai sarana terapi berbagai penyakit.

Cerita kesenian tradisional kerakyatan ini menggambarkan kehidupan masyarakat petani, mulai dari membuka lahan, membersihkan lahan, masa bercocok tanam, pemeliharaan tanaman, dan hingga pada akhirnya masa panen serta dilanjutkan pada proses pemujaan atau ritual kepada Dewi kemakmuran, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap yang maha kuasa. Kemudian tokoh-tokoh dalam kesenian sandur pada pementasan tersebut, antara lain: Jasmirah, Balong, Petak, Jasmani, Pak Empang, Nyai Asil, Anton, Lithi, Pak Calak, dan seorang Germo. Dan tokoh tersebut merupakan tokoh absolut dipementasan sandur budi doyo, yang keberadaan dan eksistensinya di desa Yung,kecamatan Modo Kabupaten Lamongan (Letak kelahiran Gajah Mada, deklarator Sumpah Palapa –red).

Berkaitan dengan agenda pra pertunjukan, kesenian yang berbau magic diawali dengan mulu komat-kamit membaca mantra dibarengi pembakaran kemenyan atau dupa yang dilakukan seorang Germo (pawang sandur), dengan tujuan mendatangkan roh atau danyang yang ada disekitar wilayah pertunjukan, guna membantu kelancaran, suksesnya pertunjukan. Kemudian dilanjutkan tembang-tembangan, tari jaranan yang menggunakan properti kuda kepang, dan diakhir pra pertunjukan diisi semacam banyolan atau besutan.

Di samping itu pada acara pembukaan pertunjukan kesenian sandur, diawali sebuah prolog, yang dilakukan salah satu crew sandur, yang merupakan sebuah sinopsis dari cerita akan dipentaskan. Dilanjutkan dengan pengenalan nama-nama pemain, pemusik atau wiyogo. Nama-nama tokoh dalam cerita sandur, serta semacam kirap khusus tokoh cerita di pertunjukan, dengan mengelilingi arena pertunjukan.

Cerita pertunjukan sandur tersebut menggambarkan seorang pengembara mencarai pekerjaan, yang diperankan oleh tokoh Balong dan Pethak. Dalam pengembaraanya, kedua tokoh tersebut bertemu seseorang tokoh petani tulen, yang bernama Pak Empang, dan sekaligus dijadikan anak, di lanjutkan dengan membuka lahan, menanam, hingga proses menetik hasilnya (panen),diselingi acara ritual khitanan tokoh Pethak dan perkawinan pada tokoh Balong serta mendatangkan kesenian yang berupa seni tayub sebagai hiburan. Lebih jelasnya inti cerita kesenian sandur menggambarkan aktifitas masyarakat agrarisnya.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito